Home / Romansa / Hasrat Bukan Menantu Idaman / 32) Istri Apoteker (4)

Share

32) Istri Apoteker (4)

Author: NDRA IRAWAN
last update Last Updated: 2025-04-01 12:36:08

Jovan berpura-pura sibuk mengaduk kopi saat tangannya dengan sigap meraih ponsel di meja. Dia menekan kontak Rizal, mengangkat ponsel ke telinga sambil melirik sekilas ke arah Bu Sindy yang kini berdiri canggung di teras, sementara Pak Surya asyik mengamati setiap sudut kebun dengan penuh minat.

"Rizal, ke sini sebentar," ujar Jovan, suaranya tenang tapi tegas. "Ajak Pak Surya keliling kebun. Om butuh bantuanmu."

Tak sampai lima belas menit, Rizal muncul. Pemuda berusia 23 tahun itu berjalan santai ke arah mereka, mengenakan celana jeans selutut yang robek-robek dipadu kaos polos yang membalut tubuhnya yang kekar. Wajahnya khas pemuda kampung, hiatam manis, hidung mancung, rambut lurus acak-acak, dengan tatapan tajam yang biasanya membuat para gadis melirik dua kali.

Begitu melihat Rizal, Pak Surya terlihat sumringah. Matanya berbinar, ekspresinya berubah menjadi lebih hidup dari sebelumnya. Jovan menangkap itu dengan jelas—sisi lain lelaki itu kini tersingkap tanpa bisa ditutupi.

Jov
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   33) Istri Apoteker (5)

    Bu Sindy terpaku, tubuhnya menegang sesaat, sebelum perlahan-lahan, seiring dengan gerakan bibir Jovan yang semakin dalam, dia mulai larut dalam ciuman itu.Jovan mencium dengan penuh kendali—tidak tergesa, tidak serakah, tetapi begitu dalam dan menyesakkan. Bibirnya bergerak dengan ritme yang sempurna, memberi, lalu menuntut, membimbing Bu Sindy untuk ikut tenggelam bersamanya.Dan saat Jovan sedikit menggigit lembut bibir bawahnya sebelum kembali memperdalam ciuman, Bu Sindy melepaskan keluhan lirih yang hampir tak terdengar. Jemarinya mencengkeram lengan Jovan, seakan takut terjatuh.Jovan tersenyum di antara ciuman mereka."Tenang saja, Bu… saya akan membuat Ibu mengingat ini selamanya," gumamnya sebelum kembali mencuri napas dan membawanya lebih dalam lagi—lebih dalam dari yang pernah Bu Sindy bayangkan.Jovan menarik Bu Sindy lebih erat, bibirnya masih panas menyusuri setiap inci kelembutan wanita itu. Tangan-tangan mereka bergerak tanpa ragu, merobek jarak yang tersisa, membuat

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   34) Istri Apoteker (6)

    Kedua tangan Bu Sindy bertumpu pada dinding kamar, walau kepalanya bersandar pada bahu Jovan. Mereka mensejajarkan wajah lalu kembali berciuman. Jovan memompakan pantatnya seraya bergoyang mengikuti irama genjotannya.Pantat Bu Sindy maju mundur hingga kejantanan Jovan keluar masuk makin dalam. Suara tamparan selangkangan Jovan pada pantat Bu Sindy terdengar jelas di antara lantunan musik klasik yang benar-benar menyamarkan segalanya. Jovan merasa tenang karena yakin Pak Surya lebih tertarik oleh Rizak."Aaaaah ssssst aaaaah sssttt." Hanya suara itu yang bergantian keluar dari mulut mereka."Aaaaah pegel sayang, aaaaah aasssh." Bu Sindy sedikit mengeluh.Segera Jovan melepaskan pelukannya, kemudian menarik pantat hingga kejantanannya terlepas dari sarangnya."Aaaaah aaaaah…." Bu Sindy melenguh."Pindah yu," bisik Jovan sambil menarik tangan Bu Sindy menuju ranjang, lalu mendudukannya di pinggir tempat tidur.Setelah Bu Sindy dalam posisi nyaman, Jovan menariknya lalu menggendongnya da

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   35) Istri Apoteker (7)

    Sebulan kemudian.Malam itu, Jovan mengenakan setelan jas hitam rapi dengan dasi gelap yang serasi, menambah kesan gagah dan elegannya. Ia menunggu di depan pintu mobil saat Bu Sindy keluar dari rumahnya, wanita berusia 40 tahun itu terlihat mempesona dalam balutan gaun biru tua berkilau yang menjuntai lembut hingga lantai.Rambutnya yang terurai rapi menambah anggun penampilannya. Senyum manis tak pernah lepas dari wajahnya saat melihat Jovan berdiri menantinya."Terima kasih sudah mau menemani, Mas Jovan," ucap Bu Sindy sambil tersenyum lembut, matanya berbinar-binar penuh kekaguman terhadap sosok lelaki tampan di hadapannya.Meskipun Jovan bukan suaminya, ia merasa nyaman berada di dekat pria ini. Suaminya, Pak Surya, telah mengizinkannya untuk datang ke pesta pernikahan malam ini dengan Jovan, karena urusan pekerjaan membuat Pak Surya tidak bisa hadir.Jovan tersenyum ramah, "Senang bisa menemanimu. Malam ini pasti akan menyenangkan."Di pesta pernikahan itu, banyak mata tertuju p

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   36) Istri Apoteker (8)

    Setibanya di rumah, Pak Surya menyambut mereka dengan senyum hangat. Lelaki berusia 50-an itu mengenakan kemeja santai dengan tangan tergulung hingga siku, tampak segar meski baru pulang dari kesibukannya."Loh, kok cepat pulang? Kenapa nggak bersenang-senang lebih lama di pesta?" tanyanya sambil tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih dan melirik sekilas ke arah Jovan.Bu Sindy tersenyum tipis, menaruh tasnya di meja. "Ah, rasanya sudah cukup. Lagipula, ada kejadian kecil yang membuat suasana jadi kurang nyaman," jawabnya dengan nada santai.Pak Surya mengangkat alis, sedikit penasaran, tapi tidak bertanya lebih lanjut. "Kalau begitu, masuklah. Jovan, aku ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Kita ke ruang kerja sebentar?"Jovan mengangguk. "Tentu, Pak."Mereka berjalan menuju ruang kerja Pak Surya, sebuah ruangan yang luas dengan dinding kayu klasik, rak penuh buku, dan meja besar yang rapi. Setelah duduk, Pak Surya menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menatap Jovan d

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   37) Istri Apoteker (9)

    Cahaya matahari pagi merambat masuk melalui jendela besar di kamar Bu Sindy. Tirai putih yang tipis bergoyang perlahan diterpa angin sejuk. Aroma kopi yang baru diseduh menyelinap ke dalam ruangan, bercampur dengan wangi mawar dari lilin aromaterapi yang masih menyala di sudut ruangan.Jovan membuka mata perlahan, menyesap udara pagi yang begitu tenang. Di sampingnya, Bu Sindy masih terlelap, wajahnya tampak damai. Gaun tidurnya sedikit kusut, menandakan malam yang cukup intens. Jovan tersenyum kecil, mengingat semua yang terjadi semalam.Di luar kamar, terdengar suara langkah kaki. Mungkin Pak Surya yang sudah bangun lebih dulu. Tak lama, terdengar suara ketukan di pintu."Sayang, ayo bangun. Sarapan sudah siap," suara lembut Bu Sindy menggema.Jovan bangkit, merapikan rambutnya sejenak sebelum berjalan keluar. Di ruang makan, Pak Surya sudah duduk dengan santai, mengenakan pakaian kasual dengan koran di tangannya."Pagi, Jovan. Tidur nyenyak?" tanyanya dengan nada ringan.Jovan meng

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   38) Istri Apoteker (10)

    Jovan mengangguk, mencoba untuk tidak merasa terlalu canggung. Ia memang sangat sibuk akhir-akhir ini dengan berbagai rencana besar bersama Menteri Pertanian, yang mengharuskannya fokus pada pengembangan pertanian modern. Namun, meskipun kesibukan itu, dia tahu bahwa akan merindukan kebersamaan mereka.“Terima kasih, Sayang, atas segala dukungan dan kebahagiaan yang sudah diberikan. Aku pasti akan kembali segera setelah semua urusan selesai,” kata Jovan, memastikan bahwa dia tidak akan melupakan janji untuk kembali.Bu Sindy tersenyum, sedikit tersenyum penuh arti, lalu berdiri dan mendekat, seolah ingin memberi semangat pada Jovan. "Aku akan menunggu, Mas Jovan. Tapi jangan terlalu lama, ya. Semoga semua urusanmu berjalan lancar."Jovan membungkukkan badan sedikit, mengucapkan terima kasih dengan tulus, mengecup kening Bu Sindy dan perlahan berjalan menuju pintu. Sebelum melangkah keluar, ia sempat menoleh sekali lagi ke arah Bu Sindy yang masih berdiri di ruangan.Ketika Jovan melan

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   39) Mantan Mertua Bos (1)

    Hari berikutnya, suasana di rumah kebun terasa lebih santai. Rizal tengah duduk di meja kerjanya dengan laptop terbuka di depannya.Pagi itu, dia memilih pakaian santai: hanya mengenakan kolor dan kaos oblong karena memang tidak ada tamu atau pekerjaan formal yang mengharuskannya berpakaian rapi. Rizal merasa nyaman bekerja dengan gaya seperti itu, apalagi lingkungan kebun yang luas dan tenang membuatnya betah berlama-lama di sana.Sambil memeriksa data dan merencanakan langkah-langkah untuk mengembangkan perkebunan obat herbal yang kini menjadi fokus utama, Rizal tampak begitu serius. Tangan kanannya sibuk mengetikkan angka-angka dan catatan di laptop, sementara sesekali dia menatap layar dengan penuh perhatian.Matanya yang tajam menunjukkan dedikasi tinggi terhadap pekerjaan yang diberikan Jovan kepadanya. Dia tahu betul betapa pentingnya proyek ini, tidak hanya bagi Jovan, tetapi juga bagi masa depannya.Namun, meskipun sibuk dengan pekerjaan, Rizal masih meluangkan waktu sejenak

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   40) Mantan Mertua Bos (2)

    Di lantai tiga, suasana jauh lebih tenang. Beberapa bilik VIP dengan lampu redup memberikan kesan eksklusif. Rizal membuka salah satu pintu dan memberi isyarat agar Bu Intan masuk lebih dulu.“Silakan, Bu.”Bu Intan melangkah masuk dengan tetap menjaga jarak. Begitu Rizal menutup pintu, ia bersedekap dan menatap pria muda itu dengan tajam.“Sekarang, ayo bicara.”Rizal menyesap napas, lalu tersenyum tipis. Ia duduk dengan santai di sofa, menyilangkan kaki, seolah mengendalikan situasi.“Nah, sekarang kita bisa ngobrol lebih enak. Jadi, Bu Intan... Apa yang sebenarnya ingin Ibu ketahui?”Jari-jarinya mengetuk perlahan permukaan meja, menciptakan ritme kecil yang hanya ia sendiri yang paham.Bu Intan di seberangnya menatap dengan ekspresi menunggu. Ia tidak terbiasa membuang waktu untuk basa-basi, tapi Rizal? Dia menikmati setiap detik permainan ini.Ia menyeruput kopinya perlahan, lalu akhirnya membuka suara, nadanya dibuat rendah dan misterius. “Bos Jovan itu… beda dari kebanyakan ora

    Last Updated : 2025-04-01

Latest chapter

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   50) Perubahan Besar (7)

    “Baiklah, jika itu keinginan Bapak-bapak, saya siap memenuhinya,” balas Bu Intan sigap.Dia berpikir dua bandot di depannya tidak akan jauh berbeda dengan suaminya. Lelaki-lelaki tua berperut buncit, berwajah mesum yang ada di depannya hanya besar nafsu dan keinginannya, sementara stamina dan tenaganya sudah pasti sangat kurang. Hanya dalam beberapa menit saja mereka akan langsung menyerah kalah.Pak Hanif dan Pak Gunarsa tersenyum senang mendengar perkataan Bu Intan. Mereka berpikir istri dosen ini telah menyetujui persyaratan itu dan akan segera mengajaknya pergi ke sebuah hotel secara besama-sama.“Nah, ginikan lebih mudah dan lebih baik Bu. Kami pun tidak usah lagi menseleksi perusahaan-perusahaan lain untuk proyek ini. Dokumen ini akan segera kami serahkan setelah kita selesai melengkapi kekurangannya.” Kembali Pak Hanif bicara ambigu yang entah mengapa orang-orang seperti dia senangnya berbelit-belit.Tanpa mempedulikan ucapan Pak Hanif, Bu Intan pun segera menghampiri dua tamu

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   49) Perubahan Besar (6)

    “Pak Han, kami sangat mengerti dan akan memenuhi persyaratan itu seperti yang biasa suami saya lakukan. Percayalah, semuanya tidak akan berubah, sesuai yang telah dijalankan oleh suami saya selama ini,” ucap Bu Intan dengan tenang dan berwibawa.“Oh bagus. Kami sangat bersyukur kalau Ibu sudah mengerti dan tahu tentang itu, bagus, sangat bagus.”“Ya terima kasih, Pak. Lantas apa yang harus saya lakukan sekarang?”“Hmmm, begini Bu. Kali ini sepertinya kita akan menemukan sedikit masalah, karena adanya kekurangan-kekurangan yang perlu segera ibu ketahui sekaligus dilengkapi, agar tidak menimbulkan permasalahan yang cukup pelik dalam proses selanjutnya,” timpal Pak Hanif.“Kekurangan dan masalah apa, kalau boleh saya tahu, Pak? Mungkin saya bisa membantu memperbaiki atau melengkapinya sekarang juga.” Bu Intan menjawab tegas dan masih dengan senyum manisnya, walau dadanya mulai sedikit bergemuruh karena muak yang ditahan.“Gak banyak sih Bu, kekurangannya hanya satu, dan kebetulan kekuara

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   48) Perubahan Besar (5)

    Bu Intan mencondongkan tubuhnya ke depan, meletakkan dagunya di telapak tangan dengan tatapan menggoda. "Beneran nih? Jangan PHP-in Tante, loh."Seorang pemuda dengan kaos hitam tertawa sambil mengusap tengkuknya. "Masa iya kita bohong? Justru seru kalau Tante ikut. Bisa ngerasain sensasi tidur di bawah bintang, dengerin suara alam, dan… siapa tahu ada tantangan seru juga."Bu Intan terkikik kecil, membayangkan betapa serunya pengalaman itu. Tapi sebelum sempat berandai-andai lebih jauh, salah satu dari mereka tiba-tiba menyenggol lengannya dan berbisik, "Tapi kita bukan cuma pecinta alam, Tante. Kita juga suka balapan liar!"Mata Bu Intan langsung berbinar lebih terang. Kenangan saat bersama Rizal, merasakan sensasi berboncengan motor keliling kota, angin malam yang menampar wajahnya, tiba-tiba menyeruak di pikirannya."Serius? Kalian anak-anak jalanan juga, nih?" tanyanya dengan nada penuh minat.Mereka tertawa. "Nggak juga, Tante. Cuma sekadar hobi. Nggak setiap hari, tapi kalau lag

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   47) Perubahan Besar (4)

    Seminggu telah berlalu sejak kepergian Dave, namun jejak kebersamaan empat hari dengannya masih begitu membekas di hati dan pikirannya.Seperti ombak yang terus menghempas pantai tanpa henti, gairah dalam diri Bu Intan kini bergelora tanpa bisa dikendalikan. Ada sesuatu dalam dirinya yang telah terbangun—sesuatu yang tak bisa ia redam, meskipun ia mencoba.Setiap sudut rumah terasa berbeda, bukan karena ada yang berubah secara fisik, melainkan karena dirinya sendiri yang kini tak lagi sama. Dulu, ia bisa dengan mudah mengabaikan kehampaan dalam rumah tangganya. Namun kini, sentuhan suaminya terasa asing, bahkan dingin. Keberadaan Pak Winata di sampingnya tak lagi membawa kehangatan, justru semakin menegaskan betapa kosongnya hubungan mereka.Malam-malamnya kini terasa panjang dan sepi. Tubuhnya mungkin berbaring di sisi suaminya, tetapi pikirannya melayang jauh, kembali ke malam-malam ketika Dave masih ada di sini. Ia terjaga hingga larut, hatinya berdebar, hasratnya menggelora, namun

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   46) Perubahan Besar (3)

    Pak Winata masih tertidur dengan lelapnya. Bu Intan masih belum merasa lengkap bila tidak merasakan rudal Dave yang mempunyai ukuran luar biasa tersebut, tapi dia juga sedikit khawatir bila ia teruskan permainannya di kamar tidurnya ini akan membuat suaminya bangun karena mendengar rintihan-rintihan dan erangan-erangannya.Bu Intan kemudian mengajak Dave untuk keluar dari kamar tidurnya. Mereka beranjak dari kamar tidur tersebut dengan setengah telanjang, tidak lupa untuk membawa pakaian mereka yang sudah terlepas.Di ruangan keluarga kembali Bu Intan mencumbu Dave dengan penuh nafsu, Bu Intan mulai mendorong Dave untuk duduk di sofa, ia pun kemudian bersujud di hadapan Dave.Dengan penuh nafsu rudal Dave yang setengah bangun mulai dikulum dan dijilatinya, Dave mulai mendesah-desah keenakan merasakan kuluman dan jilatan mulut dan lidah Bu Intan di rudalnya.Perlahan-lahan Bu Intan mulai merasakan rudal Dave bangkit dan mulai mengeras, mulut Bu Intan yang mungil tidak cukup untuk mengu

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   45) Perubahan Besar (2)

    Percakapan terus mengalir, diselingi gelak tawa ringan dan sesekali kilatan mata Dave yang mencuri pandang ke arahnya. Botol demi botol dibuka, hingga waktu terasa berlalu begitu saja. Bu Intan memperhatikan wajah suaminya yang mulai memerah. Gerakannya semakin lambat, omongannya mulai melantur.Sementara itu, Dave tampak tetap tenang. Mungkin karena ia terbiasa dengan minuman seperti ini.Jam di dinding telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Pak Winata semakin kehilangan kendali. Matanya sudah setengah terpejam, tangannya terkadang bergerak tanpa arah, dan bicaranya semakin tidak jelas.Bu Intan tersenyum kecil, teringat betapa lemahnya suaminya jika sudah berada dalam kondisi seperti ini. Sebuah ide melintas di benaknya—ia tahu betul bagaimana malam ini bisa berakhir.Senyumnya makin lebar.Dave, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya bertanya. “Apa yang membuat Anda tersenyum, Bu Intan?”Bu Intan hanya menoleh sekilas, lalu kembali tersenyum tanpa menjawab.Seperti yang s

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   44) Perubahan Besar (1)

    Bu Intan merasa ada sesuatu yang berbeda dalam hari-harinya sejak pertemuan itu. Kenangan akan Rizal terus membayangi pikirannya, menciptakan getaran aneh di hatinya yang sudah lama tak ia rasakan. Ia sering termenung, mengingat kembali bagaimana Rizal memperlakukannya—santai, nakal, tetapi tetap penuh perhatian.Setiap kali ia mendengar suara motor lewat di depan rumahnya, dadanya berdebar, berharap itu Rizal. Setiap kali notifikasi ponselnya berbunyi, hatinya melompat, hanya untuk kecewa saat mendapati pesan itu bukan darinya.Di sela-sela kesibukannya, ia berkali-kali ingin mengangkat ponselnya, mengetik pesan singkat atau bahkan sekadar menanyakan kabar Rizal. Namun, gengsi menahannya. Bagaimana mungkin ia, seorang istri pejabat yang seharusnya anggun dan berwibawa, justru dirundung rindu pada seorang pemuda kampung sok bergaya kota?Seharusnya dia memang dengan Jovan, bukan Rizal.Bu Intan menatap layar ponselnya dengan kesal. Beberapa kali ia mencoba menghubungi mantan menantuny

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   43) Mantan Mertua Bos (5)

    Setelah mengantar pulang Bu Intan, Rizal menyalakan motornya dan melaju pelan di jalanan yang mulai lengang. Udara malam masih menyisakan kehangatan pertemuan mereka, namun Rizal tahu, dunia tidak berhenti hanya di satu momen saja.Dia tidak langsung pulang ke rumah kebun. Ada kegelisahan yang masih berputar di kepalanya, sesuatu yang belum tuntas. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya dia membelokkan motornya ke sebuah warung kopi langganannya.Begitu sampai, Rizal langsung disambut oleh beberapa temannya. Salah satunya, Herman, menepuk bahunya dengan tawa kecil."Tumben malam-malam nongol. Baru dari mana, Lu?"Rizal hanya nyengir, melempar helmnya ke atas meja dan menarik kursi."Biasa, muter-muter nyari angin," jawabnya santai, padahal pikirannya masih terbayang sosok Bu Intan.Herman menyipitkan mata curiga. "Muter-muter nyari angin atau nyari lobang nganggur?" godanya.Rizal hanya terkekeh, memilih menyesap kopinya tanpa menjawab. Dia menikmati suasana warung itu—lampu remang-reman

  • Hasrat Bukan Menantu Idaman   42) Mantan Mertua Bos (4)

    Bibir mereka masih bertaut, lembut namun semakin dalam. Tangan Bu Intan mulai nakal menelusuri selangkangan Rizal, awalnya hanya sentuhan ringan, tapi kini seakan ada tarikan tak kasat mata yang membuat tangannya menggenggam benda keras, besar dan panjang di balik chinos. Dia enggan melepaskan.Rizal merasakan bagaimana tubuh Bu Intan perlahan melemas dalam dekapannya, memberi isyarat tanpa kata bahwa wanita itu telah tenggelam dalam gelombang perasaan yang tak lagi bisa ditahan. Kedua semakin kuat meremasi kedua payudara Bu Intan, ciuman mereka semakin liar.Bu Intan sedikit menghela napas di antara kecupan mereka, merasakan debaran dadanya yang berpacu begitu cepat. Ia bukan lagi seorang wanita muda, namun sentuhan Rizal seakan membangkitkan sisi dirinya yang selama ini terkubur oleh kamuplase dan ambisi tuntutan hidup.Rizal menurunkan ciumannya ke sepanjang garis rahang Bu Intan, meninggalkan jejak kehangatan di kulitnya yang halus. Wanita itu memejamkan mata, membiarkan dirinya l

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status