Beranda / Urban / Dokter Terhebat / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Dokter Terhebat: Bab 11 - Bab 20

31 Bab

Bab 11 - Pergi Ke Rumah Sakit

“Hamil?” desisnya, menahan kekesalan yang bergolak di dada.“Kata itu tidak seharusnya keluar dalam hubungan seperti ini. Ini hanya main-main, Lastri. Aku tidak siap bertanggung jawab untuk hal sebesar itu,” ujar Pak Agus dengan nada datar, seolah semuanya hanya perkara sepele.Ia melanjutkan dengan ringan, seakan tidak ada hati yang sedang terluka.“Minumlah pil KB. Kalau pun kau hamil, tinggal gugurkan atau... bilang saja ke Udin kalau itu anaknya. Selesai, kan?” ucapnya enteng, nyaris tanpa perasaan.Saran kejam itu menghantam Lastri seperti palu godam.Namun, di balik kata-kata ringan Pak Agus, tersirat jelas penolakan tanggung jawab.Pak Agus malah berusaha memutarbalikkan keadaan.“Lagipula, semua ini bukan salah kita,” sahutnya cepat, mencoba membela diri. “Ini gara-gara bocah tengil itu—mantanmu. Kalau dia tidak merekam kita, kamu tidak perlu ‘melayani’ Jalok dan teman-temannya.”Lastri terdiam. Hatinya berperang. Kata-kata Pak Agus perlahan menyusup ke pikirannya yang rapuh.K
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Bab 12 - Pindah Bangsal

Sementara itu, Udin berjalan ke bangsal umum tempat ibunya dirawat selama tiga tahun terakhir.Wajahnya muram.Setiap langkahnya terasa berat, seperti diseret beban tak kasat mata.Meski ia selalu datang, pemandangan yang ia lihat tak pernah berubah: ibunya terbaring kaku, tak sadarkan diri."Ibu, aku janji suatu hari akan menyembuhkanmu. Tak peduli berapa pun biayanya," batinnya penuh tekad.Kondisi keuangan Udin memang pas-pasan.Tapi ia bekerja keras, menabung setiap rupiah demi biaya perawatan. Ia menggantungkan harapan pada keajaiban.Namun hari ini berbeda.Begitu sampai di bangsal, Udin terkejut.Tempat tidur ibunya kini ditempati oleh orang asing. Ia celingukan, panik.Ibunya tidak ada.“Di mana ibuku?…” ucap Udin pelan, nyaris seperti gumaman yang tercampur kepanikan.Udin terpaku sejenak sebelum tersadar, dan panik membuncah dalam hatinya.Pasien yang terbaring di bangsal tersebut sama sekali tidak dikenalnya.Padahal, seingatnya, inilah ruangan tempat ibunya dirawat.Nomor b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 13 - Kemunculan Miranda

Dokter Jono menatap Udin dari ujung kepala hingga kaki.Pakaian Udin yang sederhana sudah cukup memberitahunya alasan keberatan itu.Ia langsung menyimpulkan bahwa Udin berasal dari keluarga kurang mampu.“Kami dari keluarga tak mampu, Dok. Saya mohon, kalau bisa tagihannya diturunkan menjadi setengahnya. Sisanya akan saya cicil selama setahun,” ujar Udin penuh harap.Ia mengira Dokter Jono akan berbaik hati.Baginya, ini kesempatan emas untuk mendapatkan keringanan.Tapi kenyataan justru berbanding terbalik.(Menurunkan setengahnya? Dia pikir ini pasar tradisional?) batin Dokter Jono geram.Wajahnya mengeras. Tatapannya tajam dan penuh superioritas.Ia memancarkan aura dingin yang membuat Udin semakin tertekan.Bagi Dokter Jono, tidak ada alasan untuk memberi keringanan.Terutama pada keluarga pasien yang menawar seolah biaya rumah sakit bisa ditawar sesuka hati."Kau ingin menawar tagihan rumah sakit?" tanya Dokter Jono tajam, memastikan apakah telinganya tidak salah dengar.Perminta
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 14 - Dugaan

Sementara itu, Dokter Jono mendadak kaku.Keringat dingin mengalir di punggungnya saat menyadari siapa pria yang barusan ia hina.Ia melirik Udin dengan panik, mulai berpikir macam-macam.Suaranya bergetar saat mencoba menguasai keadaan.“Nona Miranda pasti salah mengenali orang,” ucapnya gugup. “Tidak mungkin Anda mengenal pria miskin itu yang bahkan tidak mampu membayar tagihan rumah sakit.”Namun, ekspresi Miranda membantah segalanya.Dengan sikapnya yang semakin tegas, ia justru membuat Dokter Jono makin panik.“Hmph! Masih berani bicara buruk tentang Mas Udin?” sahut Miranda tajam. “Kau kira aku tidak tahu apa yang kalian lakukan di belakang kami?”Nada bicaranya menggigit, membuat udara di ruangan terasa menegang.Meski malu mengakuinya, ia tahu kasus pemerasan dan manipulasi tagihan bukan hal asing di rumah sakit ini.“Nona Miranda, tolong jangan salah paham,” ujar Dokter Jono dengan nada memelas. “Saya memang sempat bicara kurang baik tentang keluarga pasien, tapi saya tidak me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 15 - Pecat Langsung

“Dokter Jono dan petugas administrasi menyampaikan bahwa tagihan rumah sakit untuk Ibu Sundari sangat tinggi. Saya ingin tahu apakah hal itu benar atau justru ada penyimpangan di baliknya,” ucap Miranda tegas.Ia tidak ingin membuang waktu. Pikirannya tajam, sorot matanya menusuk.Dugaan kuatnya muncul setelah mendengar percakapan antara Dokter Jono dan Udin sebelumnya. Miranda telah menyusun kesimpulan dan berniat meluruskan segalanya, khususnya untuk membantu Udin yang tampaknya menjadi korban.“Ini berkas yang Anda minta, Nona Miranda,” ujar Pak Tukul sambil menyerahkan catatan medis tersebut tanpa banyak bicara. Namun, matanya melirik ke arah Dokter Jono dan petugas administrasi dengan gelisah.Ia mulai merasa gelisah jika dugaan Miranda benar adanya."Kalau sampai benar mereka menipu, aku pun harus bertanggung jawab. Aku gagal melihat kesalahan di depan mataku sendiri," batinnya getir.Miranda menerima berkas itu, membukanya cepat namun teliti. Wajahnya tidak menunjukkan emosi,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 16 - Terselesaikan

Meskipun Dokter Jono dan petugas administrasi memohon dan menyesali perbuatan mereka, Pak Tukul tetap tak bergeming.Miranda telah memutuskan pemecatan mereka. Sebagai manajer, tugas Pak Tukul hanya mengeksekusi.“Saya sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun. Tidak bisakah saya diberi kesempatan? Saya bersedia memberi kompensasi,” kata Dokter Jono, mencoba bertahan.Namun, itu hanya upaya sia-sia.Petugas administrasi hanya menunduk. Ia tahu dirinya mudah digantikan, bahkan oleh pemula.“Hmph! Kau pikir kerja sepuluh tahun membuatmu kebal hukum? Menipu pasien dan rumah sakit seolah milik keluargamu?” sahut Miranda. “Cepat pergi sebelum aku panggil penjaga!”Pak Tukul mengangguk pada dua penjaga.“Kawal mereka keluar. Pastikan mereka tak kembali.”Tanpa perlawanan, keduanya mengikuti langkah penjaga.Sebelum pergi, Dokter Jono sempat menatap Udin penuh dendam.(Semua ini karena dia. Aku akan membalas.)Setelah mereka pergi, suasana rumah sakit tenang kembali.Miranda menoleh ke Udin. “S
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 17 - Niat Buruk Erik

Pintu mobil ditutup keras, menandakan kekesalan yang tak bisa disembunyikan.“Sialan, kenapa semua jadi begini?!” teriak Erik, matanya menyala-nyala.Erik benar-benar murka. Kencan yang diharapkan berjalan mulus justru gagal total.Terlebih lagi, Miranda terlihat lebih dekat dengan pria lain—pria yang jauh dari kata kaya.“Aku bersumpah akan membuat pria itu menyesal. Dia harus segera menjauh dari Miranda,” geramnya dalam hati.Rasa malu dan amarah bercampur dalam diri Erik.Kekasih pujaan hatinya justru memilih berjalan bersama pria lain, sebuah penghinaan yang tak bisa diterima.Sesaat setelah Erik masuk ke rumah, ia langsung berhadapan dengan ayahnya yang sudah menunggunya dengan wajah penuh tanya.“Putraku, kenapa kau pulang begitu cepat? Bagaimana kencanmu dengan putri keluarga Kuncoro?” tanya Kepala Penadol dengan nada penasaran.Wajah Erik yang gelap sudah cukup menjawab, namun sang ayah ingin mendengarnya langsung.“Kencannya gagal, Ayah. Kami bahkan tak sempat makan malam ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

Bab 18 - Panggilan

Walau sebelumnya menyetujui perjodohan itu, ia tetap menghargai keputusan Miranda.Ia bukan tipe ayah yang memaksakan kehendaknya, apalagi jika putrinya merasa tak nyaman.(...Tuan Kuncoro, mohon pertimbangkan kembali. Kegagalan ini terjadi karena ada seorang pemuda miskin yang mengaku sebagai pacar Putri Miranda. Bukankah ini mencoreng nama baik keluarga Anda?...)Kepala Penadol yakin, kalimat itu akan menyentuh harga diri lawan bicaranya.“Apa?!” seru Kepala Kuncoro, terkejut dan tak percaya.“Pemuda miskin menjadi pacar putriku?” ulangnya, nada suaranya meninggi.Ia jelas tak bisa menerima kenyataan itu. Keluarga mereka berada di puncak kelas atas, dan ia tak akan membiarkan anaknya menjalin hubungan dengan pria yang bahkan tak diketahui asal-usulnya.“Kepala Penadol, kau yakin dengan yang kau katakan?” tanyanya, penuh penekanan.(Tak bisa kubiarkan ini terjadi. Miranda harus sadar tempatnya dari keluarga tak sederhana.) batinnya, kini mulai diliputi amarah.(...Aku telah mengataka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Bab 19 - Teman Lama Yang Sombong

Sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan ayahnya.“Bibi? Kau di sana?” tanyanya cepat, berharap jawaban segera.Tak ada jawaban. Miranda mencoba tetap tenang, tapi keresahannya tak bisa ditutupi.“Bibi, atau siapa pun di sana! Cepat jawab!” sahutnya gugup.Tidak lama setelah itu suara wanita paruh baya kembali terdengar.(...Nona Miranda, maafkan saya karena menggunakan ponsel Tuan Kuncoro. Beliau baru saja meminum obat dan kini sedang beristirahat di kamar...)Mendengar penjelasan tersebut, Miranda sedikit lega. Ia tahu, pembantunya itu tidak berniat lancang, hanya berusaha menenangkan situasi.“Tidak apa-apa, Bibi. Aku tahu Ayah terlalu memaksakan diri dengan urusan perusahaan. Aku akan segera pulang untuk memeriksa keadaannya,” ucapnya pelan, mencoba tetap tenang.(...Baik, Nona Miranda...)Pembantu itu terdengar lega karena tidak dimarahi. Ia memang menjawab panggilan demi menenangkan Miranda, dan bersyukur keputusannya tepat.Miranda pun segera mengakhiri panggilan dengan wajah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 20 - Ingin Menyingkirkan

“Betul, Pak. Orang ini tidak punya hak berada di sini. Dia orang miskin, mana mungkin mampu membayar bangsal VIP di rumah sakit ini,” sahutnya yakin, dengan ekspresi meremehkan.Ucapannya yang kasar dan justru mengundang amarah. Ia bahkan tak sadar tengah menghina seseorang di hadapan atasannya sendiri.Pak Tukul menatapnya tajam, ekspresinya berubah dingin.“Dia miskin, lalu kau merasa berhak mengusirnya?” ucapnya pelan, namun setiap kata mengandung tekanan.Sowel masih belum menangkap maksud dari nada suara itu. Ia terus saja bicara, makin menjadi-jadi.“Betul, Pak. Saya ingin segera mengusirnya, agar suasana rumah sakit kita tak tercemar oleh orang seperti dia,” jawabnya tanpa rasa bersalah, malah terdengar semakin keterlaluan.Langkahnya hendak maju, namun tiba-tiba Pak Tukul berdiri di hadapan Udin, membentengi tubuh pemuda itu dengan sikap penuh hormat.Ia menoleh ke Udin, lalu berkata dengan nada hormat, “Nak Udin, saya akan mengurusnya.”Dia kemudian berbalik dan menatap Sowel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status