Home / Romansa / Hasrat Bukan Menantu Idaman / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Hasrat Bukan Menantu Idaman: Chapter 31 - Chapter 40

50 Chapters

31) Istri Apoteker (3)

Karena masih penasaran dengan penemuan di pinggir sungai, dua hari berikutnya, setekah usai sahalat maghrib Jovan mendatangi Apotik Sumber Waras.Begitu Jovan melangkah masuk ke apotek, aroma antiseptik dan obat-obatan langsung menyergap indra penciumannya. Pandangannya menyapu sekeliling, mencari sosok yang seminggu lalu membuatnya terperangah di pinggir sungai.Di balik etalase kaca, seorang pria berusia 55 tahun, berkemeja rapi, perut sedikit buncit sedang melayani pelanggan dengan senyum ramah. Dialah pemilik apotek, suami dari wanita yang seminggu lalu ia lihat tenggelam dalam pelukan lelaki lain.Jovan mendekati rak suplemen, berpura-pura memilih sambil mencuri-curi pandang. Tak butuh waktu lama, Bu Sindy muncul dari balik pintu, mengenakan blus hijau pastel yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Jilbab putih menjadi pelengkap keanggunannya.Dan saat mata mereka akhirnya bertemu, ada sepersekian detik keheningan. Jovan bisa melihat dengan jelas bagaimana raut wajah wanita itu
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

32) Istri Apoteker (4)

Jovan berpura-pura sibuk mengaduk kopi saat tangannya dengan sigap meraih ponsel di meja. Dia menekan kontak Rizal, mengangkat ponsel ke telinga sambil melirik sekilas ke arah Bu Sindy yang kini berdiri canggung di teras, sementara Pak Surya asyik mengamati setiap sudut kebun dengan penuh minat."Rizal, ke sini sebentar," ujar Jovan, suaranya tenang tapi tegas. "Ajak Pak Surya keliling kebun. Om butuh bantuanmu."Tak sampai lima belas menit, Rizal muncul. Pemuda berusia 23 tahun itu berjalan santai ke arah mereka, mengenakan celana jeans selutut yang robek-robek dipadu kaos polos yang membalut tubuhnya yang kekar. Wajahnya khas pemuda kampung, hiatam manis, hidung mancung, rambut lurus acak-acak, dengan tatapan tajam yang biasanya membuat para gadis melirik dua kali.Begitu melihat Rizal, Pak Surya terlihat sumringah. Matanya berbinar, ekspresinya berubah menjadi lebih hidup dari sebelumnya. Jovan menangkap itu dengan jelas—sisi lain lelaki itu kini tersingkap tanpa bisa ditutupi.Jov
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

33) Istri Apoteker (5)

Bu Sindy terpaku, tubuhnya menegang sesaat, sebelum perlahan-lahan, seiring dengan gerakan bibir Jovan yang semakin dalam, dia mulai larut dalam ciuman itu.Jovan mencium dengan penuh kendali—tidak tergesa, tidak serakah, tetapi begitu dalam dan menyesakkan. Bibirnya bergerak dengan ritme yang sempurna, memberi, lalu menuntut, membimbing Bu Sindy untuk ikut tenggelam bersamanya.Dan saat Jovan sedikit menggigit lembut bibir bawahnya sebelum kembali memperdalam ciuman, Bu Sindy melepaskan keluhan lirih yang hampir tak terdengar. Jemarinya mencengkeram lengan Jovan, seakan takut terjatuh.Jovan tersenyum di antara ciuman mereka."Tenang saja, Bu… saya akan membuat Ibu mengingat ini selamanya," gumamnya sebelum kembali mencuri napas dan membawanya lebih dalam lagi—lebih dalam dari yang pernah Bu Sindy bayangkan.Jovan menarik Bu Sindy lebih erat, bibirnya masih panas menyusuri setiap inci kelembutan wanita itu. Tangan-tangan mereka bergerak tanpa ragu, merobek jarak yang tersisa, membuat
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

34) Istri Apoteker (6)

Kedua tangan Bu Sindy bertumpu pada dinding kamar, walau kepalanya bersandar pada bahu Jovan. Mereka mensejajarkan wajah lalu kembali berciuman. Jovan memompakan pantatnya seraya bergoyang mengikuti irama genjotannya.Pantat Bu Sindy maju mundur hingga kejantanan Jovan keluar masuk makin dalam. Suara tamparan selangkangan Jovan pada pantat Bu Sindy terdengar jelas di antara lantunan musik klasik yang benar-benar menyamarkan segalanya. Jovan merasa tenang karena yakin Pak Surya lebih tertarik oleh Rizak."Aaaaah ssssst aaaaah sssttt." Hanya suara itu yang bergantian keluar dari mulut mereka."Aaaaah pegel sayang, aaaaah aasssh." Bu Sindy sedikit mengeluh.Segera Jovan melepaskan pelukannya, kemudian menarik pantat hingga kejantanannya terlepas dari sarangnya."Aaaaah aaaaah…." Bu Sindy melenguh."Pindah yu," bisik Jovan sambil menarik tangan Bu Sindy menuju ranjang, lalu mendudukannya di pinggir tempat tidur.Setelah Bu Sindy dalam posisi nyaman, Jovan menariknya lalu menggendongnya da
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

35) Istri Apoteker (7)

Sebulan kemudian.Malam itu, Jovan mengenakan setelan jas hitam rapi dengan dasi gelap yang serasi, menambah kesan gagah dan elegannya. Ia menunggu di depan pintu mobil saat Bu Sindy keluar dari rumahnya, wanita berusia 40 tahun itu terlihat mempesona dalam balutan gaun biru tua berkilau yang menjuntai lembut hingga lantai.Rambutnya yang terurai rapi menambah anggun penampilannya. Senyum manis tak pernah lepas dari wajahnya saat melihat Jovan berdiri menantinya."Terima kasih sudah mau menemani, Mas Jovan," ucap Bu Sindy sambil tersenyum lembut, matanya berbinar-binar penuh kekaguman terhadap sosok lelaki tampan di hadapannya.Meskipun Jovan bukan suaminya, ia merasa nyaman berada di dekat pria ini. Suaminya, Pak Surya, telah mengizinkannya untuk datang ke pesta pernikahan malam ini dengan Jovan, karena urusan pekerjaan membuat Pak Surya tidak bisa hadir.Jovan tersenyum ramah, "Senang bisa menemanimu. Malam ini pasti akan menyenangkan."Di pesta pernikahan itu, banyak mata tertuju p
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

36) Istri Apoteker (8)

Setibanya di rumah, Pak Surya menyambut mereka dengan senyum hangat. Lelaki berusia 50-an itu mengenakan kemeja santai dengan tangan tergulung hingga siku, tampak segar meski baru pulang dari kesibukannya."Loh, kok cepat pulang? Kenapa nggak bersenang-senang lebih lama di pesta?" tanyanya sambil tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih dan melirik sekilas ke arah Jovan.Bu Sindy tersenyum tipis, menaruh tasnya di meja. "Ah, rasanya sudah cukup. Lagipula, ada kejadian kecil yang membuat suasana jadi kurang nyaman," jawabnya dengan nada santai.Pak Surya mengangkat alis, sedikit penasaran, tapi tidak bertanya lebih lanjut. "Kalau begitu, masuklah. Jovan, aku ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Kita ke ruang kerja sebentar?"Jovan mengangguk. "Tentu, Pak."Mereka berjalan menuju ruang kerja Pak Surya, sebuah ruangan yang luas dengan dinding kayu klasik, rak penuh buku, dan meja besar yang rapi. Setelah duduk, Pak Surya menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menatap Jovan d
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

37) Istri Apoteker (9)

Cahaya matahari pagi merambat masuk melalui jendela besar di kamar Bu Sindy. Tirai putih yang tipis bergoyang perlahan diterpa angin sejuk. Aroma kopi yang baru diseduh menyelinap ke dalam ruangan, bercampur dengan wangi mawar dari lilin aromaterapi yang masih menyala di sudut ruangan.Jovan membuka mata perlahan, menyesap udara pagi yang begitu tenang. Di sampingnya, Bu Sindy masih terlelap, wajahnya tampak damai. Gaun tidurnya sedikit kusut, menandakan malam yang cukup intens. Jovan tersenyum kecil, mengingat semua yang terjadi semalam.Di luar kamar, terdengar suara langkah kaki. Mungkin Pak Surya yang sudah bangun lebih dulu. Tak lama, terdengar suara ketukan di pintu."Sayang, ayo bangun. Sarapan sudah siap," suara lembut Bu Sindy menggema.Jovan bangkit, merapikan rambutnya sejenak sebelum berjalan keluar. Di ruang makan, Pak Surya sudah duduk dengan santai, mengenakan pakaian kasual dengan koran di tangannya."Pagi, Jovan. Tidur nyenyak?" tanyanya dengan nada ringan.Jovan meng
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

38) Istri Apoteker (10)

Jovan mengangguk, mencoba untuk tidak merasa terlalu canggung. Ia memang sangat sibuk akhir-akhir ini dengan berbagai rencana besar bersama Menteri Pertanian, yang mengharuskannya fokus pada pengembangan pertanian modern. Namun, meskipun kesibukan itu, dia tahu bahwa akan merindukan kebersamaan mereka.“Terima kasih, Sayang, atas segala dukungan dan kebahagiaan yang sudah diberikan. Aku pasti akan kembali segera setelah semua urusan selesai,” kata Jovan, memastikan bahwa dia tidak akan melupakan janji untuk kembali.Bu Sindy tersenyum, sedikit tersenyum penuh arti, lalu berdiri dan mendekat, seolah ingin memberi semangat pada Jovan. "Aku akan menunggu, Mas Jovan. Tapi jangan terlalu lama, ya. Semoga semua urusanmu berjalan lancar."Jovan membungkukkan badan sedikit, mengucapkan terima kasih dengan tulus, mengecup kening Bu Sindy dan perlahan berjalan menuju pintu. Sebelum melangkah keluar, ia sempat menoleh sekali lagi ke arah Bu Sindy yang masih berdiri di ruangan.Ketika Jovan melan
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

39) Mantan Mertua Bos (1)

Hari berikutnya, suasana di rumah kebun terasa lebih santai. Rizal tengah duduk di meja kerjanya dengan laptop terbuka di depannya.Pagi itu, dia memilih pakaian santai: hanya mengenakan kolor dan kaos oblong karena memang tidak ada tamu atau pekerjaan formal yang mengharuskannya berpakaian rapi. Rizal merasa nyaman bekerja dengan gaya seperti itu, apalagi lingkungan kebun yang luas dan tenang membuatnya betah berlama-lama di sana.Sambil memeriksa data dan merencanakan langkah-langkah untuk mengembangkan perkebunan obat herbal yang kini menjadi fokus utama, Rizal tampak begitu serius. Tangan kanannya sibuk mengetikkan angka-angka dan catatan di laptop, sementara sesekali dia menatap layar dengan penuh perhatian.Matanya yang tajam menunjukkan dedikasi tinggi terhadap pekerjaan yang diberikan Jovan kepadanya. Dia tahu betul betapa pentingnya proyek ini, tidak hanya bagi Jovan, tetapi juga bagi masa depannya.Namun, meskipun sibuk dengan pekerjaan, Rizal masih meluangkan waktu sejenak
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

40) Mantan Mertua Bos (2)

Di lantai tiga, suasana jauh lebih tenang. Beberapa bilik VIP dengan lampu redup memberikan kesan eksklusif. Rizal membuka salah satu pintu dan memberi isyarat agar Bu Intan masuk lebih dulu.“Silakan, Bu.”Bu Intan melangkah masuk dengan tetap menjaga jarak. Begitu Rizal menutup pintu, ia bersedekap dan menatap pria muda itu dengan tajam.“Sekarang, ayo bicara.”Rizal menyesap napas, lalu tersenyum tipis. Ia duduk dengan santai di sofa, menyilangkan kaki, seolah mengendalikan situasi.“Nah, sekarang kita bisa ngobrol lebih enak. Jadi, Bu Intan... Apa yang sebenarnya ingin Ibu ketahui?”Jari-jarinya mengetuk perlahan permukaan meja, menciptakan ritme kecil yang hanya ia sendiri yang paham.Bu Intan di seberangnya menatap dengan ekspresi menunggu. Ia tidak terbiasa membuang waktu untuk basa-basi, tapi Rizal? Dia menikmati setiap detik permainan ini.Ia menyeruput kopinya perlahan, lalu akhirnya membuka suara, nadanya dibuat rendah dan misterius. “Bos Jovan itu… beda dari kebanyakan ora
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more
PREV
12345
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status