All Chapters of Menjadi Istri Keponakan sang Mantan: Chapter 21 - Chapter 30

87 Chapters

Bab 21 : Keadaan Robert

Sophia melangkah cepat di lorong rumah sakit, sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer yang dingin. Bau khas antiseptik bercampur dengan aroma obat-obatan sudah menyusup ke dalam hidungnya, membuat perutnya terasa mual. Panik sudah ia rasakan ketika mendengar ayahnya mengalami kecelakaan, dan ia hanya berharap tidak terjadi apa-apa dengan ayahnya itu. Begitu sampai di depan ruang perawatan, matanya langsung menangkap sosok Rose yang duduk di kursi panjang dengan wajah cemas. Tangannya menggenggam erat tas kecil di pangkuannya, dan matanya tampak sembab, seperti habis menangis. “Bu!” Sophia segera menghampiri dan berjongkok di hadapan ibunya. “Bagaimana keadaan Ayah?” Rose mengangkat wajahnya perlahan, menarik napas panjang sebelum menjawab, “Dokter bilang dia mengalami benturan keras di kepala dan beberapa tulang rusuknya patah,” jawabnya dengan suara lirih. “Mereka sudah melakukan operasi darurat, tapi ayahmu masih belum sadar.” Dada Sophia terasa sesak.
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more

Bab 22: Kebosanan di Mansion Williams

Pagi ini, Sophia melangkah menuju dapur, berharap bisa melakukan sesuatu untuk mengusir rasa bosannya. Udara di mansion Williams begitu sejuk, jendela-jendela besar yang terbuka membiarkan angin pagi masuk, menyapu lorong-lorong luas yang dihiasi dengan karpet mewah. Namun, meskipun rumah ini begitu indah, ia merasa seolah menjadi burung dalam sangkar emas. Begitu memasuki dapur, aroma roti panggang dan kopi menyeruak, bercampur dengan wangi bumbu masakan yang sedang dimasak oleh para maid. Dapur itu luas, dengan meja marmer yang bersih dan rak-rak kayu berisi berbagai peralatan masak. Di sana, ada sekitar enam maid yang tengah sibuk bekerja, mengenakan seragam hitam putih khas pelayan. Beberapa dari mereka memotong sayuran, yang lain sibuk dengan panci besar berisi sup, sementara seorang maid terlihat memanggang kue dengan begitu konsentrasi. Sophia tersenyum, merasa kagum dengan koordinasi mereka yang begitu rapi. Namun, belum sempat ia melangkah lebih dalam ke dapur, suara
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Bab 23 : Keraguan Sophia

“Kenapa kau tak bilang padaku kalau membutuhkan uang?” selidik Daniel, matanya menatap tajam ke arah Sophia. Jantung Sophia berdegup kencang. Ia tidak menyangka Daniel mendengar percakapannya barusan. Jemarinya menggenggam erat ponsel di tangannya, mencoba mencari alasan yang tepat. “Mm … itu … aku ….” suaranya terdengar ragu. Napasnya sedikit tersengal, bibirnya terbuka seolah ingin berbicara, tapi tak satu pun kata yang keluar. Melihat Sophia yang gugup, Daniel hanya menatapnya lekat-lekat, seperti sedang menelanjangi kebohongan yang mungkin saja akan keluar dari mulut wanita itu. “Kau butuh uang, kan?” Sophia menelan ludah. Ia tahu Daniel bukan tipe orang yang bisa dibohongi begitu saja. Tapi ia juga tidak mau terlihat lemah di hadapan pria itu. “Aku bisa mengurusnya sendiri,” jawab Sophia, meski suaranya terdengar kurang meyakinkan. Daniel menghela napas panjang, kemudian mendorong tubuhnya menjauh dari dinding. “Jangan keras kepala, Sophia.” “Aku tidak keras kepa
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Bab 24 : Malam yang Berbatas Tipis Antara Dosa dan Keputusan

“Haruskah aku membuka pintunya?” Sophia berdiri di depan pintu kamar Daniel, jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Tangannya menggantung di udara, ia tengah ragu untuk mengetuk pintu bercat mahoni yang terasa lebih berat dari seharusnya. “Sial, kenapa aku jadi bimbang seperti ini?” Ia menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian. Jemarinya dengan ragu merapikan helaian rambut yang jatuh ke bahunya, seolah ingin memastikan dirinya terlihat baik-baik saja sebelum melangkah lebih jauh. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan terdengar lirih, hampir tidak terdengar di lorong yang sepi. Namun, beberapa detik kemudian, suara bariton dari dalam kamar terdengar. “Masuklah.” Suara itu tegas, tak memberi celah bagi Sophia untuk berbalik. Ia menelan ludah, lalu meraih gagang pintu dengan tangan sedikit gemetar. Saat pintu terbuka tanpa bunyi, matanya langsung menangkap sosok Daniel yang duduk santai di sofa, tatapannya terfokus pada layar televisi yang menampilkan film
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 25 : Kecurigaan Anne

Anne berdiri di ujung lorong, tubuhnya membeku sejenak saat matanya menangkap sosok Sophia yang baru saja keluar dari kamar Daniel. Wajah Sophia tampak tegang, langkahnya terburu-buru seolah menghindari sesuatu. Pintu kamar Daniel masih sedikit terbuka, menyisakan celah kecil yang membuat pikiran Anne semakin dipenuhi tanda tanya. “Untuk apa dia ada di kamar Daniel?” Matanya menyipit, dadanya terasa sesak oleh kecurigaan yang tiba-tiba menyergap. Selama ini, ia tahu Sophia adalah istri David, lalu mengapa wanita itu bisa berada di kamar Daniel larut malam? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana? Anne menggigit bibir bawahnya, mencoba mengingat kembali setiap kejadian sejak Sophia pertama kali menginjakkan kaki di mansion keluarga Williams. Saat itu, Sophia datang bersama keluarganya—wajahnya terlihat pasrah, seperti wanita yang menerima pernikahan tanpa cinta. Anne ingat betul bagaimana David bahkan tidak terlihat antusias menyambut calon istrinya. Tapi ada satu hal yang
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 26 : Rahasia yang Tak Bisa Diungkapkan

Daniel mengamati Sophia yang masih terdiam, wajahnya terlihat terkejut. Sepasang bola matanya membulat, dan bibirnya sedikit terbuka, seolah hendak mengatakan sesuatu tapi ragu. Kenapa dia bereaksi seperti ini? Daniel menghela napas pelan. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menatap Sophia yang masih terpaku. “Kenapa kau hanya diam?” tanyanya, suaranya terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya. Sophia tersentak, mengerjapkan matanya, lalu mengalihkan pandangan. Ia menggigit bibir bawahnya, masih belum yakin apakah ia harus menerima kartu itu atau tidak. “Cepat ambil kartunya sebelum aku berubah pikiran,” desak Daniel. Sophia menelan ludah, lalu perlahan mengulurkan tangan untuk mengambil kartu itu. Jemarinya sedikit gemetar saat menyentuh permukaannya yang dingin. “B-baik ... terima kasih.” Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu mobil dan keluar, lalu berlari menuju pintu rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa melewati lorong yang diterangi cahaya putih pucat.
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 27 : Luka di Malam Buta

“Sophia …” Suara Daniel terdengar lemah, nyaris hanya berupa bisikan saat ia merintih kesakitan. Tangannya yang gemetar menekan luka di perutnya, mencoba menahan pendarahan yang terus mengalir. Sophia langsung berjongkok di hadapan pria itu, matanya membelalak melihat darah yang terus merembes melalui jari-jari Daniel. “Daniel! Apa yang terjadi padamu?!” Daniel mengerjap lemah, napasnya terdengar berat untuk dihela. “Ada orang yang sengaja menyerangku …” Sophia merasa dadanya mencelos. Siapa yang berani menyerang Daniel? Apa ini kebetulan atau ada seseorang yang memang mengincarnya? “Kita harus ke rumah sakit! Lukamu parah, Daniel!” “Tidak.” Daniel menggeleng lemah. “Aku mau pulang saja.” Sophia mengerutkan kening. Pulang? Bagaimana mungkin dalam keadaan seperti ini Daniel masih memikirkan pulang? “Tapi, Daniel! Lukamu masih berdarah. Bagaimana kalau—” “Lukanya tidak terlalu parah,” potong Daniel, berusaha tetap terdengar tegas meskipun suaranya melemah. “Aku bis
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 28 : Kecurigaan Semua Orang

Sophia merasa tubuhnya seolah terhenti sejenak saat Daniel menariknya lebih dekat. Jantungnya berdebar kencang, dan ia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasakan ketegangan yang ada. “Apa yang kau inginkan, Daniel?” Suara Sophia bergetar pelan, mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa panik mulai menggelayuti pikirannya. Daniel menatapnya, kali ini dengan ekspresi yang lebih dalam. “Aku tidak ingin kau pergi malam ini, Sophia. Aku hanya ingin kita berbicara … tanpa ada gangguan.” Sophia menelan ludah. Semua kata-kata yang keluar dari mulut Daniel terasa menekan hatinya. Ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan, meskipun ia tahu seharusnya ia pergi—kembali ke mansion dan melupakan semuanya. Tetapi, di sini, di hadapan Daniel, ia terlihat begitu rapuh, begitu berbeda dari dirinya yang dulu. “Dan jika aku tetap pergi?” “Aku tak ingin membuatmu bingung. Tapi aku merasa kita harus berbicara, dengan cara yang lebih baik daripada yang sudah kita lakukan sebelumnya.” Ada bany
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 29 : Ketegangan di Ruang Makan

“Itu ... aku …” Sophia benar-benar tidak tahu harus mengawalinya dari mana. Tatapan tajam yang menyelidik seolah menuntut jawaban darinya, membuat pikirannya semakin buntu. Namun sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, suara bariton yang familiar tiba-tiba memenuhi ruangan. “Ada apa ini?” Semua mata langsung tertuju ke arah sosok yang baru saja memasuki ruang makan—Daniel Alexander Williams. Entah harus merasa lega atau semakin gelisah, Sophia sendiri tidak tahu. Yang jelas, kedatangan Daniel bisa menjadi pedang bermata dua. Jika lelaki itu memutuskan untuk membongkar hubungan mereka, maka semuanya akan berakhir berantakan. “Untunglah kau sudah datang,” kata William akhirnya angkat bicara. Daniel menyipitkan mata, memperhatikan wajah-wajah yang tegang di sekeliling meja makan. “Kenapa semua orang terlihat serius?” Edward, yang sedari tadi tampak kesal, menyilangkan tangan di depan dada, lalu berkata, “Seharusnya kau tidak menyembunyikan sesuatu dari kami.” Daniel m
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 30 : Permintaan Maaf Anne

"Sophia." Sophia yang tengah duduk di taman mansion Williams tersentak kaget saat tiba-tiba suara seseorang memanggilnya. Sophia menoleh ke arah sumber suara itu. Di sana, berdiri seorang wanita bergaun pastel, rambutnya tertata rapi, matanya menatap lurus ke arahnya. Anne. Tangan Sophia perlahan meletakkan cangkir teh ke meja. "Ada apa?" tanyanya dengan waspada. Anne melangkah mendekat, angin sore membuat helaian rambutnya sedikit bergoyang. "Untuk yang kemarin ... aku ingin minta maaf," ucap Anne, suaranya terdengar ringan, tapi ada sesuatu di baliknya yang sulit diabaikan. "Aku tidak seharusnya menuduhmu memiliki hubungan dengan Tuan Daniel." Sophia menatapnya, matanya mengamati setiap detail ekspresi Anne, mencari tanda-tanda ketulusan. Wanita ini tak pernah menyukainya—itu fakta yang sudah lama ia pahami. Lalu, kenapa tiba-tiba meminta maaf? Hening sejenak. "Sudahlah," akhirnya Sophia berkata. "Yang berlalu, biarlah berlalu. Kalau aku jadi kamu, mungkin aku
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more
PREV
123456
...
9
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status