Semua Bab Tanah Larangan: Jangan Bawa Pulang Apa pun: Bab 11 - Bab 20

64 Bab

penjemputan 2

Malam itu, kabut turun lebih cepat dari biasanya. Suara jangkrik dan kodok di rawa lenyap bagai dihisap kegelapan. Udara dingin menggigit, meski seharusnya masih musim kemarau. Di desa, orang-orang mulai merasa gelisah. Sejak kejadian terakhir di tanah larangan, tak ada yang berani lewat dekat bukit kecil, apalagi mendekati pohon beringin kembar yang menjulang di sana seperti dua penjaga dunia lain.Pak Lurah sendiri mendadak jatuh sakit. Tubuhnya panas tinggi, namun anehnya darahnya dingin saat disentuh. Matanya terbuka terus, tak bisa tertutup, dan ia terus mengigau menyebut dua nama: “Darmi… Reza… Darmi… Reza…”Sementara itu, Kardi—pemuda yang dulu pernah menantang larangan desa dan berhasil selamat—mulai bermimpi aneh. Dalam mimpinya, ia melihat seorang anak laki-laki berdiri di depan sumur tua yang kini hanya tinggal cekungan tanah hitam. Anak itu memanggilnya, tapi suaranya serak dan berat, bukan suara manusia biasa. Di belakang anak itu berdiri seorang perempuan tua berjubah ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Yang Tak Terlihat

Malam itu, langit desa ditutupi awan gelap pekat. Petir menyambar-nyambar, tapi anehnya hujan tak kunjung turun. Suasana terasa ganjil, seperti ada sesuatu yang ditahan di langit, menggantung, menunggu waktu jatuh.Bu Darmi berdiri di depan rumah panggungnya, mata tuanya menatap langit dengan wajah muram. Di tangannya tergenggam sebuah kain lusuh yang telah ia simpan selama puluhan tahun—kain itu milik suaminya yang hilang secara misterius setelah melanggar pantangan di Tanah Larangan. Sejak saat itu, Bu Darmi menyimpan dendam yang dalam… bukan pada lelembut, tapi pada ketidaktahuan manusia.Dari kejauhan, Reza berjalan pelan menyusuri jalan setapak, tubuhnya kurus kering, matanya kosong namun kali ini ada sesuatu yang berbeda—ada sinar samar yang perlahan kembali ke dalam sorot matanya. Sejak kejadian di sumur tua, Reza tak pernah benar-benar kembali… sampai malam itu.Bu Darmi menoleh, seolah tahu siapa yang datang sebelum mendengar suara langkahnya.“Kau kembali…” bisiknya lirih.R
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Tenang yang Palsu

Setelah tumbal dikorbankan di bawah beringin kembar dan ritual pemanggilan dituntaskan oleh Bu Darmi dengan bantuan Reza, desa tampak kembali tenang. Tak ada lagi suara tangis tengah malam. Tak ada penampakan di jalan setapak dekat rawa. Bahkan sumur tua itu tampak sepi, seperti tak pernah menyimpan apa-apa. Namun… suasananya berbeda. Bukan tenang yang menenangkan. Tapi tenang yang bikin bulu kuduk meremang. Tenang yang membuat orang takut keluar rumah lewat Maghrib. Tenang yang menyimpan bisikan dari balik ilalang basah dan angin yang tak lagi dingin… tapi basah, seperti napas dari dalam tanah. Orang-orang mulai mencoba hidup seperti biasa. Tapi sesuatu terasa janggal. Ibu-ibu pasar sering kehilangan barang dagangannya begitu saja. Ayam-ayam mati mendadak. Air dari mata air utama berubah agak keruh, dan beberapa warga yang meminumnya mengaku mual dan demam. Reza merasa... ini belum selesai. Bu Darmi mulai lemas, sering melamun di beranda rumahnya. Katanya, dalam mimpinya, ia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Yang Tergantung di Pohon Beringin

Kabut masih menyelimuti Desa Guna Jaya pagi itu. Matahari seolah enggan menampakkan sinarnya. Awan menggumpal pekat, dan aroma tanah basah bercampur dengan bau amis yang tak wajar tercium hingga ke pelosok rumah warga. Sesuatu terasa sangat berbeda pagi itu. Tenang, tapi bukan tenang yang menenangkan. Lebih mirip dengan keheningan sebelum badai.Pagi-pagi benar, suara jeritan memecah kesunyian dari arah pohon beringin tua di ujung desa. Warga yang mendengar langsung berlarian ke sumber suara. Beberapa masih memakai sarung, belum sempat mencuci muka. Yang lain membawa senter dan kayu panjang, berjaga-jaga seandainya sesuatu yang tak diinginkan terjadi.Mereka tiba tepat di bawah pohon itu—pohon beringin tua yang sudah ratusan tahun berdiri, menjulang dan menjalar seperti monster diam. Dan di sanalah mereka melihatnya…Sesuatu tergantung di salah satu dahannya.Awalnya mereka kira boneka. Tapi saat kabut perlahan menyingkap wajah benda itu, suara isak tangis dan jeritan terdengar dari b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Malam yang Panjang

Setelah kejadian di pohon beringin, suasana Desa Guna Jaya berubah drastis. Warga mulai enggan keluar rumah selepas maghrib. Bahkan suara jangkrik pun seperti ikut hilang. Hanya suara angin yang kadang terdengar seperti bisikan lirih, menyelinap di antara celah genteng dan dinding rumah-rumah tua.Reza duduk di beranda rumahnya malam itu. Tangannya menggenggam kopi yang tak lagi hangat. Matanya menatap ke arah jalan setapak yang mengarah ke bukit—ke tempat itu. Hatinya tak tenang. Ada rasa yang sulit dijelaskan, seperti ada sesuatu yang mengamatinya dari kejauhan.Tiba-tiba, seekor anjing milik tetangganya melolong panjang. Suaranya seperti jeritan manusia yang disiksa. Lalu... sunyi. Sunyi yang menusuk. Beberapa detik kemudian terdengar suara "krak... krak...", seperti ranting diinjak perlahan. Reza berdiri, mencoba mencari sumber suara. Tapi tak ada siapa-siapa.Saat ia hendak masuk ke dalam rumah, ia melihat sesuatu di ujung jalan.Bayangan hitam. Tinggi. Diam. Berdiri tepat di baw
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Kabut dari Arah Beringin

Setelah kejadian di lorong batu itu, Reza tidak bisa tidur semalaman. Wajah sosok tinggi berjubah dengan tangan seperti ranting masih menghantui pikirannya. Bahkan ketika pagi menjelang dan ayam-ayam mulai berkokok, rasa dingin yang membekukan tubuhnya belum juga hilang. Desa Tegalrandu terlihat seperti biasa—tenang, damai, dan sejuk. Tapi bagi Reza, semuanya terasa berbeda. Seakan-akan sesuatu yang kelam sedang merayap perlahan ke setiap sudut desa.Bu Darmi hanya berkata singkat pagi itu, "Waktumu di sini belum selesai, Reza. Masih ada yang harus kau lihat."Reza mengangguk dengan cemas. Ia tahu, apa pun itu, bukanlah sesuatu yang ingin dilihat manusia biasa.---Sehari setelah mereka menutup lorong, keanehan kembali terjadi. Kali ini bukan hanya suara-suara atau sosok hitam dalam kabut. Tapi lebih nyata. Seorang petani bernama Pak Wijaya ditemukan tergeletak di dekat rawa. Matanya melotot, mulutnya terbuka, dan tubuhnya membeku seperti orang yang melihat sesuatu sangat mengerikan.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Malam Pembalasan

Hujan turun deras sejak petang. Desa itu diselimuti kabut tipis yang membuat pandangan malam semakin mencekam. Di antara deru angin dan rintik hujan yang menghantam atap rumah, terdengar sayup-sayup suara gamelan kuno, seperti berasal dari dalam tanah.Bu Darmi duduk termenung di ruang tengah rumah panggungnya. Tatapannya kosong, namun pikirannya dipenuhi rasa was-was. Sejak tumbal dilakukan, memang desa kembali tenang. Tak ada lagi jerit malam, tak ada lagi warga yang hilang secara misterius. Namun Bu Darmi tahu, kedamaian ini hanya sementara.Reza yang kini tinggal bersamanya, merasa perubahan di desa ini bukanlah sebuah pertanda baik. Ia sering memimpikan suara-suara aneh dari pohon beringin tua, dan sosok bayangan hitam yang menatap dari balik kabut.“Bu... kenapa rasanya malam ini berbeda?” tanya Reza pelan.Bu Darmi hanya mengangguk pelan. “Mereka belum puas, Za. Tumbal memang menenangkan mereka sementara... tapi tanah ini sudah terlalu lama dibungkam. Dosa masa lalu belum diteb
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Ratu dari Alam Gaib

Langit di atas Desa Karangjati terlihat kelabu sejak malam ritual terakhir. Matahari pun seperti enggan bersinar terang, seolah tahu bahwa sesuatu yang lebih besar sedang mengintai dari balik batas-batas dunia manusia. Warga desa yang semula mulai merasa lega usai pengorbanan itu, kembali dicekam resah. Hewan-hewan ternak tak mau makan, ayam berkokok di tengah malam, dan bau anyir darah kadang tercium dari arah rawa meski tidak ada bangkai apapun.Bu Darmi yang selama ini menjadi penjaga ilmu dan warisan leluhur, mulai gelisah. Mimpi buruk menghantuinya setiap malam—sosok perempuan berpakaian serba biru dengan rambut menjuntai hingga tanah, berdiri di tengah rawa sambil menatapnya dengan mata putih polos tanpa bola mata. Sosok itu tak berkata apapun, tapi setiap kali muncul, Bu Darmi akan terbangun dengan tubuh menggigil dan dada sesak."Ratu Tunjung Biru... dia sudah bangkit..." gumam Bu Darmi suatu pagi, saat Reza datang membawakannya sarapan. Reza yang mulai pulih dari trauma sebel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Harga Sebuah Penolakan

Pagi itu, Desa Karangjati terasa lebih hening dari biasanya. Burung-burung yang biasa berkicau di dahan pohon seolah enggan mengeluarkan suara. Embun belum sepenuhnya hilang dari rerumputan, dan kabut tipis masih menggantung di atas sawah. Namun, ketenangan itu hanya ilusi. Di baliknya, tersimpan teror yang siap mencuat kapan saja.Pak Lurah Sunarto mengumpulkan warga di balai desa. Wajahnya kusut, matanya merah karena semalaman tak tidur. Di hadapannya berdiri puluhan warga dengan ekspresi campur aduk antara takut dan penasaran."Semua sudah tahu apa yang terjadi malam tadi... Ratu itu datang bukan sekadar ancaman. Dia menginginkan penyerahan penuh dari kita," ucap Pak Lurah, suaranya serak."Apa maksudnya, Pak? Penyerahan bagaimana?" tanya Pak Warto, petani tua yang paling dituakan di desa.Pak Lurah menghela napas panjang. "Dia ingin desa ini mengakui kekuasaannya. Setiap malam Jumat Kliwon, kita harus mempersembahkan sesuatu di bawah pohon beringin kembar. Kalau tidak, dia akan me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Pembalasan yang Menanti

Malam semakin larut, tetapi udara di sekitar desa Wingitan terasa lebih berat dari biasanya. Suasana yang seharusnya sunyi, malah dipenuhi dengan suara-suara aneh yang mengalir dari hutan dan rawa yang berada di ujung desa. Warga mulai merasakan sesuatu yang tidak biasa. Meskipun ritual tumbal telah dilaksanakan, ada rasa cemas yang tetap mengganjal. Perasaan itu tumbuh perlahan, seperti benih yang disemai dalam hati, menunggu saatnya berkembang menjadi ketakutan yang sesungguhnya.Sutaji, yang sempat merasa lega setelah malam itu, mulai kembali resah. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya, setiap langkahnya, setiap hembusan napasnya. Ia tak bisa menjelaskan perasaan itu. Waktu-waktu tertentu, ia merasa ada yang berjalan di belakang rumahnya, berhenti tepat di depan pintu, lalu pergi begitu saja. Namun, ketika ia membuka pintu, tak ada apa-apa.“Istriku pasti benar, ini hanya perasaan. Tapi kenapa aku merasa semakin terperangkap?” pikirnya dalam hati.Sutaji tidak tahu, bahwa malam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status