Semua Bab Usai Keputusan Cerai: Bab 181 - Bab 190

201 Bab

181. Susah Diatur 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Susah Diatur Author's POV Indira turun dari kendaraan yang menjemputnya. Di pintu masuk rumah makan mewah, dia disambut oleh seorang pramusaji dengan ramah. "Maaf, apa dengan Mbak Indira?""Ya. Saya Indira," jawab Indira dengan penuh percaya diri."Mari saya antar! Mbak, sudah ditunggu." Pramusaji mendahului melangkah di depan Indira. Langsung naik ke lantai dua. Sebuah ruang VVIP yang dipesan oleh Bre.Gadis itu tersenyum senang. Tidak terbesit kecurigaan sedikitpun di hatinya. Dia sudah tahu, orang kaya atau bos besar selalu menggunakan trik seperti itu. Agar tidak ketahuan pasangannya. Apalagi untuk ukuran seorang pengusaha sekelas Bre. Tentu dia harus menjaga nama baiknya meski selingkuh.Senyum licik terbit di bibirnya yang merona. Kakak yang dibanggakan oleh papanya, akan menangis darah setelah ini. Setelah tahu suami yang dicintai, ternyata tergoda dengan adik tirinya.Pramusaji mengetuk pintu dua kali, lalu memutar handle. "Silakan masuk Mbak Indira."
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

182. Susah Diatur 2

"Kamu tahu apa tentang kehidupan kami di Bali." Indira menentang tatapan Hilya. Hilya memandang bapaknya. Lelaki yang tidak memiliki power di hadapan keluarga. Kasihan sebenarnya. "Pulang dari sini, segera kemasi pakaianmu. Besok pagi kamu ikut papa pulang ke Bali." Pak Umar memandang Indira. Namun gadis itu tersenyum sinis. "Nggak segampang itu, Pa. Masih satu setengah bulan lagi aku magang di sini.""Kamu kembali saja. Aku nggak butuh anak magang yang tidak tahu etika dan menghormati orang tua. Mulai besok masa magangmu sudah selesai di Hutama Jaya kecuali keempat temanmu yang benar-benar datang untuk magang di sini. Bukan dengan tujuan lain. Maaf, HJ sudah tidak bisa menerimamu." Ucapan tegas Bre membuat Indira mati kutu. Tubuhnya sampai gemetar dan tidak bisa berkata apa-apa."Bu Sri akan mengurus semuanya besok jam kerja," lanjut Bre.Spontan gadis itu bangkit dari duduknya dan melangkah ke luar ruangan. Pak Umar mengejar hingga ke halaman restoran."Untuk apa Papa mengejarku. P
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

183. Susah Diatur 3

"Nggak, Mas. Bapak waktu di pernikahan Mbak Asmi sudah bilang kalau akan tetap tinggal di Bali. Bapak nggak ingin merepotkan anak-anaknya di sini."Lagian Bapak masih memiliki tanggungjawab istri dan anaknya. Biar dia membimbing anak perempuannya yang liar itu menjadi wanita bermartabat. Nggak mengikuti jejak mamanya yang suka mengganggu suami orang. Bahaya gadis itu kalau dibiarkan."Bre menghela nafas panjang. Lalu membimbing istrinya untuk berbaring. Dia tidak ingin membahas Indira lebih jauh. Baginya gadis itu hanya anak kemarin sore yang tidak ada artinya apa-apa. Dia sudah pernah digoda juga oleh anak kuliahan ketika masih menduda. Namun Bre bergeming.Seperti biasa, sebelum tidur. Mereka berdua menyempatkan pillow talk. Setelah kegagalan di masa lalu, bagi Bre komunikasi dalam hubungan suami istri begitu penting.đź–¤LSđź–¤Jam enam pagi Pak Umar pamitan pada anak, menantu, dan cucunya. Seorang sopir kantor akan mengantarkannya dan Indira ke Bandara. Hilya mengantar sang bapak sam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

184. Menjadi Ayah 1

USAI KEPUTUSAN CERAI - Menjadi Ayah Author's POV "Istri Bapak mengalami stroke, Mas." Hilya menunjukkan isi pesan pada Bre. Keduanya saling pandang. "Dari bandara, Bapak langsung ke rumah sakit.""Semoga lekas sembuh." Bre menanggapi dengan singkat. Sedangkan Hilya akhirnya juga tidak membahas lagi. Tidak ada yang harus dipikirkan. Antara dirinya dan sang ibu tiri tidak saling mengenal. Bahkan bertemu pun tidak pernah sama sekali. Wajah wanita yang sudah merebut bapaknya itu pun hanya dilihat di foto. "Mas berangkat ke kantor dulu." Bre menunduk dan mengecup pipi istrinya. "Nanti mas pulang cepat untuk mengantarmu ke dokter.""Hu um."Setelah Bre berangkat, Hilya mengajak Rifky ke kamarnya. Membiarkan anak itu bermain menyusun puzzle, sedangkan ia menikmati semilir angin menjelang siang. Menatap pepohonan yang masih diselimuti kabut tipis. Ia teringat bapaknya. Di usia senja bukannya hidup tenang, tapi malah banyak beban. Setelah berpuluh tahun, satu demi satu topeng mereka runt
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

185. Menjadi Ayah 2

Mak As langsung panik. "Astaghfirullah. Tak telponin Mas Bre ya, Mbak?""Jangan dulu. Sepertinya Mas Bre lagi meeting, Mak. Boleh minta tolong panggil Pak Satpam di depan? Biar beliau yang nganter ke klinik. Kalau nunggu Mas Bre pasti kelamaan.""Eh iya, Mbak." Mak As tergesa-gesa keluar rumah. Rifky yang bingung memandang bundanya, turun dari mobilannya lalu menghampiri. "Unda," panggilnya."Rifky sama Mbak, ya." Hilya mengusap rambut putranya. Dari arah dapur muncul si mbak yang juga terlihat panik melihat Hilya yang berkeringat dingin. Wanita umur empat puluhan itu langsung meraih dan menggendong Rifky.Tak sampai lima menit, Pak Satpam masuk rumah bersama Mak As. Melihat majikan perempuannya, laki-laki setengah baya itu langsung mengambil kunci mobil dan keluar untuk mengeluarkan mobil dari garasi.Mak As mengambil persiapan persalinan di kamar. Kemudian Hilya dituntun keluar dan masuk mobil ditemani Mak As. Rifky ditinggal di rumah bersama si mbak.Setiap lima menit dalam perjala
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

186. Menjadi Ayah 3

Dan Bre meski tegang dan cemas, untuk pertama kalinya merasa seperti lelaki paling beruntung di dunia. Karena wanita yang ia pilih dengan sepenuh hati, kini akan memberinya dunia baru. Gelar sebagai seorang ayah dari buah cinta mereka sendiri.Habis Maghrib, rasa nyeri menghantam seperti gelombang yang datang bertubi-tubi. Nafas Hilya mulai berat. Tangannya mencengkeram erat lengan Bre saat kontraksi datang berterusan.Pada saat itu juga Bu Rika sampai di klinik. Namun ia tidak diizinkan untuk masuk. Wanita itu dengan cemas menunggu di bangku depan ruang bersalin bersama Ferry, putra sulungnya.Dalam kamar, Hilya menangis pelan. Bukan karena lemah, tapi karena semua rasa seolah bercampur menjadi satu. Sakit, haru, takut. Bre tak pernah melepaskan tangannya. Ia menyeka keringat di dahi istrinya, mencium pipinya, membisikkan doa-doa di sela napas Hilya yang tersengal."Ayo Bu Hilya, sudah lengkap bukaan sepuluh. Kita mulai mengejan ya," ujar dokter Nelly.Hilya menarik napas dalam. Deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

187. Kehilangan 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Kehilangan Author's POV "Kamu nggak nyoba telepon Bre dulu, Ham?" Bu Rida yang menenteng kado mengingatkan putranya."Sudah kukirim pesan, Ma. Dijawab agar kita langsung ke sini."Sebenarnya Arham tidak sengaja datang di waktu Hilya lahiran. Dia sudah janjian dengan Bre tiga hari yang lalu, kalau akan ke Malang bersama mamanya untuk bertemu Rifky. Kebetulan Bu Rida juga baru sembuh dari sakit dan dia ingin sekali bertemu cucunya.Tadi pas datang ke rumah mereka, ART di sana memberitahu kalau Hilya melahirkan. Bre juga membalas pesannya agar Arham mengajak sang mama langsung ke klinik saja. Bu Rida tadi sempat meminta mampir ke toko untuk membeli kado.Ketika mereka tengah melangkah di lorong, ponsel Arham berdering. Bre yang menelepon. "Halo, Mas. Saya dan mama sudah sampai di klinik.""Kami tunggu, Mas. Saya di depan kamar perawatan. Paviliun 302.""Iya." Arham menyimpan kembali ponselnya dan mengajak sang mama melangkah mencari paviliun yang dimaksud oleh B
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

188. Kehilangan 2

Tristan duduk menunggu di sisi tempat tidur. Memperhatikan perut Aruna yang membuncit. Karena kehamilannya, Aruna mengurangi banyak kegiatan di luar. Termasuk melanjutkan ikut pelatihan. Trimester pertama waktu itu membuatnya harus banyak bed rest karena tubuhnya terasa sangat lemah. Sempat opname tiga hari karena kondisinya yang ngedrop.Ada perasaan lega, tapi juga getir di dada Tristan. Ia tahu Aruna berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, meski hatinya telah remuk oleh kondisi mereka saat itu. Namun Aruna sekarang terlihat lebih baik daripada beberapa bulan yang lalu.Tristan sendiri membuktikan untuk berubah. Memperbaiki diri dan banyak belajar dari kesalahannya. Memprioritaskan istri dan anak-anaknya."Yuk, kita berangkat sekarang!" Tristan bangkit dari duduk lalu mengangkat koper kecil keluar kamar. Aruna mengikuti sambil menutup pintu kamar. Pria itu meraih tangan sang istri dan mereka menuruni tangga bersama-sama."Aku sebenarnya khawatir dengan kondisi papa,"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

189. Kehilangan 3

Malang ....Hawa dingin terasa begitu menusuk ke tulang. Gerimis di luar belum berhenti. Tristan membawakan segelas teh hangat dan di letakkan di meja depan Aruna. Lelaki itu juga menangkupkan selimut ke tubuh sang istri yang tengah duduk menikmati pemandangan di luar, dari balik jendela kaca."Mau kupesankan roti bakar?" tanya Tristan sambil duduk merapat pada istrinya. Lengannya merangkul bahu Aruna yang ringkih."Nggak usah. Aku masih kenyang."Keduanya memandang jauh keluar. Sebenarnya Aruna kepikiran tentang papanya. Kesehatannya makin menurun dari hari ke hari. Namun Aruna tidak pernah membahas hal itu dengan Tristan.Sejak awal, Tristan memang tidak cocok dengan papa mertuanya. Untuk itu Aruna pun tidak ingin membicarakan tentang sang papa dengan suaminya. Ia sadar kesalahan papanya waktu itu sangat menyakitkan bagi Tristan. Meski mereka sudah bisa saling menerima dan memaafkan. Aruna sekarang benar-benar menjaga diri dan berhati-hati."Kamu nggak ngantuk?" Tristan mengecup ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

190. Satu Hari di Kota Malang 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Satu Hari di Kota Malang Author's POV Tristan menghela nafas panjang. Dia harus memberitahu istrinya daripada Aruna bakalan kaget nantinya. "Runa, kita tunggu papa di rumah. Papa akan dibawa pulang."Perasaan Aruna sudah tidak karuan. Namun masih berusaha menepis ketakutannya. Papanya masih ada. Papanya bisa tertolong dan akan pulang dalam keadaan baik-baik saja. Meski hati kecilnya merasakan pesimis.Ketika mobil memasuki halaman rumah, Aruna lemas saat melihat suasana begitu terang benderang dan beberapa kerabat sudah berkumpul di sana. Di teras dan ruang tamu duduk para saudara dan tetangga."Runa ....""Aku sudah tahu," potong Aruna cepat dengan air mata sudah membanjiri pipinya. Ketakutannya menjadi kenyataan. Ia yakin, papanya sudah tiada.Tristan turun dari mobil dan membuka pintu untuk istrinya. Aruna yang sempoyongan berusaha berjalan sendiri masuk ke rumah lewat pintu samping. Dia tidak peduli dengan Tristan yang begitu khawatir di sampingnya.Aruna
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
161718192021
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status