author-banner
Mariah Siti
Mariah Siti
Author

Novels by Mariah Siti

Wasiat Turun Ranjang

Wasiat Turun Ranjang

Disaat teman-temannya begitu menikmati masa remajanya. Lain halnya dengan Dahayu, ia harus mengorbankan masa-masa remajanya dengan memenuhi wasiat dari sang Bibi yang mengharuskan bersedia dinikahi oleh suaminya. Apakah Dahayu akan bersedia dinikahi Pamannya? Ataukah ia akan pergi mencari kebahagiaannya sendiri dan mencampakkan wasiat yang harus menikah dengan Pamannya sendiri?
Read
Chapter: Turun Ranjang 9
Sebagai pria yang mempunyai bakat penulis, ia juga harus bisa menjadi seseorang yang ramah untuk bisa menarik hati para pembaca. Setelah membalas komentaran dari Dahayu, Mughni langsung membuka kamera tersembunyi yang sempat tertunda. Mughni mengepalkan telapak tangannya hingga terlihat urat jarinya. Nafasnya begitu memburu. Ia menggebrak meja dengan kilatan amarah terlihat dari sorot mata tajamnya. "Sialan!" Mughni berusaha untuk tetap tenang meski ingin berteriak memaki orang yang terlihat di kamera tersebut. Ia harus tahu kenapa orang itu tega melakukannya kepada sang istri yang sudah menganggapnya orang yang sangat dipercayainya. Mughni teringat dengan wajah sang istri yang selalu bersamanya. Mughni tidak menyangka. Orang yang ia percayai adalah orang yang pertama menghancurkan kebahagiaannya. Mughni bangkit dari duduknya. Kemudian keluar menuju kamar orang yang ia maksud. Ia butuh penjelasan kenapa orang itu melakukannya. Tok Tok! Hening.Tok Tok! Masih hening. Kam
Last Updated: 2024-04-25
Chapter: Wasiat Turun Ranjang 8
"Serangan jantung? Istri saya memang mempunyai penyakit jantung, Dok! Tetapi selama ini dia baik-baik saja meski dalam keadaan tubuhnya yang lumpuh," jelas Mughni. "Apa sebelum Bapak keluar dari kamar, Ibu Rahma dibiarkan sendiri?" Mughni mengangguk, "iya Dok, karena kebetulan ada kakak ipar saya di rumah yang sedang memasak." Dokter itu mengangguk, kemudian terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. "Apa ada kamera tersembunyi di kamar, Pak?" "Kebetulan ada, memangnya kenapa, Dok?" tanya Mughni penasaran. Dokter pun mengangguk, "belum tahu alasannya apa yang membuat istri napak kena serangan jantung. Coba Bapak lihat saja lewat kamera itu, barangkali ada petunjuk." "Baik Dok. Nanti saya akan cek." Setelah perbincangan itu Mughni kembali ke tempat dimana Rahma di baringkan. Ia melihat suami kakak iparnya masuk ke dalam ruangan. Mungkin baru saja datang setelah Dahayu memberitahunya. "Yang sabar!" Suami kakak iparnya itu menepuk bahu Mughni. Mencoba memberikan semangat at
Last Updated: 2024-04-24
Chapter: Wasiat Turun Ranjang 7
Drttt ... Drtt ... Mughni merasakan getaran ponselnya yang berada di dalam saku bajunya. Ia membiarkan panggilan itu hingga berhenti bergetar. Karena perjalanan menuju toko miliknya hanya tinggal beberapa langkah saja. "Dayu," gumam Mughni ketika melihat siapa yang meneleponnya. "Ada apa ya?" Karena rasa penasarannya. Mughni pun balik menghubungi Dahayu. "Hallo, Om!" "Ada apa, Yu?" "Om sudah sampai mana?!" "Ini baru sampai. Ada apa?" "Om, ini Tante pingsan! Dari tadi Ibu bangunin gak bangun-bangun. Kata Ibu, Om pulang dulu! Dayu takut Tante kenapa-napa," ucap Dahayu yang membuat Mughni mengernyitkan dahi. Karena baru saja sebelum berangkat ia melihat sang istri biasa saja. "Iya Yu, Om pulang sekarang!." "Hati-hati di jalan Om!" "Iya." Setelah mengakhiri panggilan dengan Dahayu. Mughni langsung masuk kembali ke dalam mobilnya meninggalkan toko tanpa bertemu dahulu dengan para karyawannya. Selama di perjalanan menuju rumah, Mughni terus berdo'a dan berharap semua ba
Last Updated: 2024-04-17
Chapter: Wasiat Turun Ranjang 6
"Oiya Bi, tadi Tante nyuruh aku untuk menelepon Ibu, katanya suruh ke sini. Tante pengen ketemu, padahal baru minggu kemarin Ibu kesini." "Bilangin saja, Neng! Kasihan. Dulu Bibi juga pernah punya saudara, beliau sering menyuruh Bibi untuk menemaninya, Padahal di rumah banyak Anak-anaknya yang ikut tinggal dengannya, akan tetapi beliau sering merasa kesepian. Tidak lama setelah itu beliau wafat." "Bibi, jangan nakut-nakutin Dayu!" Dayu mengerucutkan bibirnya. Bi Darsih tersenyum menanggapi Dahayu yang sedang kesal. "Bibi enggak nakutin kamu, tapi memang kaya gitu. Biasanya kalau orang itu tidak lama lagi hidup di dunia, ia akan selalu merasa kesepian atau sering melihat bayangan-bayangan orang yang sudah meninggal. Karena sebenarnya, 40 hari menjelang orang itu meninggal, di langit itu dia sudah menjadi mayit. Jadi, ruhnya bertemu dengan ruh-ruh orang yang sudah meninggal seperti keluarganya." "Kok, Dayu merinding ya Bi dengarnya!" Bi Darsih merangkul Dahayu yang bergidik nger
Last Updated: 2024-04-14
Chapter: Wasiat Turun Ranjang 5
Mendengar suara Mughni yang terlihat kaget, membuat Rahma dan Dahayu menoleh ke arah belakang. Dahayu melepaskan pelukannya kemudian undur diri keluar dari kamar karena sudah ada Mughni yang akan menemani tantenya. "Eh! Mas, sudah pulang?" Rahma terdiam seketika. Ketika melihat Mama mertuanya masuk ke dalam kamar dengan seorang wanita yang sangat cantik dan elegan menurutnya. "Mama?" Rahma mencoba untuk tetap tersenyum ramah meski sapaannya tidak di gubris oleh mertuanya. Dahayu yang berpapasan dengan Mertua Rahma pun, mengangguk pelan. Kemudian Dahayu langsung keluar kamar karena tidak mau ikut campur dengan urusan rumah tangga tantenya. "Kamu masih sakit?" Rahma mengangguk pelan ketika sang Mertua bertanya keadaanya. "Perkenalkan, ini Lubis! Anak teman Mama yang akan Mama jodohkan dengan Mughni." "Ma!!" Mughni menggeleng, mencegah mamanya untuk tidak meneruskan ucapan yang mungkin akan lebih menyakitkan bila didengar oleh Rahma. "Hm?" Rahma tersenyum meringis. "Apa
Last Updated: 2024-03-27
Chapter: Wasiat Turun Ranjang 4
Mughni menarik sudut bibirnya, ia tersenyum tipis melihat tingkah lucu Dahayu. Tanpa berkata apapun, Mughni beranjak pergi ke kamarnya meninggalkan Dahayu di meja makan. Dahayu mengambil air teh hangat tanpa gula yang berada di kitchen set, kemudian kembali duduk di kursi meja sembari menunggu omnya keluar dari kamarnya. Ceklek! Suara pintu dibuka terdengar oleh Dahayu, kemudian Dahayu melihat ke arah kamar Tante dan omnya. Dahayu tersenyum lebar, kemudian berlari menghampiri tantenya yang sedang duduk di kursi roda yang didorong oleh Mughni. "Selamat pagi tanteku tersayang ...." ucap Dahayu sembari memeluk tantenya yang sudah cantik serta wangi. "Selamat pagi juga keponakan Tante yang cantik!" jawab Rahma sembari menjepit hidung Dahayu. "Tante mau makan. Aku suapi yah?!" Rahma menggeleng. "Tante memang mau makan, tapi akan disuapi sama suami Tante sendiri." Mughni tersenyum. Ia merasakan kehangatan ketika sang istri bercanda dengan keponakannya. "Oke, Tan! Aku jadi peno
Last Updated: 2024-03-27
Terkabulnya Do'a Sang Mantan

Terkabulnya Do'a Sang Mantan

Fachrisa adalah anak yatim yang sedang menempuh pendidikan Ilmu agama. Namun, dikarenakan Ibunya sedang sakit, dia memutuskan untuk berhenti belajar, dan bertekad untuk segera menikah sesuai keinginan Sang Ibu. Merasa Sang Ibu tak memiliki umur panjang, Fachrisa lantas ingin mendukung kekasihnya untuk bisa segera membawa hubungan mereka ke sebuah ikatan pernikahan. "Kenapa enggak tahu Kang? Ibu sudah sering nanyain Akang kenapa belum ke rumah lagi. Aku nggak tega melihat Ibu, Kang." jawabku sendu serasa dunia ini tidak ada yang peduli padaku. "Dulu itu pertama dan terakhir Akang ke rumahmu! Jadi, jangan berharap Akang akan ke rumahmu lagi. Akang harap, kamu tidak menunggu Akang dan hidup bahagia dengan lelaki yang datang melamarmu nanti." Deg. Aku merasakan sakit hati yang luar biasa. entah kenapa, semenjak Kang Aldi dipindah tugaskan di cabang pesantren yang lain, Kang Aldi menjadi sedikit berubah. Entah karena apa! Yang aku tahu, bahwa ada banyak wanita yang menyukainya, sedangkan Kang Aldi tak ingin waktu belajarnya terganggu. Namun, apa jawaban tak terduga ini maksudnya?
Read
Chapter: bab 15 TDSM
[Mel maksudnya apa ini?] balasku pada Melisa yang telah mengirimkan uang yang tidak sedikit bagiku. [Tadikan aku udah bilang, itu untuk jajan kamu Sa! Maaf ya sedikit.] [Ini banyak banget menurutku, Mel. Terimaksih banyak ya Mel, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang berlipat-lipat.][Iya, Aamminn... Udah dulu ya! aku mau kerja lagi. Wasallamu'alaikum.] [Iya Mel silahkan, Wa'alaikum salam...] Aku berkaca-keca ketika melihat nominal uang yang Melisa berikan. Allah itu maha baik, disaat aku sedang kebingungan memikirkan Bang Halim yang gak punya modal untuk bulan Ramdhan, sekarang Allah kirim uang melalui orang yang tak terduga. "Alhamdulillah." gumamku. Akupun langsung menghubungi Bang Halim agar Bang Halim segera pulang sebentar untuk mengambil uang di ATM. "Adek enggak mau membeli apa-apa?" tanya Bang Halim setelah mengambil uang dari ATM. "Enggak Bang, buat modal jualan aja." "Ya udah, ini simpan uangnya. Kalo Adek mau beli apapun silahkan aja, itu kan uang Adek." uja
Last Updated: 2024-02-16
Chapter: TDSM 14
"Alhamdulillahh..." ucap Bang Halim dengan Mata berkaca-kaca. Beliau pun langsung memelukku karena merasakan kebahagiaan yang tiada tara."Terimakasih..."Aku tersenyum melihat Bang Halim yang terus menerus membolak-balikkan alat tes kehamilan itu. Mungkin beliau merasa tidak percaya. "Ayo sholat Bang! Kita minta kepada Allah semoga ini memang benar-benar nyata." "Aammiin... Kita cek ke Dokter ya Dek! Biar jelas.""Nanti aja Bang. kalo udah telat haidnya. aku kan belum telat, nanti kalo sudah seminggu telat kita ke dokter." kataku padanya. yang dijawab dengan anggukan saja. Setelah melaksanakan sholat, aku berbaring lagi karena merasa lemah. Bersin-bersin yang tak kunjung berhenti membuatku cape sendiri. Aku mempunyai kebiasa Bersin-bersin bila pagi menjelang. karena aku mempunyai penyakit semacam alergi dingin semenjak aku berusia 13 tahun. Sudah dua jam berlalu, namun rasa lelah itu terus melanda. Aku bangkit dan memberanikan diri untuk melihat Bang Halim di dapur. Kulihat Belia
Last Updated: 2024-01-12
Chapter: TDSM 13
Keesokan harinya, Kakak aku yang tinggal di luar Kota datang. Aku sadari sikapnya sedikit berbeda, ia tak seramah dahulu sebelum berangkat ke luar kota. Mungkin Kakak aku yang lain mengadu tentang kesalahanku pada Ibu. Setiap aku mendekat padanya, ia selalu saja menghidar. Ketika malam tiba, aku tak sengaja bersingunggan dengannya. Ketika Kakak akan keluar sedangkan aku akan masuk rumah, aku mencoba memberanikan diriku bertanya padanya."Sebelum Ibu tiada, beliau manggil-manggil nama Kakak. Kenapa Kakak lama di luar Kota?" aku bertanya padanya untuk menghilangkan rasa canggung yang sejak tadi aku rasakan. Ternyata pertanyaanku menyulut emosinya yang mungkin ia tahan dari kemarin. "Kenapa kamu ninggalin Ibu?" katanya sedikit membentak, "Kakak kan udah bilang, jagain Ibu selama Kakak enggak Ada!" Kulihat sorot matanya yang sedang menahan air mata. Sepertinya ia lebih sakit ketika Ibu tiada sedangkan dirinya gak ada di sisinya. "Heuhhhh." geramnya dengan kilat ia mencubit pipiku. Kura
Last Updated: 2024-01-06
Chapter: Kepergian Ibu
"Bang koma itu apa?" tanyaku pada suami yang sedang menyetir roda dua dengan bibir yang terkatuk rapat. "Sakaratul maut Dek, antara hidup dan mati. Ibu sekarang sedang kaya gitu!" Astaghfirullah... mendengar penjelasan dari Bang Halim aku terdiam dan terus berpikir bahwa tidak mungkin Ibu akan meninggal sekarang, dan meyakinkan diri sendiri bahwa Ibu hanya sedang kambuh agar aku segera pulang. Selama diatas motor aku dan Bang Halim hanya saling diam tanpa melanjutkan obrolan sedikitpun. Setelah sampai, aku berjalan diatas keheningan menunu rumah Kakak. Kulihat banyak orang yang berlalu lalang menuju rumah Kakak-ku. Mungkin menjenguk Ibu yang sedang koma.Ada rasa segan untukku bertemu dengan Ibu, karena aku menyadari, bahwa diriku yang lalai akan bakti padanya.Kubuka dengan pelan pintu ruangan yang sedikit terbuka. Kulihat Ibu yang terbaring dikelilingi banyak orang. Ku hampiri beliau dan aku terkesiap melihat beliau yang sedang kejang menahan rasa sakitnya. Aku langsung lari padan
Last Updated: 2023-12-31
Chapter: Kemarahan Kakak
"Uangnya ada berapa?" Bang Halim bertanya sambil mengelus rambut hitamku. Aku tatap uang receh di tanganku yang tak seberapa, uang itu adalah uang sisa-sisa belanja, Aku menatap kembali wajah teduh yang sudah beberapa bulan menjadi suamiku."Hanya ada sisa enam ribu." jawabku meringis. Karena merasa perihatin dengan diri sendiri. Yang tidak bisa apa-apa."Ya sudah, untuk hari ini apa cukup segitu? Tunggu ya! Nanti Abang akan coba minta kasbon dulu sama bos di pabrik, semoga saja nanti dikasih.""Iya enggak apa-apa, Bang." Aku hanya bisa memaklumi keadaan kami saat ini. Memang ada benarnya kata orang, ujian yang sebenarnya adalah setelah menikah.Sebelum menikah aku belum pernah menahan lapar dari pagi hingga sore menjelang, sedangkan setelah menikah, untuk jajan hanya dua ribu saja tidak ada. Mau minjam ke orang lain, tidak mungkin! minjam sama mertua aku gengsi.Sudah beberapa bulan, aku sering menahan lapar karena tak punya uang untuk sekadar membeli makanan gorengan. Karena di ruma
Last Updated: 2023-12-30
Chapter: Gosong
"Bu! selai yang dimeja kemanain?" "Enggak tahu!" jawabnya sambil mengusap-ngusap rambut basahnya."Itu Ibu pakai minyak rambut yang mana?" "Yang di meja!" "Astaghfirullah.. Bu! Itu selai nanas bu, bukan minyak rambut!" "Masa?" Ibu memegang rambutnya, lalu mengusap rambut itu. Aku terkekeh melihat tingkah ajaibnya seorang Ibu yang sudah pikun, eh! Menurun daya ingatnya maksudnya. "Iyaah Bu! itu selai nanas, coba dah Ibu rasain, rasanya pasti manis. kalo minyak rambut yang biasa Ibu pakai ada di kamar." Kulihat Ibu terkekeh geli. "Ibu keramas lagi gih, nanti susah ngilanginnya kalo udah kering."Ibu pun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan rambutnya dari selai tanpa menjawab ucapanku sedikitpun. Aku hanya menghela nafas dalam melihatnya. Rasanya itu campur aduk, sedih ada, pengen ketawa ada, merasa cape hati pun ada. 'Semoga Allah memberi yang terbaik. Bila memang berumur panjang semoga aku kuat serta ikhlas mengurusnya. Namun apabila pendek, semoga Allah merahmatinya.' gumamk
Last Updated: 2023-12-29
You may also like
DMCA.com Protection Status