“Pagi Alisya?”
Farrel mendekat dengan senyumnya yang manis. Pagi ini Alisya berdiam diri di taman sekolah. Gadis itu tampak bosan karena sahabatnya yang belum juga ke luar dari rumah sakit. Jika saja Alisya memaksa untuk mengantarkannya waktu itu, mungkin Naira tidak akan sampai terbaring di rumah sakit sekarang.
“Kamu mikirin Naira, ya?” tanya Farrel lagi karena sapaannya tidak kunjung dijawab. Alisya masih saja terdiam tidak menghiraukan ucapan Farrel. Ia sibuk mengoperasikan ponselnya dengan memasang earphone di kedua telinganya.
“Alisya!” teriak Farrel yang membuat Alisya terkejut. Bahkan ponselnya pun terjatuh ke tanah. “Ih! Kamu kenapa teriak sih!” Alisya berteriak dengan kening yang mengerut. Ia sangat kesal, karena hampir saja ponselnya masuk ke saluran pembuangan air.
“Iya, iya maaf,” kata Farrel dengan menyatukan tangannya.
“Untung aja HP-nya nggak masuk ke situ,&r
Bersambung...
Tidak terasa sudah banyak hari yang terlewati, bahkan tahun sudah berganti. Saat ini Naira dan Alisya sudah menginjak bangku kelas sebelas SMK. Tahun di mana dirinya akan sangat sibuk mempersiapkan diri dengan banyak belajar karena akan dilakukannya praktik kerja industri di rumah sakit. Tanpa adanya Gibran yang akan menemaninya tahun ini. Entah kapan dirinya akan kembali.Saat ini Naira dan Alisya berada dalam kelas. Naira sedang asik membaca novel best seller keluaran terbaru. Berbeda dengan Alisya, ia sibuk dengan pacar barunya, yaitu Farrel yang saat ini duduk di sampingnya. "Pacaran jangan di kelas woi!" sindir Naira dengan berteriak. Mereka sangat berisik dan tentunya mengganggu aktivitas Naira yang sedang membaca novel."Syirik aja lo jomblo," ujar Farrel."Mending jomblo daripada pacaran nggak ngasih PJ."Jleb!Mereka berdua terdiam lalu menoleh ke arah Naira. Mungkin merasakan sindiran dari perkataan Naira. Memang benar y
"Naira pulang!" teriaknya setelah masuk ke dalam rumah. Gadis itu menyandarkan badannya ke kursi tamu dan memejamkan mata. Ia sangat lelah, apalagi di jalan sangat macet."Capek, ya?" Naira mengerutkan keningnya setelah mendengar suara yang tak asing lagi baginya. Perlahan Naira membuka matanya dan menoleh ke sumber suara tadi. Naira refleks melotot dan langsung berdiri dari tempat duduknya. Gadis itu sangat tidak percaya dan langsung berlari ke sumber suara tadi. Gadis itu memeluk Gibran dengan sangat erat dan air matanya menetes di kedua pipinya."Kenapa, Nai? Kok nangis sih, kangen, ya?" tanya Gibran dengan kening yang berkerut. Sudah tahu rindu masih saja bertanya. Dasar lelaki menyebalkan, pikir Naira.Bugh!"Kangen lah bodoh, pakai nanya lagi," kata Naira dengan memukul dada bidang Gibran. "Aku juga kangen sama kamu tahu! Masa dari semester satu aku pergi nggak pernah ketemu kamu lagi sampai sekarang kamu udah kelas sebelas, hehe.” Gi
Seluruh murid bersorak senang, sehingga suaranya bergema seantreo. Yang menyebabkan kegaduhan adalah lelaki yang pernah menjadi incaran banyak siswi. Gibran Alandra, kembali di sekolah SMK Kesehatan karena tidak betah di Paris. Bahkan seorang Hanum yang tadinya sibuk merapikan rambutnya pun langsung menoleh dan berjalan mendekat. Mungkin dirinya rindu dengan sang mantan."Waduh! Suami gue balik lagi, pasti kangen sama gue tuh.""Sialan! Makin ganteng aja si Gibran.""Kayaknya dia ke sini demi gue deh, ya ampun demi gue nggak tuh?""Alhamdulillah! Populasi cogan gagal musnah!"Gibran terlihat sangat risih setelah mendengarkan suara-suara yang terdengar di telinganya. Tidak hanya itu, bahkan sebagian siswi mendatanginya untuk bersalaman dan mengucapkan kata rindu. Jijik, sayangnya Gibran tidak menyimpan rindu untuk kalian semua kecuali dengan Naira dan Farrel."Kayak artis aja gue jejeran sama lo," kata Farr
"Nanti Naira pulang sama gue, lo adik kelas minggir aja sana!"Gibran dan Alvalino berdebat di kantin sekolah. Farrel kewalahan untuk menjauhkan mereka berdua yang hampir saja saling pukul. Alisya malah menikmati perkelahian mereka dan tidak membantu kekasihnya yang tengah kewalahan. "Dulu aja nyakitin, sekarang ada yang ngedekatin Naira malah marah-marah, cowok aneh." Alisya berkata dengan sesekali menyesap minumannya."Emang Adik kelas nggak boleh dekatin Naira hah?!" tanya Alvalino dengan berteriak pada Gibran. Gibran yang tidak suka akan ucapannya Alvalino langsung langsung mendekat dengan tangan yang mengepal.Bugh!"Rasain tuh bangsat!" seru Gibran dengan merapikan rambutnya yang berantakan. Ia sudah sangat muak dengan sikap Alvalino yang sangat tengil, pikirnya."Gibran! Apa-apaan sih lo main pukul sembarangan!" Naira berjalan dengan berteriak karena ulah Gibran yang kelewatan. Alisya yang tadinya diam juga ikut memarahi Gibran. "Lo
Suara ber terdengar sangat nyaring berkali-kali. Naira merasa sangat risih karena sedang sibuk membaca novel best seller. Ia langsung mengatur posisinya dari berbaring ke duduk. “Masuk lo! Nggak usah tang ting tung segala!” Naira berteriak dengan mengikuti nada suara bel rumahnya. Gadis itu melanjutkan aktivitasnya kembali dengan berbaring di kursi berkulit cokelat."Selamat sore cantik?" Tiba-tiba suara yang tak asing pun terdengar, Naira segera berdiri dan melihat ke sumber suara. Ia pikir yang memencet bel adalah Alisya, karena kebetulan sekali tadinya Alisya menelpon akan main ke rumahnya. "Duh, salah ngebacot gue," ucapnya dalam hati."Selamat sore cantik?" ucapnya lagi karena belum juga dijawab oleh Naira."S...Sore, lo ngapain ke sini?" tanya Naira dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Ia malu, sangat malu tentunya."Kangen aja."Blush!Pipi Naira langsung memerah karena Gibran tela
Naira berjalan menuju kelas dengan senyum yang mengembang. Bahkan dirinya tidak menghiraukan seseorang di sekitar yang mungkin akan menganggapnya sudah tidak waras karena senyam-senyum sendiri sejak tadi. Alisya yang sedang duduk langsung memicingkan matanya menatap Naira. Ia berkata, “Kenapa lo, Ra? Lo sehat kan, Ra?” Dengan menempelkan punggung tangan ke dahi Naira.“Apaan sih lo, Sya! Gue sehat kok, kalau nggak sehat ngapain gue sekolah?” ucap Naira dengan mengalihkan pandangannya. Ia tersenyum lagi.“Naira?” panggil Alvalino yang juga curiga dengan sikap aneh Naira.“Apa, Alva?” jawab Naira. Alvalino langsung mengerutkan keningnya terheran-heran. Sangat kebetulan sekali Nair menjawab panggilannya dengan sangat ramah seperti itu.“Kamu kenapa, Naira?” tanya Alvalino.“Nggak kenapa-kenapa kok, hehe.”Kriingg! Kriingg!Suara bel masuk berbunyi menandakan
Seorang gadis berjalan dengan sangat angkuh dan sesekali mengibas rambutnya ke belakang. Seluruh siswa menatap dirinya dengan bergidik ngeri. Ia adalah Hanum Aini dengan kedua temannya yang sudah mengikuti dari arah belakang. Dengan tersenyum licik, Hanum masuk ke dalam kelas 11-AKS dan segera menarik kera seragam milik wanita yang terkenal dengan ketomboiannya itu. Ya, saat ini Hanum berhadapan dengan Naira yang acara makannya sudah terganggu oleh perbuatan Hanum. “Ikut gue sekarang juga!” Hanum menyeret Naira dengan kasar. Tapi Naira langsung menepis tangan kotor milik Hanum dan langsung mencengkeram kera seragam milik gadis angkuh itu. “Lepasin teman gue jalang!” Salah satu temannya tampak membela Hanum yang langsung tersenyum simpul. Naira yang melihatnya pun merasa jijik dan langsung meludah ke samping. Naira segera berjalan ke luar kelas karena tidak ingin berurusan dengan seorang gadis gila yang sudah bersta
Pagi ini awan terlihat mendung seperti akan turun hujan. Gadis itu masih berdiri di sebuah halte bus yang akan menuju ke sekolahnya. Tapi bus yang sedang ditunggunya belum juga datang hingga sekarang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 06.40 WIB. Dia merasa sangat cemas, takut akan terlambat pergi ke sekolahnya. Tibda-tiba hujan turun dengan sangat derasnya, sehingga membasahi apapun yang mengenainya. Badannya mulai kedinginan dengan sesekali menggosok kedua telapak tangannya untuk menciptakan sensasi hangat. Tiba-tiba datanglah sebuah mobil ‘Marcedez Benz’ yang berjalan cukup kencang, sehingga rok di celana dan sepatunya hampir saja mengenai genangan air. Sangat menyebalkan dengan menyetir mobil tanpa melihat kondisi di sekelilingnya. Gadis itu ingin sekali melempar botol minuman yang sedang dipegangnya, namun pintu mobilnya sudah terbuka dan ke luar seorang lelaki dengan seragam yang sama. “Sepertinya kamu membu