Seorang gadis berjalan dengan sangat angkuh dan sesekali mengibas rambutnya ke belakang. Seluruh siswa menatap dirinya dengan bergidik ngeri. Ia adalah Hanum Aini dengan kedua temannya yang sudah mengikuti dari arah belakang.
Dengan tersenyum licik, Hanum masuk ke dalam kelas 11-AKS dan segera menarik kera seragam milik wanita yang terkenal dengan ketomboiannya itu. Ya, saat ini Hanum berhadapan dengan Naira yang acara makannya sudah terganggu oleh perbuatan Hanum.
“Ikut gue sekarang juga!” Hanum menyeret Naira dengan kasar. Tapi Naira langsung menepis tangan kotor milik Hanum dan langsung mencengkeram kera seragam milik gadis angkuh itu.
“Lepasin teman gue jalang!” Salah satu temannya tampak membela Hanum yang langsung tersenyum simpul. Naira yang melihatnya pun merasa jijik dan langsung meludah ke samping. Naira segera berjalan ke luar kelas karena tidak ingin berurusan dengan seorang gadis gila yang sudah bersta
Bersambung...
Pagi ini awan terlihat mendung seperti akan turun hujan. Gadis itu masih berdiri di sebuah halte bus yang akan menuju ke sekolahnya. Tapi bus yang sedang ditunggunya belum juga datang hingga sekarang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.40 WIB. Dia merasa sangat cemas, takut akan terlambat pergi ke sekolahnya. Tibda-tiba hujan turun dengan sangat derasnya, sehingga membasahi apapun yang mengenainya. Badannya mulai kedinginan dengan sesekali menggosok kedua telapak tangannya untuk menciptakan sensasi hangat. Tiba-tiba datanglah sebuah mobil ‘Marcedez Benz’ yang berjalan cukup kencang, sehingga rok di celana dan sepatunya hampir saja mengenai genangan air. Sangat menyebalkan dengan menyetir mobil tanpa melihat kondisi di sekelilingnya. Gadis itu ingin sekali melempar botol minuman yang sedang dipegangnya, namun pintu mobilnya sudah terbuka dan ke luar seorang lelaki dengan seragam yang sama. “Sepertinya kamu membu
Di luar sekolah terdengar suara kegaduhan dua orang lelaki yang sedang berkelahi. Ia adalah Dirga yang sedang memojokkan Gibran, sehingga sudut bibir lelaki itu ke luar darah oleh bekas hantaman tangan kekar Dirga yang sudah mengenai dirinya. Farrel ingin sekali memisahkan keduanya, tapi karena Dirga yang sedang di ujung tanduk, akhirnya ia memilih untuk mundur dan mencari keberadaan Naira. Lelaki itu sudah berlari ke segala arah tapi tidak menemukan keberadaan Naira. Entah di mana gadis itu berada sekarang. Bahkan Alisya pun tidak dapat menghubungi nomor Naira. Tangan Alisya gemetar hingga benda pipih yang digenggamannya terjatuh di atas ubin. “Kenapa, Sayang? Ada apa?” tanya Farrel dengan raut wajah yang sangat khawatir. “Ponsel Naira tidak dapat dihubungi, Rel, aku takut dia kenapa-kenapa di luar sana.” Lelaki itu laangsung meraih ponsel kekasihnya yang terjatuh dan segera memeluk tubuhnya
Seorang gadis sedang duduk terikat dengan kepala yang menunduk. Sudut bibirnya memar karena bekas tamparan dari lelaki yang saat ini tidak tahu keberadaannya. Ia membuka matanya dengan perlahan-lahan lalu menangis. Gadis itu sangat berharap sekali kepada kakak lelakinya supaya cepat ke sini dan menyelamatkan dirinya yang sudah muak dengan drama mereka. “Selamat pagi nona cantik.” Seorang lelaki datang dengan tersenyum licik. Ia membawa sebungkus nasi dan sebotol minuman yang berada di dalam kantong plastik. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke Naira yang refleks menjauhkan wajahnya. “Kenapa? Lo lapar ya?” tanya lelaki itu dengan licik. Bahkan lelaki itu berada di belakang tubuh Naira yang masih terikat. Tangannya meraba dengan sangat biadab di sana. Jika saja Naira dapat membuka talinya, mungkin lelaki itu sudah babak belur sekarang. “Mau ngomong apa hm?” Tambahnya dengan membuka kain yang tadinya menyumpal mul
Semua orang menyemangati kelas 12-AKS karena sedang mengikuti lomba basket yang diadakan di lapangan basket mereka. Hari ini adalah hari terakhir kelas 12-AKS akan mengikuti lomba karena setelah ini akan mempersiapkan wisuda. Dan ketua osis yang dahulunya dipimpin oleh Gibran Alandra sekarang beralih ke Alvalino. Mantan ketua osis sedang mencetak poin ketiga kalinya. Gibran terlihat sangat bersemangat karena Naira juga melihatnya di kursi kayu dengan teman-temannya yang lain. Farrel juga tidak mau kalah dengan menyuruh Gibran agar memberikan bola basket ke dirinya dan akhirnya Farrel berhasil mencetak poin dua kali. Gadis yang bersama Naira langsung berdiri dan bersorak bangga melihat kekasihnya sangat tampan. Terlebih lagi saat keringatnya bercucuran dengan baju basket berwarna merah dengan nomor punggung tujuh. Berbeda dengan Naira yang hanya melihat ke arah Gibran dengan malu-malu. Bahkan dirinya tidak menyemangati Gibran karena meras
Saat ini sekolah mengadakan wisuda atas kelulusan kelas 12-AKS. Ya, Gibran dan Farrel hari ini akan lulus. Alisya juga akan menampilkan dance yang dipimpinnya di atas panggung pentas seni. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan pakaian yang sudah digunakannya. Tapi Farrel merasa sangat kesal karena menurutnya terlalu sexy. Terlebih lagi banyak lelaki mata keranjang yang sudah menatap kekasihnya dengan tatapan liar. Naira juga datang dengan duduk di samping Gibran yang sudah sangat rapi dengan kemeja putih dan jas hitam mahal miliknya. Naira datang dengan menggunakan pakaian yang telah dibelikan oleh Gibran. Bodycon dress berwarna merah itu sangat cocok dengan Naira, sehingga dirinya terlihat begitu cantik dan sexy sekarang. Apalagi dengan rambut yang sudah diatur oleh Alisya sejak pagi-pagi buta. Sejak pagi Alisya memang sudah memaksa Naira untuk menggunakan dress yang telah dibelikan oleh Gibran dan dirinya juga menawarkan diri untuk m
Sudah satu bulan berlalu setelah Gibran dan Farrel wisuda. Saat ini Naira dan Alisya harus berangkat sekolah seperti dahulu, hanya berdua dan tanpa adanya sang kekasih ketika di sekolah. Bahkan sosok nenek sihir seperti Hanum pun sudah tidak ada di sana. Ya, mereka sudah menginjak bangku kelas 12-AKS sekarang. Alvalino merasa bahagia selama ini, karena sudah tidak ada pengganggu seperti Gibran yang akan menghalanginya untuk berdekatan dengan Naira. Pelajaran sudah dimulai sejak dua jam yang lalu. Tapi Alisya malah melamun dengan memainkan pensilnya di atas meja. Bahkan Naira juga menyanggah kepalanya dengan tangan kiri dan memandang kosong ke papan tulis yang sudah penuh dengan coretan. Lelaki yang berada di samping Naira langsung mendekat dan berkata, “Tanpa dia di sekolah juga harus tetap semangat dong, Nai.” “Iya nggak, Sya?” Tambah Alvalino lalu terkejut melihat Alisya yang juga sedang melamun seperti Naira. Lelaki itu menggaruk kepa
Seorang gadis tengah duduk dengan menundukkan kepala yang sudah disembunyikan di kedua tangannya. Ia terlihat sangat resah hari ini. Bahkan Alisya yang sedang bercerita panjang lebar mengenai hubungannya dengan Farrel pun Naira malah terdiam saja dan belum juga memberikan tanggapan apa pun. Pikirannya masih tertuju pada kejadian waktu Gibran tertawa bersama gadis cantik di dalam mobil ketika pulang sekolah kemarin. Untungnya ada Alvalino yang menemaninya saat itu, jika tidak mungkin Naira sudah menangis dan langsung pergi dari sana. Sekuat apa pun seorang gadis masih memiliki sebuah titik lemah. Ya, gadis akan mampu bertahan jika memendam perasaannya sampai kapan pun, tapi tidak akan kuat jika melihat seorang lelaki yang dicintainya bersama dengan gadis lain. Apalagi dengan menampakkan senyuman yang terlihat sangat bahagia seperti kemarin. Tiba-tiba air matanya menetes dengan sendirinya tanpa permisi dan berhasil membuat Alisya yang sedang berbicara langsung m
Seorang gadis tengah duduk di sebuah kolam ikan yang penuh dengan ikan koi mahal. Gadis itu sangat bosan karena menunggu kakak lelakinya yang tak kunjung pulang ke rumah. Padahal sekarang sudah pukul 23.15 WIB tapi kakak lelakinya mungkin masih sibuk dengan pekerjaannya yang sangat membosankan. Ia bangkit dan beranjak ke ruang tamu untuk merebahkan tubuhnya ke atas kursi yang sangat empuk. Ia meraih ponselnya mencoba untuk mengecek isi ponselnya karena takut adanya pesan dari sang kekasih yang belum dibalas. Naira sudah mengirimkan banyak sekali sebuah pesan tapi ternyata belum ada balasan apa pun dari seorang Gibran Alandra. Ia menghembuskan napasnya dengan kasar dan langsung meletakkan ponselnya ke sembarang tempat. Tiba-tiba benda pipih itu berbunyi selama tiga kali dan Naira langsung bergerak cepat untuk meraih ponselnya. Gadis itu memperbaiki posisinya dan segera duduk dengan posisi kedua kaki yang sudah diangkatnya ke atas kursi. T
Kedua gadis itu menyibukkan dirinya di salon. Naira yang tidak terbiasa pergi ke salon hanya mampu menurut oleh perkataan Alisya yang akan mengatur semuanya mulai dari gaun, make up, sampai gaya rambut yang sedang dikerjakan oleh pemilik salon. Alisya terlihat sangat akrab dengan pemilik salon itu, mungkin saja karena Alisya yang sering pergi ke sini dan menjadi pelanggan tetap.Pemilik salon itu sibuk memotong sedikit rambut Naira. Berbeda dengan Alisya yang sibuk menelpon seseorang. Saat Naira melirik Alisya melalui kaca, ia malah menatapnya dengan tersenyum licik. Entah apa yang sedang direncanakannya malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB dan Naira sudah merasa lelah. Mungkin jika nanti rambutnya di creambath ia akan tertidur sebentar karena masih ada waktu selama tiga jam.Sudah dua jam telah berlalu dan Naira sudah terlihat sangat cantik dengan gaya rambutnya yang baru. Gaya rambut yang sangat pas untuk dipamerkan kepada semua orang ketika sampai di sekolah. Siapa yang
Hari yang sudah ditunggu-tunggu telah tiba. Ujian telah selesai dan waktunya para murid kelas 12-AKS bersantai di ruang kelasnya masing-masing. Seharian ini full dengan jam kosong. Mereka bertiga sibuk bermain kartu ‘Truth Or Dare’ dengan Alvalino yang saat ini sedang meneria tantangan dari Naira. Gadis itu menyuruh Alvalino menggunakan lipstiknya Alisya di kelopak mata dan juga bibirnya. Siapa pun murid yang melihat Alvalino seperti itu langsung tertawa terbahak-bahak. Karena wajahnya terlihat sangat cantik. Bahkan Alisya dan Naira kalah cantik sekarang. Sial, bisa-bisanya seorang lelaki mendahului kecantikan seorang gadis. Alisya melirik tajam ke arah Alvalino karena merasa iri dan gagal menjadi gadis cantik. “BATU, KERTAS, GUNTING!” Mereka semua serempak berteriak. Yang kalah sekarang adalah Naira lalu memilih ‘Dare.’ Saat gadis itu membuka kartu ia langsung mendelik karena di sana sudah tertulis ‘Peluk seseorang yang berada di sampin
Naira sedang bersantai di dekat kolam ikan dengan memejamkan matanya dan duduk di sebuah kursi. Hari ini sudah hari minggu dan ia merasa sangat bosan. Terlebih lagi ucapan dari papanya Gibran selalu mengganggu isi pikirannya. Hal itu membuat Naira sangat ingin tahu isi di dalam paket yang sedang dikirim padanya. Semoga saja bukan bom, pikir Naira. Suasana di pagi ini sangatlah mendukung dengan Naira yang sudah mandi tentunya. Hal yang sangat jarang terjadi ketika gadis itu mandi di hari libur, bukan? Yang merubahnya seperti ini adalah Gibran Alandra yang selalu menyuruhnya untuk mandi walaupun di hari libur sekali pun. Maka dari itu, Naira sudah terbiasa dengan yang namanya mandi pagi di saat hari libur. “Neng? Ayo sarapan dulu!” Kakak lelakinya berteriak dan selalu saja mengganggu ketenangan Naira. Gadis itu hanya terdiam sejenak lalu berkata, “Gue nanti aja, Bang!” Dirga langsung tidak berselera makan ketika mend
Seluruh murid tampak sibuk belajar di bangkunya masing-masing. Bahkan Naira yang tak ingin kalah pun belajar sangat giat kemarin malam. Sampai rambutnya terlihat acak-acakan seperti orang gila yang kabur dari RSJ. Alvalino yang baru saja datang dan langsung duduk di samping Naira pun tertawa terbahak-bahak melihat wajah Naira yang sangat lesu. Alisya datang dengan bersenandung ria lalu berjalan tanpa memperdulikan Naira dan Alvalino yang masih saja tertawa. Saat Naira mulai kesal, ia menggebrak mejanya yang membuat Alisya langsung terkejut dan menghentikan langkah kakinya. Hal itu membuat Alisya segera menoleh ke arah Naira untuk memarahinya habis-habisan. Tapi ia malah tertawa terbahak-bahak karena rambut Naira yang terlihat sangat kacau hari ini. “Rambut lo kenapa kusut banget sih, Ra?” tanya Alisya lalu tertawa kembali. Naira tidak memperdulikan pertanyaan itu lalu bangkit dari tempat duduknya untuk segera pergi dari sana. Padahal jam
Sudah dua minggu berlalu Gibran Alandra meninggalkan semua orang. Hari-hari Naira sangat membosankan. Tapi untungnya ia memiliki Alvalino dan Alisya yang selalu siap menemaninya kapan saja. Jujur saja, Naira masih tertekan atas pengakuan Gibran waktu itu, tapi ia juga tidak ingin terus-menerus terlarut ke dalam kesedihan. Seorang gadis duduk di gazebo dengan membuka novel tebal yang sudah lama sekali tidak dibacanya. Dengan sebotol air mineral dan juga ponsel yang tergeletak dengan earphone yang sudah tersambung. Ia sangat menikmati dentuman suara music yang sedang diputarnya melalui ponsel. Lelaki datang dan mendekat ke arah gadis itu untuk mengacaukan semuanya. Bahkan lelaki itu mencabut kabel earphone yang tadinya tersambung di ponsel Naira. Gadis itu langsung kesal karena ketenangannya diganggu terus-menerus. Jika sekarang Alvalino, mungkin saja nanti berganti jadi Alisya yang mengganggunya. “Lagi baca apa sih,
Sudah satu jam setelah Naira melakukan check-in. Saat ini ia sudah di waiting room dengan Alisya yang sudah berada di sampingnya. Tapi anehnya sudah ada Alvalino yang juga ikut karena dipaksa oleh kakak lelakinya. Ia tidak ingin adiknya mengalami hal nuruk di negara orang lain. Maka dari itu, Dirga sudah menyiapkan semua keperluan mereka bertiga sebelum berangkat. “Naira?” panggil Alvalino yang sudah duduk di samping Naira. Gadis itu langsung menoleh ke arah Alvalino yang sudah terlihat begitu grogi dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. “Ehem! Ehem!” Alisya mengacaukan suasana dengan pura-pura batuk. Mungkin ia merasa iri karena kekasihnya tidak berada di sampingnya sekarang. Lebih tepatnya sudah berada di Paris dengan Gibran yang sedang terbaring di rumah sakit. Naira menatap kosong ke depan dengan pikiran yang sudah tidak beraturan. Ia sangat ingin tahu apa yang sudah terjadi pada Gibran. Apalagi sa
Dirga berjalan dengan nampan yang sudah disiapkan sebelumnya oleh asisten rumah tangganya. Di atas nampan sudah terdapat semangkuk bubur ayam dan segelas susu rasa coklat kesukaan Naira. Lelaki itu berdiri di depan kamar Naira dengan sesekali mengetuk pintu kamar adiknya yang masih tertutup sejak satu bulan ini. Belum ada yang dapat menghiburnya sekarang. Lebih tepatnya tidak ada yang menghibur karena dirinya sudah kehilangan sang mood booster. Satu bulan yang lalu setelah Dirga mengertahui adiknya pulang dalam keadaan mata sembab, dari sana lah lelaki itu sudah dipenuhi oleh rasa emosinya yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Tidak perduli sedang malam, Dirga sudah bergegas pergi saat itu untuk mencari keberadaan Gibran Alandra. Dipukulnya lelaki itu sampai babak belur, sehingga tidak dapat berjalan. Bahkan sampai kaki dan hidungnya patah. Tidak ada satu orang pun yang dapat menghentikan Dirga. Bahkan adiknya saja sangat kewalahan k
Dua sahabat itu sedang berjalan di mall yang tempatnya tidak begitu jauh dari rumah Naira. Bahkan kakak lelakinya juga sudah memberikan izin dengan syarat kalau Naira tidak boleh pulang melebihi dari jam 21.30 WIB. Sifatnya yang posesif tidak juga memudar dari dahulu. Bahkan sebelum diizinkan ke mall, Naira sempat bertengkar dengan kakak lelakinya. Karena sebuah kesepakatan yang dibuat oleh kakaknya antara ‘kakaknya tetap posesif’ atau ‘mendiamkan Naira.’ Hal itu membuat Naira langsung mengalah dengan kakaknya yang sudah tersenyum licik. Alisya menggandeng tangan sahabatnya ke tempat photo box. Karena Naira sangat susah ketika diajak berfoto. Maka dari itu, tanpa adanya basa-basi Naira langsung mengiyakan ajakan menyebalkan dari sahabatnya itu. Setelah selesai berfoto, Alisya terlihat sangat bahagia ketika melihat hasil fotonya yang sudah ke luar. Sebuah senyuman yang tadinya terlihat dari bibir Alisya pun memudar setelah melihat foto me
Suasana di ruang kelas terlihat ramai dan Naira segera duduk di kursi yang tempatnya berada di depan bangku Alisya. Ada sekumpulan murid yang sedang berbincang dengan temannya yang lain. Alisya yang baru masuk langsung berjalan dan mendekat ke arah Naira dengan senyuman yang sudah mengembang. “Selamat pagi, Ra!” Gadis itu berteriak dengan suaranya yang sangat menyebalkan, sehingga membuat murid-murid langsung melirik ke arahnya dengan tatapan yang terlihat sinis. Maklum, karena masih pagi dan Alisya sudah berteriak dengan suaranya yang cempreng seperti toa masjid. Kemudian seorang lelaki datang dan langsung duduk di belakang Naira. Ia melalui Naira begitu saja seperti tidak mengenalnya sama sekali. Hal itu membuat Naira merasa kebingungan. Bahkan Alvalino sudah memberikan kode pada Alisya supaya dirinya duduk di tempatnya dan membiarkan Alisya duduk sebangku dengan Naira lagi. “Alva?” panggil Naira yang membuat lan