"Wow! Gerakan tarinya terkoordinasi dengan sangat baik!"Aldebaran terpukau dengan apa yang dilihat matanya di atas panggung. Dance of the little swans yang anggun sedang berlangsung dan semua penonton menikmati suguhan itu. Leonard tidak berhenti menatap adiknya. Dia sangat bangga memiliki adik seperti Zoya yang memang berbeda dari kedua adik perempuannya yang lain. "Kalo kamu tau, Tuan King," kata Olgav dengan intonasi rendah. "Saudara sepupuku hampir aja gagal mengikuti pertunjukan ini.""Hah? Kenapa? Apa dia sakit tiba-tiba?"Olgav mengangguk. "Kakinya sempat cedera dan dia menghabiskan waktu istirahatnya untuk belajar berjalan.""Untung aja cederanya nggak parah," sela Leonard. Dia menatap Aldebaran dengan kedua mata sendunya. "Aku lalai jagain dia.""Stop! Jangan salahin diri kamu, Kak!" Olgav menepuk lengan Leonardo. Sekarang adegan kastil dimulai. Zoya terlihat berbaris di barisan terdepan. Itulah yang menyebabkan Leonard tidak berhenti melukiskan senyum di wajah tampannya.
Aldebaran kikuk. Dia berpaling ke panggung besar di mana adegan mengharukan sedang berlangsung. Pangeran Siegfried menyadari Odette asli berlari menjauh dari kastil. Lalu, dia menyusulnya ke danau Angsa. Penonton menahan napas lagi saat Evil Genius datang ke danau Angsa. Pangeran Siegfried menjelaskan kepada Odette bahwa dia masuk ke perangkap Von Rothbart. Dia mengira gadis itu adalah Odette. "Dia pasti memaafkan Pangeran," ujar Olgav, yakin."Ya. Aku harap juga gitu," celetuk Aldebaran. Dia mulai menikmati adegan demi adegan di panggung besar.Leonard tidak menggubris perkataan Olgav dan Aldebaran. Dia tenggelam dengan keindahan tarian sang adik. "Di mana aku bisa bertemu dengan Direktur Bolshoi Theatre?" Leonard bertanya tanpa mengalihkan pandangannya. Olgav yang penasaran, bertanya, "Kamu mau ngapain, Kak?""Aku mau bertemu Direktur secara pribadi." Leonard berterus terang. Olgav mengerti. Sudah pasti Leonard ingin membicarakan karir Zoya. "Aku akan minta Asisten untuk meng
"Maaf, aku mau bertanya." Aldebaran menyapa pria berpakaian hitam dengan name tag menggantung di lehernya. Aldebaran memastikan pria itu adalah salah satu panitia acara. "Ya?" Si pria membenarkan letak kacamatanya. Logat Rusia yang begitu kental membuat Aldebaran percaya diri saat akan bertanya. Aldebaran bertanya, "Apa kamu tahu jalan menuju ke backstage?" "Kamu hanya perlu mengikuti jalan ini sampai ujung, lalu belok ke kanan!" seru si pria sambil menunjukkan jalan. Aldebaran angguk-angguk. "Terima kasih." Lorong panjang dengan dinding serba putih membentang di hadapan Aldebaran. Terdapat satu lukisan Monalisa yang terpajang di dinding. Sebagai penggemar lukisan, Aldebaran tentu sangat mengaguminya. Namun, lorong itu membuat Aldebaran merasa tidak nyaman. Karena banyaknya orang yang lalu lalang melewatinya. Dia terpaksa mengalah untuk seorang wanita yang sedang melangkah tergesa-gesa. Pendengaran yang tajam membuat Aldebaran mudah mengenali suara Olgav yang sedang terta
"Kamu nekat juga deketin Adikku, Tuan King."Leonard berjalan mendekati Aldebaran. Dia menepuk-nepuk bahu Aldebaran sambil berjalan mengelilinginya. Sedangkan Ezra berdiri agak jauh dari mereka.Aldebaran tercengang. Apakah Leonard dan Ezra saling mengenal? Mereka terlihat sangat dekat, seperti sahabat atau bahkan saudara. "Nyali kamu besar juga, Tuan King," kata Leonard, selanjutnya. Ezra hanya melihat dengan tatapan miris. Dia mengeluarkan rokok, lalu membakarnya. "Siapa dia?" Ezra menghisap rokoknya. "Dia tawanan kamu atau salah satu cowok yang naksir Zoya?"Leonard mendengus dingin. "Cih! Aku nggak sudi punya Ipar dengan latar belakang nggak jelas kayak dia."Ezra menikmati rokok. Dia mencibir Aldebaran yang semakin terpojok. Ezra memberikan saran. "Kalo gitu, jangan buang waktu kamu! Lepasin aja dia! Karena dia nggak guna sama sekali.""Lepasin dia?! Kenapa aku harus lepasin dia?!" Leonard terlihat tidak senang. "Kenapa?" Ezra balik bertanya. "Aku ngomong gini karena kita ud
"Hah?! Apa yang terjadi, Tuan Andriy?"Aldebaran baru tersadar setelah melihat luka di punggung Andriy. Darah di punggung Andriy tidak berhenti mengalir. Aldebaran membawa Andriy ke dalam apartemen dan mendudukinya di atas sofa panjang dengan perlahan. Dengan cekatan, Aldebaran membuka pakaian Andriy satu persatu dan mulai mengobati lukanya. Aldebaran berkata, "Ini luka tusuk senjata tajam. Kamu beruntung lukanya nggak dalam."Hanya butuh waktu 15 menit bagi Aldebaran mengobati luka Andriy. Karena saat di kamp pelatihan militer dulu, dia sudah belajar banyak cara mengobati luka. "Selesai." Aldebaran merapikan beberapa peralatan yang telah dia gunakan. Lalu membersihkan bercak darah yang berceceran di lantai. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi Aldebaran sekaligus hari yang sangat menguras emosi. Bukan hanya itu, hatinya pun sangat menderita karena selalu gagal bertemu dengan gadis bernama Zoya. "Aku akan lihat Zoya dari kejauhan supaya orang-orang suruhan Leo nggak
Aldebaran menatap Pak Tua dalam-dalam. Dia menunggu Pak Tua menyelesaikan bicaranya. Sorot mata Pak Tua tajam. "Aku adalah kaki tangan Tuan Gale dan Tuan Ezra."Lagi-lagi, Aldebaran mendapatkan kejutan. Dia tidak menyangka Gale dan Ezra memiliki banyak orang suruhan di Rusia. Sebenarnya, siapa mereka? Seberapa berkuasanya Gale dan Ezra di negara ini? Lalu, apa hubungan keduanya dengan keluarga Alexander?Aldebaran bertanya, "Siapa nama kamu?" "Anouska." Aldebaran mengerutkan alis. "Bukannya itu nama perempuan Rusia?"Anouska mengangguk. "Ya. Ada kisah sedih di baliknya.""Oke."Anouska bukankah nama asli si pria tua. Lalu, apa maksudnya dia menggunakan nama itu? Namun, Aldebaran tidak tertarik. Dia berbalik dan pergi.Tidak lama, Aldebaran masuk ke sebuah restoran. Ini adalah restoran yang menjual bubur kasha paling terkenal di sepanjang jalan menuju apartemen. "Halo, Tuan!" sapa penjual dengan bahasa Rusia yang sopan. "Berapa banyak bubur yang ingin kamu pesan?""Hanya dua," jawa
"Setelah misi selesai, kamu punya waktu 24 jam untuk keluar dari negara ini. Tim evakuasi akan membantu kamu."Si pria gemuk menjelaskan. Aldebaran mendengarkannya dengan seksama. "Aku tau. Lalu, bagaimana dengan senjata yang akan aku gunakan?" Bagaimana pun juga, Aldebaran harus melihat senjata yang akan digunakannya sebelum melakukan misi."Kamu akan melihatnya saat kita sampai di sana," jawab pria berjas. Aldebaran tidak bertanya lagi. Sebab, dia sudah paham aturan main di dunia sniper bayaran.Akhirnya, mobil yang ditumpangi Aldebaran berhenti di lobi gedung pencakar langit Menara Mercury City. "Ayo, Tuan King!" seru pria berjas. Sedangkan pria gemuk berjalan di belakang mereka.Pria berjas berkata, "Kamu harus habisi target dalam satu kali bidikan.""Jangan khawatir! Aku belum pernah gagal menjalankan misi," sahut Aldebaran, sedikit menyombongkan diri. Pria berjas tersenyum dengan wajah yang datar. "Aku percaya," katanya. "Kamu percaya? Kenapa?" Aldebaran merasa ada yang an
"Apa yang harus aku lakuin sekarang?"Aldebaran sangat terkejut. Ternyata, adik perempuan Leonard adalah Zoya yang selama ini dicarinya. Aldebaran masih tidak menyangka bahwa ternyata selama ini dia sangat dekat dengan Zoya. "Situasi macam apa ini?!" gerutu Aldebaran. "Apa ini termasuk takdir? Kayaknya kali ini aku butuh keberuntungan."Tidak disangka, Zoya yang tidak dikenalnya dengan baik berhasil mengubah prinsip Aldebaran. Semula, dia tidak percaya dengan keberuntungan. Tapi sekarang, dia justru mengharapkan Dewi Fortuna memihaknya.Smartwatch Aldebaran menyala. "Shit!" Dia membuka pesan masuk dari Ezra.Pengirim: Apa yang kamu tunggu?! Cepat bidik Target sekarang!Aldebaran menyesali takdirnya. Seandainya dia bisa memutar kembali waktu. Mungkin saja hal ini tidak terjadi. "Maafin aku, Zoya ...."Dor!Aldebaran melepaskan amunisi ke arah target dalam satu kali bidikan. Alhasil, amunisi itu mengenai kepala Leonard. Detik itu juga, Leonard tersungkur ke aspal.Tapi, tunggu! Apa i
Aldebaran melihat Abbas duduk dan berbincang dengan Natalia yang berada di sisi kirinya. Sesekali, Abbas merangkulnya sambil meraba pinggul indah Natalia."Dasar pria brengsek!" Tidak heran Aldebaran mengeluarkan kata-kata makian dari mulutnya dan sesekali meludah karena emosi yang tidak stabil."Wanita macam apa yang diraba-raba pria tua kayak abbas hanya diam bahkan tersenyum, selain natalia?"Semua orang memberikan aplaus dan Abbas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menaiki altar untuk memberikan ceramah keagamaan yang di dalamnya tertanam ajaran-ajaran bersifat komunis. Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Abbas penganut sistem komunis dan dia sedang mencari pengikut sebanyak-banyaknya.Dor! Sebuah amunisi meluncur dari sarangnya terbang bebas di udara menuju targetnya."Go to hell, Mr. Abbas!" teriak Aldebaranketika melepaskan amunisi dengan sempurna.Aldebaran masih memantau terbangnya amunisi yang sudah dilepaskannya."Dengan perhitungan jarak dan kecepatan a
"Di sini, Mr. King. Selesai misi, kembalilah lagi ke sini! Dan ingat, Nona Natalia berada di St Antonius Padua Church sebagai tamu kehormatan keluarga Jasper!"Aldebaran terkejut mengetahui hal itu. 'Jadi, apa maksud Natalia menjadi mata-mata seperti ini?' pikir Aldebaran sambil memandang kosong ke depan."Mr. King, pergilah sekarang! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi karena penjagaan akan segera ditingkatkan!""Bukankah Max mengambil alih untuk menjaga keamanan di sekitar sini?" Aldebaran bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."Saya lebih tahu daripada Anda. Tingkatkan kewaspadaan Anda dan jangan banyak bertanya!" bentak Rob sambil menatap tajam Aldebaran."Oke, saya pergi."Brak!Aldebaran menutup pintu mobil.Tidak lama, jeep yang mengantar Aldebaran sampai di lokasi. Setelah keluar dari mobil, Aldebaran berjalan cepat menuju gedung tua yang terletak dua blok dari lokasi target.Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki milik seorang sniper bayaran asal Indonesia sedang menaiki
Aldebaran dan Heidy sudah berada di Midpoint Restaurant. Bukan hanya menu makanannya yang bervariasi, namun pilihan tempat outdoor dan indoor yang menyesuaikan dengan musim merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan di restoran ini. Heidy memilih untuk menikmati makan malamnya bersama Aldebaran di luar ruangan sambil menikmati pemandangan malam.Sebelum makan, Heidy mengajak Aldebaran untuk foto bersama."Aku nggak suka foto, Heidy ...." Aldebaran mencoba menahan tangan Heidy. Tapi, ternyata tenaganya sama kuatnya seperti Zoya. "Sebentar doang, kok!" pinta Heidy.Mau tidak mau, Aldebaran menurutinya. Mereka berfoto beberapa kali. "Sekarang, ayo makan!" ajak Heidy. ***Setelah makan malam, mereka kembali ke hotel. Aldebaran membukakan pintu kamarnya. Dia melepaskan membantu Heidy melepaskan mantel, lalu mereka duduk di pinggir ranjang. "Apakah kamu juga bersikap seperti ini pada mantan pacarmu?" tanya Aldebaran, menggoda Heidy. Dia duduk di sisi Heidy."Memangnya kenapa?" H
Aldebaran terkejut. Dia membalas pesan Nico dengan cepat.Aldebaran: Zoya kenapa? Ngomong yang jelas!Nico: Sebaiknya kamu cepat pulang dan temui Zoya! Dia menjadi seorang gadis yang menyendiri sejak Ezra berniat ingin menodainya.Aldebaran: Serius? Kamu nggak bohong?Nico: Iya, Bos.Aldebaran: Pantau terus keadaan Zoya dan laporin kalo ada yang mencurigakan!Nico: Oke, Bos.Aldebaran semakin merasa bersalah pada Zoya. "Nggak seharusnya aku nolak jaga dia saat itu!"Aldebaran membuka pakaiannya. "Setelah misi selesai, aku akan pulang ke Jakarta secepatnya!"Aldebaran merebahkan dirinya di tempat tidur. Karena kurang istirahat, dia merasakan pusing yang luar biasa."Sebenarnya apa Zoya kenapa?" Aldebaran membuka dan membaca berita online di ponselnya hingga akhirnya tertidur pulas dengan menggenggam ponsel.Setelah tertidur selama 3 jam, kini Aldebaran sudah berdiri di depan pintu kamar hotel Heidy. Dia sangat gelisah. Aldebaran menekan bel dan menunggu lama, tapi Heidy tidak membuka
Aldebaran memasang petunjuk arah menuju St Antonius Padua Church di ponselnya. Dia melangkah sambil menghapal jalan."Jalan Istiklal ini hampir mirip, banyaknya pertokoan di sini membuatku ingin pergi mencari barang-barang." Aldebaran terus berjalan. Dia menemukan satu toko perhiasan. Lalu berhenti sebentar di depanny."Welcome to Altinbas!" seru seorang penjaga perhiasan tersebut dengan ramah.Aldebaran tersenyum tipis. Dia melihat-lihat berbagai macam perhiasan yang ada di toko."Apa yang Anda cari, Tuan?""Aku ingin lihat perhiasan yang inj!" Aldebaran menunjuk satu pasang cincin pertunangan unik yang terpajang di etalase."Baik, ini barangnya. Silakan, Tuan!"Aldebaran mencoba cincin di jarinya. Dia tidak punya pacar ataupun tunangan. Tapi, dia sangat ingin memiliki sepasang cincin ini. Cincin yang terinspirasi dari kekaisaran Ustamani dengan sentuhan gotik ini menampilkan motif bunga tulip yang menjadi motif tradisional bangsa ini. "Ok, bungkus cincin ini."Setelah membayar,
"Mari sarapan!" ajak Rob. "Anda duluan saja!""Tapi, Nona Natalia sudah menunggu Anda," ujar Rob, mencoba membujuk Aldebaran agar menuruti perkataannya.Aldebaran berkata tegas, "Tidak! Silakan Anda duluan. Katakan pada Nona Natalia, saya tidak bisa bergabung bersama kalian!""Mengapa? Apa kamu membawa masuk gadis baru lagi?" Terdengar suara Natalia. Aldebaran melihat Natalia berdiri di dekat lift sambil bersedekap."Maaf, itu bukan urusan Anda, Nona."Aldebaran berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Natalia. "Saya akan sarapan sendiri dan hubungi saya jika kita akan mulai menjalankan misi!" seruAldebaran. "Tapi menurut pengintaian saya, misi akan dilaksanakan di hari Rabu.""Dari mana Anda mengetahuinya, Tuan King?" tanya Rob."Sebaiknya Anda bertanya pada Tuan Max! Saya permisi." Aldebaran undur diri. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Natalia.Brakk! Aldebaran menutup pintu kamarnya dengan pelan agar Heidy tidak terbangun. Dia berjalan sambil membuka satu persatu
"Aku nggak bisa tidur. Aku berniat mau ajak kamu ke Bar. Gimana?""Nggak perlu ke Bar kalo mau minum-minum," jawab Aldebaran. "Aku akan memesannya untuk kamu. Ayo masuk!"ajak Aldebaran sambil menarik tangan Heidy.Heidy hanya bisa menuruti kemauan Aldebaran. "Well, ok. I'll follow you."Kini, mereka berdua berada di kamar dengan perasaan canggung."Maaf, kamarku berantakan," ujar Aldebaran sambil merapikan ujung-ujung sprei dan selimut."Kamar di hotel ini memang nggak luas tapi desain interiornya sangat indah," ungkap Heidy."Aku memilih hotel ini karena lebih dekat ke Penanda Taksim Square," ujar Aldebaran berbohong demi menutupi identitasnya. "Apa yang mau kamu minum?""Apa saja yang kadar alkoholnya rendah," jawab Heidy. Dia membuka mantel yang menutupi tubuhnya."Oke," jawab Aldebaran. Lalu dia meraih gagang telepon yang berada di kamarnya danmemesan beberapa botol minuman beralkohol.'Astaga. Tubuh Heidy lebih menggoda daripada tubuh Natalia dan Shania!'Itulah yang saat ini Al
Aldebaran menyudahi mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah menghabiskan dua cangkir kopi, dia beranjak pergi dari sana."Rupanya Max adalah tangan kanan Abbas, si Kapten angkatan darat Turki!"Aldebaran berjalan kembali ke hotelnya sambil mengunyah permen karet.Aldebaran terkejut punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat Heidy sedang berjalan membawa beberapa kantong plastik."Kamu?" Aldebaran heran saat bertemu lagi dengan wanita pemalu ini."Kamu habis belanja rupanya!""Hahaha, tidak. Semua ini adalah titipan.""Wait! Kau bisa bahasa Indonesia?""Hahaha ..." Heidy tertawa lagi. "Ya, karena di dalam darahku mengalir darah Indonesia!""Really?" "Yup! Ayahku berasal dari Edinburgh, Inggris dan ibuku berasal dari Jakarta, Indonesia," tutur Heidy.Aldebaran mengangguk. "That's great!" seru Aldebaran, takjub. "Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?""Aku tinggal di Jakarta. Kamu bagaimana?""Aku juga tinggal di sana," jawab Aldebaran. "Berikan beberapa tas belanja
Aldebaran menyeruput kopinya. Kopi, baginya, adalah denyut nadi kehidupan, tinta takdir yang mengalirkan inspirasi. Jemari Aldebaran yang lentik menari di atas permukaan dingin ponsel, membangkitkan ruh perekam suara, sebuah kotak kecil yang menyimpan gema intrik, agar dia dapat mendengar berulang kali rekaman suara kedua pria itu."Rob... Max..." desisnya lirih, bagai hembusan napas di tengah badai. "Bayangan mereka pun tak sudi menampakkan diri!" Mata Aldebaran menyipit, memindai setiap sudut kedai, sementara jemarinya terus menari di atas layar, membelai ikon kamera. Sebuah potret diri di tengah keheningan kedai kopi ini, itulah niatnya. Namun, getaran halus dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Carla : Kapan kamu pulang, Kells?Itu adalah pesan dari Carla! Dia tak menyangka, Carla membalas pesannya, meskipun sangat terlambat.Aldebaran segera mengetik pesan balasan untuk Carla.Aldebaran : Secepatnya.Hanya satu kata yang dapat Aldebaran pikirkan