Semua Bab CEO Amnesia Mencari Cinta Yang Hilang: Bab 31 - Bab 40

40 Bab

Bab 31: Masa Lalu Tersembunyi

Singapore Ritz-Carlton, 3 tahun lalu"Tech Innovation Summit" terpampang besar di banner-banner yang menghiasi ballroom hotel mewah. Para pengusaha teknologi elit dari seluruh Asia berkumpul, menikmati champagne sambil membicarakan investasi multi-juta dolar. Di salah satu sudut ruangan, seorang wanita muda dengan setelan hitam elegan mengamati kerumunan dengan tatapan kalkulatif. Vianna Darmawan, 26 tahun, mewakili GlobalPharm dalam konferensi bergengsi ini."Ms. Darmawan, benar?" seorang pria dengan aksen Amerika menyapanya. "Saya Dr. Wilson dari Stanford Research. Saya dengar presentasi Anda tentang integrasi AI dalam farmasi tadi sangat mengesankan."Vianna tersenyum sopan, menyembunyikan kegembiraan bahwa presentasi pertamanya mendapat pengakuan. "Terima kasih, Dr. Wilson. GlobalPharm berharap dapat menjalin kerja sama dengan laboratorium Anda di masa depan."Setelah beberapa menit berbasa-basi, Vianna melihat dua sosok yang menarik perhatia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 32: Pertemuan "Kebetulan"

Skybar Altitude di lantai 56 sebuah gedung pencakar langit Jakarta menawarkan pemandangan kota yang spektakuler. Malam ini tempat itu setengah kosong—sempurna untuk pembicaraan privat. Lampu-lampu kota berkilauan seperti permata di bawah sana, pencahayaan temaram bar menciptakan atmosfer eksklusif. Vianna Darmawan, mengenakan gaun hitam ketat dan sepatu Christian Louboutin, menyesap martini-nya sambil menatap ke arah gedung LTI yang berkilau di kejauhan. Ia telah sengaja memilih meja dengan pemandangan langsung ke menara kaca itu—pengingat konstan tentang tujuannya. "Maaf terlambat," suara bariton menginterupsi lamunannya. Dani Sasongko berdiri di sana, setelan abu-abu sempurna dan jam tangan Patek Philippe di pergelangan tangannya—simbol kesuksesan DS Tech Ventures. 
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 33: Kepentingan Bersama

Conrad Hotel Jakarta, 18 bulan laluVianna Darmawan menyesap champagne-nya perlahan, mengamati kerlap-kerlip Jakarta dari rooftop bar mewah. Posisinya sebagai asisten eksekutif Damian Lesmana selama enam bulan telah memberinya akses ke lingkaran elit bisnis teknologi—jauh dari masa lalunya yang ingin ia kubur dalam-dalam. Dress hitam elegan yang ia kenakan adalah bukti perjalanan panjangnya, dari gadis miskin Cilandak menjadi wanita berpengaruh di jajaran eksekutif perusahaan teknologi terbesar di Indonesia."Tidak kusangka kau benar-benar berhasil masuk ke LTI," suara familiar menginterupsi lamunannya. Dani Sasongko muncul dengan setelan navy yang sempurna. Jam tangan Audemars Piguet melingkar di pergelangan tangannya, tanda kesuksesan DS Tech yang kini dihargai pasar. "Imprresif."
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 34: Perjanjian Tidak Terucap

Apartemen Penthouse Dani Sasongko, 6 bulan laluMalam sudah larut di Jakarta ketika Vianna Darmawan menekan kode akses ke penthouse Dani di kawasan SCBD. Gedung-gedung pencakar langit berkilauan di kejauhan, termasuk menara LTI yang berdiri tegak dengan logo bercahaya di puncaknya—target mereka yang semakin dekat."Kau terlambat," sambut Dani yang sedang menuang wine merah ke decanter kristal. Layar besar di dinding menampilkan grafik pergerakan saham LTI dan DS Tech dalam tiga bulan terakhir. "Ada masalah?""Damian memintaku lembur untuk finalisasi kontrak Global Expansion," Vianna melepas high heels-nya, meletakkan tas di sofa. "Dia semakin bergantung padaku untuk keputusan strategis. Bagus untuk rencana kita."Dani meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 35: Dua Sisi Koin

Pagi itu Jakarta diselimuti langit mendung, mencerminkan suasana gelap dari rencana yang sedang berjalan. Di dua lokasi berbeda, Dani Sasongko dan Vianna Darmawan mempersiapkan langkah final konspirasi mereka, masing-masing dengan gaya manipulasi yang sangat kontras.Di penthouse mewahnya, Dani Sasongko merapikan dasi sembari mendengarkan laporan tim pengacaranya melalui speaker telepon."Semua dokumen untuk merger sudah siap, Mr. Sasongko," suara pengacara korporatnya terdengar profesional. "Begitu board meeting selesai, kita tinggal melakukan finalisasi.""Bagus," Dani menjawab singkat. "Dan tender offer kedua?""15% di atas harga pasar, seperti yang Anda minta. Cukup menggiurkan untuk membuat investor institusional berpikir dua kali."Dani tersenyum puas, mematikan panggilan. Ia mengecek pesan terakhir dari Eliza yang membalas undangan pertemuannya. Rencananya berjalan mulus—gadis itu tampak hancur setelah diusir Damian, mencari sandaran emosion
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 36: Teman di Saat Sulit

Hujan deras mengguyur Jakarta ketika taksi berhenti di depan apartemen sederhana di kawasan Kemang. Eliza turun dengan tas besar berisi pakaian dan beberapa barang pribadi yang sempat ia kemas dari guest house mansion Damian. Rambutnya lepek menempel di wajah, matanya sembab setelah menangis sepanjang perjalanan."Eliza! Ya Tuhan, kau basah kuyup," Nadira, sahabatnya sejak kuliah, segera menghampiri begitu membuka pintu. "Ayo masuk. Aku sudah siapkan kamar tamu untukmu."Eliza hanya mengangguk lemah, tubuhnya terasa berat. Nadira mengambil tasnya dan membimbingnya masuk."Kupikir kau akan menginap di hotel," kata Nadira sambil menyalakan pemanas air. "Senang kau memilih datang ke sini.""Maaf mendadak," Eliza menjatuhkan diri di sofa. "Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 37: Keterpurukan

Tiga hari berlalu sejak Eliza tinggal bersama Nadira. Hujan masih setia mengguyur Jakarta, menciptakan atmosfer suram yang mewakili suasana hatinya. Eliza duduk di depan laptop, mencoba menyelesaikan desain untuk kliennya, namun setelah lima jam bekerja, kemajuannya minimal."Masih tidak ada inspirasi?" tanya Nadira, meletakkan secangkir kopi di samping laptop.Eliza mengerang frustasi. "Aku tidak pernah semacet ini sebelumnya. Klien menunggu desain ini besok dan aku baru mencapai 30 persen.""Tentu saja kau macet," kata Nadira lembut. "Kau sedang melalui trauma besar.""Profesional tidak membawa masalah pribadi ke pekerjaan," Eliza mengutip kata-kata Damian dulu, membuat hatinya semakin perih.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 38: Panggilan Tepat Waktu

Ponsel Eliza masih berdering. Pesan Dr. Adrian menampilkan peringatan jelas, tapi juga instruksi untuk bersikap normal. Dengan tangan sedikit gemetar, Eliza menggeser tombol hijau dan mengaktifkan speaker."Jangan tutup teleponnya!" suara Dani terdengar mendesak, seolah membaca keraguan Eliza.Eliza menatap Nadira dengan was-was, pesan Dr. Adrian masih terbuka di layar tablet di sampingnya. "Apa maumu, Dani?" tanyanya, berusaha terdengar dingin namun tidak mencurigakan."Aku tahu kau sedang kesulitan setelah... yang terjadi dengan Damian," suara Dani terdengar prihatin, hampir terlalu sempurna untuk menjadi tulus. "Aku hanya ingin membantu.""Membantuku?" Eliza tertawa getir, tidak perlu berpura-pura untuk bagian ini. "Seperti kau 'membantu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

Bab 39: Bantuan yang Datang

Eliza duduk meringkuk di tepi tempat tidur kamar tamu Nadira, mengenakan sweater abu-abu yang kebesaran. Di luar, hujan masih setia mengguyur Jakarta sejak tiga hari lalu. Ia menatap kosong pada portfolio yang terbuka di laptopnya—desain-desain yang dulu ia kerjakan dengan penuh semangat kini terasa tanpa makna."Masih belum ada inspirasi?" Nadira muncul di ambang pintu, membawa secangkir teh hangat.Eliza menggeleng lemah. "Aku bahkan tidak bisa menyelesaikan desain yang paling sederhana. Pikiranku terus... kembali padanya."Nadira duduk di sampingnya, menyodorkan teh yang diterima Eliza dengan tangan sedikit gemetar. "Sudah coba menghubunginya lagi?""Nomornya sudah diblokir," jawab Eliza, tersenyum getir. "Atau mungkin diganti. Ent
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

Bab 40: Harapan Palsu

DS Gallery berdiri megah di kawasan elit Menteng, menempati bangunan kolonial yang direstorasi dengan sempurna. Fasadnya putih dengan aksen hitam, jendela-jendela tinggi bergaya art deco, dan taman kecil terawat di bagian depan. Eliza berdiri di depan pintu kaca besar, mengamati detail arsitektur sambil mengumpulkan keberanian.Setelah perdebatan panjang dengan Nadira pagi tadi, Eliza akhirnya datang sendirian. Bukan untuk menerima tawaran—setidaknya itulah yang ia terus katakan pada dirinya sendiri—tapi untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri."Kau benar-benar datang," suara Dani menyambutnya begitu ia melangkah ke dalam lobi. Pria itu mengenakan setelan abu-abu dengan dasi biru tua, terlihat jauh lebih dewasa dan sukses dari Dani yang Eliza kenal di masa kuliah."Aku penas
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status