Aldebaran dan Heidy sudah berada di Midpoint Restaurant. Bukan hanya menu makanannya yang bervariasi, namun pilihan tempat outdoor dan indoor yang menyesuaikan dengan musim merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan di restoran ini. Heidy memilih untuk menikmati makan malamnya bersama Aldebaran di luar ruangan sambil menikmati pemandangan malam.Sebelum makan, Heidy mengajak Aldebaran untuk foto bersama."Aku nggak suka foto, Heidy ...." Aldebaran mencoba menahan tangan Heidy. Tapi, ternyata tenaganya sama kuatnya seperti Zoya. "Sebentar doang, kok!" pinta Heidy.Mau tidak mau, Aldebaran menurutinya. Mereka berfoto beberapa kali. "Sekarang, ayo makan!" ajak Heidy. ***Setelah makan malam, mereka kembali ke hotel. Aldebaran membukakan pintu kamarnya. Dia melepaskan membantu Heidy melepaskan mantel, lalu mereka duduk di pinggir ranjang. "Apakah kamu juga bersikap seperti ini pada mantan pacarmu?" tanya Aldebaran, menggoda Heidy. Dia duduk di sisi Heidy."Memangnya kenapa?" H
"Di sini, Mr. King. Selesai misi, kembalilah lagi ke sini! Dan ingat, Nona Natalia berada di St Antonius Padua Church sebagai tamu kehormatan keluarga Jasper!"Aldebaran terkejut mengetahui hal itu. 'Jadi, apa maksud Natalia menjadi mata-mata seperti ini?' pikir Aldebaran sambil memandang kosong ke depan."Mr. King, pergilah sekarang! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi karena penjagaan akan segera ditingkatkan!""Bukankah Max mengambil alih untuk menjaga keamanan di sekitar sini?" Aldebaran bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."Saya lebih tahu daripada Anda. Tingkatkan kewaspadaan Anda dan jangan banyak bertanya!" bentak Rob sambil menatap tajam Aldebaran."Oke, saya pergi."Brak!Aldebaran menutup pintu mobil.Tidak lama, jeep yang mengantar Aldebaran sampai di lokasi. Setelah keluar dari mobil, Aldebaran berjalan cepat menuju gedung tua yang terletak dua blok dari lokasi target.Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki milik seorang sniper bayaran asal Indonesia sedang menaiki
Aldebaran melihat Abbas duduk dan berbincang dengan Natalia yang berada di sisi kirinya. Sesekali, Abbas merangkulnya sambil meraba pinggul indah Natalia."Dasar pria brengsek!" Tidak heran Aldebaran mengeluarkan kata-kata makian dari mulutnya dan sesekali meludah karena emosi yang tidak stabil."Wanita macam apa yang diraba-raba pria tua kayak abbas hanya diam bahkan tersenyum, selain natalia?"Semua orang memberikan aplaus dan Abbas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menaiki altar untuk memberikan ceramah keagamaan yang di dalamnya tertanam ajaran-ajaran bersifat komunis. Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Abbas penganut sistem komunis dan dia sedang mencari pengikut sebanyak-banyaknya.Dor! Sebuah amunisi meluncur dari sarangnya terbang bebas di udara menuju targetnya."Go to hell, Mr. Abbas!" teriak Aldebaranketika melepaskan amunisi dengan sempurna.Aldebaran masih memantau terbangnya amunisi yang sudah dilepaskannya."Dengan perhitungan jarak dan kecepatan a
"Komandan ngapain manggil aku?"Seorang pria berdiri di depan kantor sang komandan di pelatihan tembak, Surabaya. Dia memakai pakaian hitam lengkap dengan baret ungu di kepalanya.Dia merapikan pakaian sebentar, lalu mengetuk pintunya. "Masuk!" Setelah mendengar sahutan dari dalam, dia segera membuka pintu. Dia melangkah masuk mendekati sang komandan yang berdiri membelakanginya.Sang komandan berbalik. "Abraham Malik!" panggil Erick Sanjaya.Abraham Malik, 21 tahun. Dia memiliki perawakan ideal sebagai syarat masuk ke sekolah militer. Tingginya 185 cm dan berat badan 65 kg.Reflek, Abraham menjawab dengan lantang. "Siap, Komandan!" Dia menatap Erick. "Benarkah Anda memanggil saya?""Kamu sudah dua tahun mengikuti sekolah militer di sini. Kamu juga sudah mengikuti latihan pasukan khusus. Apa kamu puas dengan prestasi yang telah tercapai dalam satu tahun ini?""Maaf, Komandan. Meskipun saya mengikuti latihan pasukan khusus, tapi saya bergabung di pasukan ini baru satu tahun."Abraha
"Jakarta, aku datang!" Aldebaran Kellendra. Nama itu adalah identitas Abraham Malik yang baru. Pukul 06:20 pagi. Perjalanan dari Surabaya ke Jakarta hanya memakan waktu 1 jam lebih. Selama di perjalanan, Aldebaran tidak bisa memejamkan mata. Dia terus menerka-nerka kehidupan ibukota yang kata orang penuh warna.Pesawat sudah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Aldebaran berada di kabin kelas bisnis. Dia melepaskan sabuk pengaman. Lalu, meraih ponsel. Aldebaran merasa ada seseorang sedang memperhatikannya. Dengan ditunggangi rasa penasaran, dia pun menoleh ke sisi kiri. "Aduhai, cantik banget!" Aldebaran memekik terkejut. Seorang gadis berusia 18 tahun menatapnya. Jantung Aldebaran berdebar kencang. Tanpa disadari, Aldebaran menyebutkan ciri-ciri fisik si gadis. "Bola mata dan rambut panjang berwarna coklat. Hidung mancung dan kulitnya putih banget. Dia tinggi dan ramping."Selama 3 tahun berada di tempat pelatihan militer, Aldebaran belum pernah melihat gadis canti
Wajah Aldebaran masam. Dia melihat Ahmed membuang ludah di sampingnya. Aldebaran mengepalkan kedua tangan kuat-kuat. Dia hendak meraih leher satpam, tetapi niatnya terhalang setelah mendengar seseorang berteriak. Muncul pria jangkung dari dalam rumah. "Udin!" panggil si pria jangkung. "Apaan?" sahut Ahmed. "Ganggu aja!"Si pria jangkung mendekati Ahmed. "Tamu penting Tuan Besar udah dateng belum?" Ahmed mulai mencurigai Aldebaran. "Namanya siapa? Dari tadi nggak ada tamu yang dateng.""Kalau nggak salah, namanya Aldebaran Kellendra," sahut si jangkung. Ahmed tercengang. "Hah?!"Kedua mata Ahmed mengarah kepada Aldebaran. Pria jangkung pun mengikuti arah pandang Ahmed dan dia mengerti. Aldebaran yakin, Ahmed sudah tahu identitasnya sebagai tamu penting Adi Wijaya. Jangkung mendekati Aldebaran. "Apa kamu Aldebaran Kellendra?""Iya," jawab Aldebaran, santai."Ayo cepat ikuti saya! Tuan Besar Adi udah nunggu kamu dari tadi pagi."Aldebaran tidak banyak berbicara. Dia menyeringai p
Brak!Adi menggebrak meja. Dia meletakkan kedua tangan di atas meja dengan alis yang semakin menegang. Emosi di matanya terlihat rumit "Kurang ajar!" pekik Adi. Dia melemparkan pandangan kepada dua bodyguard. Aldebaran dan Ron baru saja keluar dari ruang kerja Adi. Mereka bisa mendengar kemarahan Adi. Ron memandangi Aldebaran dengan aneh. "Tadi kamu ngomong apa sama Tuan Adi? Kok dia jadi marah kayak gitu?""Nggak ada," jawab Aldebaran, santai. Tanpa terlihat Ron, Aldebaran tersenyum sinis. Dia sedang mengungkapkan sifat asli Adi Wijaya yang sedang menyembunyikan sesuatu.Mereka terus berjalan menyusuri lorong. Teriakan Adi masih terngiang di telinga Ron.Ron berseru dengan ekspresi serius, "Jangan main api sama Tuan Adi dan keluarganya!"Aldebaran menghela napas berat. "Nggak akan, Ron."Ron berhenti di depan lukisan yang tadi diperhatikan Aldebaran. "Lukisan inikah yang kamu maksud tadi?" tanyanya, penasaran."Iya," sahut Aldebaran. "Kedua lukisan ini cuma ada satu di dunia dan
"Kamu sering pergi ke tempat kayak gini, Ron!" tanya Aldebaran.Aldebaran dan Ron masuk ke klub malam Jenja. Aldebaran dengan wajah tampan dan sorot mata tajam. Ron, pria jangkung dengan kulit sawo matang. Dia selalu tersenyum dan wajahnya biasa-biasa saja. "Ini tempat terbaik melepas stres." Ron menjawab dengan santai. "Halo, ladies!"Ron mulai menggoda beberapa wanita. Dia melirik Aldebaran yang mengikutinya dari belakang.Raut wajah Aldebaran masam. Dia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 10.00 malam waktu Jakarta. Aldebaran berkata dengan malas, "Buatku, ini tempat teraneh yang pernah aku datengin."Ron tertawa. "Hahahaha! Kamu bakalan suka sama tempat ini. Karena di sini banyak cewek cakep dan seksi. Sesekali cari cewek sana! Di tempat pelatihan militer dulu kan nggak ada cewek."Kedua mata Aldebaran mencoba menyesuaikan dengan lampu sorot yang berputar. Telinganya terasa sakit mendengar suara bising musik yang sedang dimainkan oleh seorang DJ wanita.Kedua mata Aldeba
Aldebaran melihat Abbas duduk dan berbincang dengan Natalia yang berada di sisi kirinya. Sesekali, Abbas merangkulnya sambil meraba pinggul indah Natalia."Dasar pria brengsek!" Tidak heran Aldebaran mengeluarkan kata-kata makian dari mulutnya dan sesekali meludah karena emosi yang tidak stabil."Wanita macam apa yang diraba-raba pria tua kayak abbas hanya diam bahkan tersenyum, selain natalia?"Semua orang memberikan aplaus dan Abbas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menaiki altar untuk memberikan ceramah keagamaan yang di dalamnya tertanam ajaran-ajaran bersifat komunis. Hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa Abbas penganut sistem komunis dan dia sedang mencari pengikut sebanyak-banyaknya.Dor! Sebuah amunisi meluncur dari sarangnya terbang bebas di udara menuju targetnya."Go to hell, Mr. Abbas!" teriak Aldebaranketika melepaskan amunisi dengan sempurna.Aldebaran masih memantau terbangnya amunisi yang sudah dilepaskannya."Dengan perhitungan jarak dan kecepatan a
"Di sini, Mr. King. Selesai misi, kembalilah lagi ke sini! Dan ingat, Nona Natalia berada di St Antonius Padua Church sebagai tamu kehormatan keluarga Jasper!"Aldebaran terkejut mengetahui hal itu. 'Jadi, apa maksud Natalia menjadi mata-mata seperti ini?' pikir Aldebaran sambil memandang kosong ke depan."Mr. King, pergilah sekarang! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi karena penjagaan akan segera ditingkatkan!""Bukankah Max mengambil alih untuk menjaga keamanan di sekitar sini?" Aldebaran bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."Saya lebih tahu daripada Anda. Tingkatkan kewaspadaan Anda dan jangan banyak bertanya!" bentak Rob sambil menatap tajam Aldebaran."Oke, saya pergi."Brak!Aldebaran menutup pintu mobil.Tidak lama, jeep yang mengantar Aldebaran sampai di lokasi. Setelah keluar dari mobil, Aldebaran berjalan cepat menuju gedung tua yang terletak dua blok dari lokasi target.Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki milik seorang sniper bayaran asal Indonesia sedang menaiki
Aldebaran dan Heidy sudah berada di Midpoint Restaurant. Bukan hanya menu makanannya yang bervariasi, namun pilihan tempat outdoor dan indoor yang menyesuaikan dengan musim merupakan salah satu fasilitas yang ditawarkan di restoran ini. Heidy memilih untuk menikmati makan malamnya bersama Aldebaran di luar ruangan sambil menikmati pemandangan malam.Sebelum makan, Heidy mengajak Aldebaran untuk foto bersama."Aku nggak suka foto, Heidy ...." Aldebaran mencoba menahan tangan Heidy. Tapi, ternyata tenaganya sama kuatnya seperti Zoya. "Sebentar doang, kok!" pinta Heidy.Mau tidak mau, Aldebaran menurutinya. Mereka berfoto beberapa kali. "Sekarang, ayo makan!" ajak Heidy. ***Setelah makan malam, mereka kembali ke hotel. Aldebaran membukakan pintu kamarnya. Dia melepaskan membantu Heidy melepaskan mantel, lalu mereka duduk di pinggir ranjang. "Apakah kamu juga bersikap seperti ini pada mantan pacarmu?" tanya Aldebaran, menggoda Heidy. Dia duduk di sisi Heidy."Memangnya kenapa?" H
Aldebaran terkejut. Dia membalas pesan Nico dengan cepat.Aldebaran: Zoya kenapa? Ngomong yang jelas!Nico: Sebaiknya kamu cepat pulang dan temui Zoya! Dia menjadi seorang gadis yang menyendiri sejak Ezra berniat ingin menodainya.Aldebaran: Serius? Kamu nggak bohong?Nico: Iya, Bos.Aldebaran: Pantau terus keadaan Zoya dan laporin kalo ada yang mencurigakan!Nico: Oke, Bos.Aldebaran semakin merasa bersalah pada Zoya. "Nggak seharusnya aku nolak jaga dia saat itu!"Aldebaran membuka pakaiannya. "Setelah misi selesai, aku akan pulang ke Jakarta secepatnya!"Aldebaran merebahkan dirinya di tempat tidur. Karena kurang istirahat, dia merasakan pusing yang luar biasa."Sebenarnya apa Zoya kenapa?" Aldebaran membuka dan membaca berita online di ponselnya hingga akhirnya tertidur pulas dengan menggenggam ponsel.Setelah tertidur selama 3 jam, kini Aldebaran sudah berdiri di depan pintu kamar hotel Heidy. Dia sangat gelisah. Aldebaran menekan bel dan menunggu lama, tapi Heidy tidak membuka
Aldebaran memasang petunjuk arah menuju St Antonius Padua Church di ponselnya. Dia melangkah sambil menghapal jalan."Jalan Istiklal ini hampir mirip, banyaknya pertokoan di sini membuatku ingin pergi mencari barang-barang." Aldebaran terus berjalan. Dia menemukan satu toko perhiasan. Lalu berhenti sebentar di depanny."Welcome to Altinbas!" seru seorang penjaga perhiasan tersebut dengan ramah.Aldebaran tersenyum tipis. Dia melihat-lihat berbagai macam perhiasan yang ada di toko."Apa yang Anda cari, Tuan?""Aku ingin lihat perhiasan yang inj!" Aldebaran menunjuk satu pasang cincin pertunangan unik yang terpajang di etalase."Baik, ini barangnya. Silakan, Tuan!"Aldebaran mencoba cincin di jarinya. Dia tidak punya pacar ataupun tunangan. Tapi, dia sangat ingin memiliki sepasang cincin ini. Cincin yang terinspirasi dari kekaisaran Ustamani dengan sentuhan gotik ini menampilkan motif bunga tulip yang menjadi motif tradisional bangsa ini. "Ok, bungkus cincin ini."Setelah membayar,
"Mari sarapan!" ajak Rob. "Anda duluan saja!""Tapi, Nona Natalia sudah menunggu Anda," ujar Rob, mencoba membujuk Aldebaran agar menuruti perkataannya.Aldebaran berkata tegas, "Tidak! Silakan Anda duluan. Katakan pada Nona Natalia, saya tidak bisa bergabung bersama kalian!""Mengapa? Apa kamu membawa masuk gadis baru lagi?" Terdengar suara Natalia. Aldebaran melihat Natalia berdiri di dekat lift sambil bersedekap."Maaf, itu bukan urusan Anda, Nona."Aldebaran berusaha untuk tidak terpengaruh oleh ucapan Natalia. "Saya akan sarapan sendiri dan hubungi saya jika kita akan mulai menjalankan misi!" seruAldebaran. "Tapi menurut pengintaian saya, misi akan dilaksanakan di hari Rabu.""Dari mana Anda mengetahuinya, Tuan King?" tanya Rob."Sebaiknya Anda bertanya pada Tuan Max! Saya permisi." Aldebaran undur diri. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Natalia.Brakk! Aldebaran menutup pintu kamarnya dengan pelan agar Heidy tidak terbangun. Dia berjalan sambil membuka satu persatu
"Aku nggak bisa tidur. Aku berniat mau ajak kamu ke Bar. Gimana?""Nggak perlu ke Bar kalo mau minum-minum," jawab Aldebaran. "Aku akan memesannya untuk kamu. Ayo masuk!"ajak Aldebaran sambil menarik tangan Heidy.Heidy hanya bisa menuruti kemauan Aldebaran. "Well, ok. I'll follow you."Kini, mereka berdua berada di kamar dengan perasaan canggung."Maaf, kamarku berantakan," ujar Aldebaran sambil merapikan ujung-ujung sprei dan selimut."Kamar di hotel ini memang nggak luas tapi desain interiornya sangat indah," ungkap Heidy."Aku memilih hotel ini karena lebih dekat ke Penanda Taksim Square," ujar Aldebaran berbohong demi menutupi identitasnya. "Apa yang mau kamu minum?""Apa saja yang kadar alkoholnya rendah," jawab Heidy. Dia membuka mantel yang menutupi tubuhnya."Oke," jawab Aldebaran. Lalu dia meraih gagang telepon yang berada di kamarnya danmemesan beberapa botol minuman beralkohol.'Astaga. Tubuh Heidy lebih menggoda daripada tubuh Natalia dan Shania!'Itulah yang saat ini Al
Aldebaran menyudahi mencuri dengar pembicaraan mereka. Setelah menghabiskan dua cangkir kopi, dia beranjak pergi dari sana."Rupanya Max adalah tangan kanan Abbas, si Kapten angkatan darat Turki!"Aldebaran berjalan kembali ke hotelnya sambil mengunyah permen karet.Aldebaran terkejut punggungnya ditepuk oleh seseorang. Dia menoleh dan melihat Heidy sedang berjalan membawa beberapa kantong plastik."Kamu?" Aldebaran heran saat bertemu lagi dengan wanita pemalu ini."Kamu habis belanja rupanya!""Hahaha, tidak. Semua ini adalah titipan.""Wait! Kau bisa bahasa Indonesia?""Hahaha ..." Heidy tertawa lagi. "Ya, karena di dalam darahku mengalir darah Indonesia!""Really?" "Yup! Ayahku berasal dari Edinburgh, Inggris dan ibuku berasal dari Jakarta, Indonesia," tutur Heidy.Aldebaran mengangguk. "That's great!" seru Aldebaran, takjub. "Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?""Aku tinggal di Jakarta. Kamu bagaimana?""Aku juga tinggal di sana," jawab Aldebaran. "Berikan beberapa tas belanja
Aldebaran menyeruput kopinya. Kopi, baginya, adalah denyut nadi kehidupan, tinta takdir yang mengalirkan inspirasi. Jemari Aldebaran yang lentik menari di atas permukaan dingin ponsel, membangkitkan ruh perekam suara, sebuah kotak kecil yang menyimpan gema intrik, agar dia dapat mendengar berulang kali rekaman suara kedua pria itu."Rob... Max..." desisnya lirih, bagai hembusan napas di tengah badai. "Bayangan mereka pun tak sudi menampakkan diri!" Mata Aldebaran menyipit, memindai setiap sudut kedai, sementara jemarinya terus menari di atas layar, membelai ikon kamera. Sebuah potret diri di tengah keheningan kedai kopi ini, itulah niatnya. Namun, getaran halus dari ponselnya membuyarkan lamunannya. Satu pesan singkat masuk. Carla : Kapan kamu pulang, Kells?Itu adalah pesan dari Carla! Dia tak menyangka, Carla membalas pesannya, meskipun sangat terlambat.Aldebaran segera mengetik pesan balasan untuk Carla.Aldebaran : Secepatnya.Hanya satu kata yang dapat Aldebaran pikirkan