แชร์

Bab 22: Kebosanan di Mansion Williams

ผู้เขียน: Vanilla_Nilla
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-22 09:51:13

Pagi ini, Sophia melangkah menuju dapur, berharap bisa melakukan sesuatu untuk mengusir rasa bosannya. Udara di mansion Williams begitu sejuk, jendela-jendela besar yang terbuka membiarkan angin pagi masuk, menyapu lorong-lorong luas yang dihiasi dengan karpet mewah. Namun, meskipun rumah ini begitu indah, ia merasa seolah menjadi burung dalam sangkar emas.

Begitu memasuki dapur, aroma roti panggang dan kopi menyeruak, bercampur dengan wangi bumbu masakan yang sedang dimasak oleh para maid. Dapur itu luas, dengan meja marmer yang bersih dan rak-rak kayu berisi berbagai peralatan masak.

Di sana, ada sekitar enam maid yang tengah sibuk bekerja, mengenakan seragam hitam putih khas pelayan. Beberapa dari mereka memotong sayuran, yang lain sibuk dengan panci besar berisi sup, sementara seorang maid terlihat memanggang kue dengan begitu konsentrasi.

Sophia tersenyum, merasa kagum dengan koordinasi mereka yang begitu rapi. Namun, belum sempat ia melangkah lebih dalam ke dapur, suara
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 23 : Keraguan Sophia

    “Kenapa kau tak bilang padaku kalau membutuhkan uang?” selidik Daniel, matanya menatap tajam ke arah Sophia. Jantung Sophia berdegup kencang. Ia tidak menyangka Daniel mendengar percakapannya barusan. Jemarinya menggenggam erat ponsel di tangannya, mencoba mencari alasan yang tepat. “Mm … itu … aku ….” suaranya terdengar ragu. Napasnya sedikit tersengal, bibirnya terbuka seolah ingin berbicara, tapi tak satu pun kata yang keluar. Melihat Sophia yang gugup, Daniel hanya menatapnya lekat-lekat, seperti sedang menelanjangi kebohongan yang mungkin saja akan keluar dari mulut wanita itu. “Kau butuh uang, kan?” Sophia menelan ludah. Ia tahu Daniel bukan tipe orang yang bisa dibohongi begitu saja. Tapi ia juga tidak mau terlihat lemah di hadapan pria itu. “Aku bisa mengurusnya sendiri,” jawab Sophia, meski suaranya terdengar kurang meyakinkan. Daniel menghela napas panjang, kemudian mendorong tubuhnya menjauh dari dinding. “Jangan keras kepala, Sophia.” “Aku tidak keras kepa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-23
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 24 : Malam yang Berbatas Tipis Antara Dosa dan Keputusan

    “Haruskah aku membuka pintunya?” Sophia berdiri di depan pintu kamar Daniel, jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Tangannya menggantung di udara, ia tengah ragu untuk mengetuk pintu bercat mahoni yang terasa lebih berat dari seharusnya. “Sial, kenapa aku jadi bimbang seperti ini?” Ia menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian. Jemarinya dengan ragu merapikan helaian rambut yang jatuh ke bahunya, seolah ingin memastikan dirinya terlihat baik-baik saja sebelum melangkah lebih jauh. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan terdengar lirih, hampir tidak terdengar di lorong yang sepi. Namun, beberapa detik kemudian, suara bariton dari dalam kamar terdengar. “Masuklah.” Suara itu tegas, tak memberi celah bagi Sophia untuk berbalik. Ia menelan ludah, lalu meraih gagang pintu dengan tangan sedikit gemetar. Saat pintu terbuka tanpa bunyi, matanya langsung menangkap sosok Daniel yang duduk santai di sofa, tatapannya terfokus pada layar televisi yang menampilkan film

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 25 : Kecurigaan Anne

    Anne berdiri di ujung lorong, tubuhnya membeku sejenak saat matanya menangkap sosok Sophia yang baru saja keluar dari kamar Daniel. Wajah Sophia tampak tegang, langkahnya terburu-buru seolah menghindari sesuatu. Pintu kamar Daniel masih sedikit terbuka, menyisakan celah kecil yang membuat pikiran Anne semakin dipenuhi tanda tanya. “Untuk apa dia ada di kamar Daniel?” Matanya menyipit, dadanya terasa sesak oleh kecurigaan yang tiba-tiba menyergap. Selama ini, ia tahu Sophia adalah istri David, lalu mengapa wanita itu bisa berada di kamar Daniel larut malam? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana? Anne menggigit bibir bawahnya, mencoba mengingat kembali setiap kejadian sejak Sophia pertama kali menginjakkan kaki di mansion keluarga Williams. Saat itu, Sophia datang bersama keluarganya—wajahnya terlihat pasrah, seperti wanita yang menerima pernikahan tanpa cinta. Anne ingat betul bagaimana David bahkan tidak terlihat antusias menyambut calon istrinya. Tapi ada satu hal yang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 26 : Rahasia yang Tak Bisa Diungkapkan

    Daniel mengamati Sophia yang masih terdiam, wajahnya terlihat terkejut. Sepasang bola matanya membulat, dan bibirnya sedikit terbuka, seolah hendak mengatakan sesuatu tapi ragu. Kenapa dia bereaksi seperti ini? Daniel menghela napas pelan. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menatap Sophia yang masih terpaku. “Kenapa kau hanya diam?” tanyanya, suaranya terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya. Sophia tersentak, mengerjapkan matanya, lalu mengalihkan pandangan. Ia menggigit bibir bawahnya, masih belum yakin apakah ia harus menerima kartu itu atau tidak. “Cepat ambil kartunya sebelum aku berubah pikiran,” desak Daniel. Sophia menelan ludah, lalu perlahan mengulurkan tangan untuk mengambil kartu itu. Jemarinya sedikit gemetar saat menyentuh permukaannya yang dingin. “B-baik ... terima kasih.” Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu mobil dan keluar, lalu berlari menuju pintu rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa melewati lorong yang diterangi cahaya putih pucat.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-25
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 27 : Luka di Malam Buta

    “Sophia …” Suara Daniel terdengar lemah, nyaris hanya berupa bisikan saat ia merintih kesakitan. Tangannya yang gemetar menekan luka di perutnya, mencoba menahan pendarahan yang terus mengalir. Sophia langsung berjongkok di hadapan pria itu, matanya membelalak melihat darah yang terus merembes melalui jari-jari Daniel. “Daniel! Apa yang terjadi padamu?!” Daniel mengerjap lemah, napasnya terdengar berat untuk dihela. “Ada orang yang sengaja menyerangku …” Sophia merasa dadanya mencelos. Siapa yang berani menyerang Daniel? Apa ini kebetulan atau ada seseorang yang memang mengincarnya? “Kita harus ke rumah sakit! Lukamu parah, Daniel!” “Tidak.” Daniel menggeleng lemah. “Aku mau pulang saja.” Sophia mengerutkan kening. Pulang? Bagaimana mungkin dalam keadaan seperti ini Daniel masih memikirkan pulang? “Tapi, Daniel! Lukamu masih berdarah. Bagaimana kalau—” “Lukanya tidak terlalu parah,” potong Daniel, berusaha tetap terdengar tegas meskipun suaranya melemah. “Aku bis

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-25
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 28 : Kecurigaan Semua Orang

    Sophia merasa tubuhnya seolah terhenti sejenak saat Daniel menariknya lebih dekat. Jantungnya berdebar kencang, dan ia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasakan ketegangan yang ada. “Apa yang kau inginkan, Daniel?” Suara Sophia bergetar pelan, mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa panik mulai menggelayuti pikirannya. Daniel menatapnya, kali ini dengan ekspresi yang lebih dalam. “Aku tidak ingin kau pergi malam ini, Sophia. Aku hanya ingin kita berbicara … tanpa ada gangguan.” Sophia menelan ludah. Semua kata-kata yang keluar dari mulut Daniel terasa menekan hatinya. Ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan, meskipun ia tahu seharusnya ia pergi—kembali ke mansion dan melupakan semuanya. Tetapi, di sini, di hadapan Daniel, ia terlihat begitu rapuh, begitu berbeda dari dirinya yang dulu. “Dan jika aku tetap pergi?” “Aku tak ingin membuatmu bingung. Tapi aku merasa kita harus berbicara, dengan cara yang lebih baik daripada yang sudah kita lakukan sebelumnya.” Ada bany

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-26
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 29 : Ketegangan di Ruang Makan

    “Itu ... aku …” Sophia benar-benar tidak tahu harus mengawalinya dari mana. Tatapan tajam yang menyelidik seolah menuntut jawaban darinya, membuat pikirannya semakin buntu. Namun sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, suara bariton yang familiar tiba-tiba memenuhi ruangan. “Ada apa ini?” Semua mata langsung tertuju ke arah sosok yang baru saja memasuki ruang makan—Daniel Alexander Williams. Entah harus merasa lega atau semakin gelisah, Sophia sendiri tidak tahu. Yang jelas, kedatangan Daniel bisa menjadi pedang bermata dua. Jika lelaki itu memutuskan untuk membongkar hubungan mereka, maka semuanya akan berakhir berantakan. “Untunglah kau sudah datang,” kata William akhirnya angkat bicara. Daniel menyipitkan mata, memperhatikan wajah-wajah yang tegang di sekeliling meja makan. “Kenapa semua orang terlihat serius?” Edward, yang sedari tadi tampak kesal, menyilangkan tangan di depan dada, lalu berkata, “Seharusnya kau tidak menyembunyikan sesuatu dari kami.” Daniel m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-26
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 30 : Permintaan Maaf Anne

    "Sophia." Sophia yang tengah duduk di taman mansion Williams tersentak kaget saat tiba-tiba suara seseorang memanggilnya. Sophia menoleh ke arah sumber suara itu. Di sana, berdiri seorang wanita bergaun pastel, rambutnya tertata rapi, matanya menatap lurus ke arahnya. Anne. Tangan Sophia perlahan meletakkan cangkir teh ke meja. "Ada apa?" tanyanya dengan waspada. Anne melangkah mendekat, angin sore membuat helaian rambutnya sedikit bergoyang. "Untuk yang kemarin ... aku ingin minta maaf," ucap Anne, suaranya terdengar ringan, tapi ada sesuatu di baliknya yang sulit diabaikan. "Aku tidak seharusnya menuduhmu memiliki hubungan dengan Tuan Daniel." Sophia menatapnya, matanya mengamati setiap detail ekspresi Anne, mencari tanda-tanda ketulusan. Wanita ini tak pernah menyukainya—itu fakta yang sudah lama ia pahami. Lalu, kenapa tiba-tiba meminta maaf? Hening sejenak. "Sudahlah," akhirnya Sophia berkata. "Yang berlalu, biarlah berlalu. Kalau aku jadi kamu, mungkin aku

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-27

บทล่าสุด

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 87 : Sebuah Firasat

    Maid berjalan dengan hati-hati menyusuri koridor menuju kamar Sophia. Di atas nampan yang ia bawa, cangkir porselen berisi susu hangat bergoyang sedikit, tetapi tetap berada dalam keseimbangan. Aroma lembutnya menyebar di udara, menciptakan rasa nyaman. Setibanya di depan kamar, maid mengetuk pintu dengan sopan. "Nyonya Sophia, ini saya. Saya membawakan susu untuk Anda." Tak ada jawaban langsung. Maid menunggu beberapa detik sebelum kembali mengetuk, kali ini sedikit lebih keras. Barulah terdengar suara pelan dari dalam. "Masuklah." Dengan lembut, maid mendorong pintu dan melangkah masuk. Sophia sedang duduk di tempat tidur, bersandar pada bantal tebal. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi ia sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. "Terima kasih," kata Sophia lemah, mencoba tersenyum saat melihat maid itu mendekat. "Susu hangatnya baru saja dibuat, Nyonya. Minumlah selagi masih hangat," ujar maid sambil meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 86 : Kepulangan Sophia ke Mansion William

    Mansion William sore ini terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya matahari yang mulai meredup menyorot jendela-jendela besar, memberi kesan nyaman di dalam rumah megah itu. Saat mobil yang membawa Sophia dan David berhenti di depan pintu utama, seorang pelayan dengan sigap membukakan pintu mobil untuk mereka. Sophia melangkah turun dengan hati-hati. Tubuhnya masih terasa sedikit lemah, tapi setidaknya lebih baik dibandingkan saat ia pingsan beberapa hari lalu. Pandangannya langsung menangkap sosok William yang berdiri di depan pintu, menatapnya dengan perhatian. "Sophia, bagaimana keadaanmu?" suara berat William terdengar hangat, membuat hati Sophia sedikit tenang. Ia tersenyum, berusaha meyakinkan pria tua itu. "Aku baik-baik saja, Kakek. Dokter bilang aku hanya sedikit demam." William mengangguk, meski garis khawatir di wajahnya belum sepenuhnya hilang. "Kamu harus banyak istirahat, jangan terlalu capek, apalagi sekarang kamu sedang hamil. Kamu harus menjaga kesehatanmu, menge

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 85 : Kesepakatan Berbahaya

    Laura menatap layar ponselnya dengan kesal. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Daniel, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Jemarinya mengetuk meja dengan tidak sabar, matanya menatap layar yang kembali menampilkan panggilan tak terjawab. "Kenapa sih, Daniel?!" gerutunya, lalu melempar ponselnya ke sofa dengan kasar. Saat itu juga, Anne melangkah masuk dan langsung menangkap ekspresi kesal di wajah Laura. Ia mendekati wanita itu dengan alis sedikit berkerut. "Kau kenapa?" tanyanya ingin tahu. Laura mendesah frustrasi, lalu menyilangkan tangan di depan dada. "Aku sudah menelepon Daniel berkali-kali, tapi dia sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Aku tidak tahu dia sedang di mana dan apa yang sedang dia lakukan." Anne menatapnya dengan sorot mata penuh pertimbangan, lalu duduk di samping Laura. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Aku sendiri tidak tahu mengapa Daniel begitu khawatir terhadap Sophia. Apalagi sejak dulu, aku selalu merasa ada sesuatu di ant

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 84 : Hati yang Hancur

    Daniel menghapus air mata yang jatuh di pelupuk mata Sophia dengan pelan. Ibu jarinya menyapu pipi wanita itu dengan hati-hatian, ia takut menyakiti Sophia lebih jauh. Manik mata mereka beradu. Namun, Sophia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Daniel lama-lama. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, hm?" suara Daniel terdengar rendah. Sophia mencoba tersenyum, tetapi yang terbentuk di bibirnya hanya lengkungan samar yang menyakitkan. Hatinya terasa begitu sesak, dipenuhi oleh pertanyaan yang sejak dulu selalu ia pendam. Apakah semua ini hanya perasaannya sendiri? Apakah selama lima tahun terakhir, hanya ia yang jatuh cinta tanpa pernah benar-benar dicintai? Kenangan itu menyeruak, membawanya kembali ke masa lalu. Ia mengingat bagaimana ia selalu menunggu Daniel mengatakan cinta padanya. Lima tahun mereka bersama, melewati begitu banyak kebersamaan—dari momen sederhana hingga kebahagiaan yang seharusnya sempurna. Tapi selama itu juga, tidak sekalipun Daniel meng

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 83 : Kekhawatiran yang Tak Terucap

    Daniel menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, membiarkan kulitnya terbuka pada udara dingin ruangan. Pandangannya jatuh pada mangkuk bubur yang masih mengepulkan uap tipis di atas nakas. Ia meraih mangkuk itu, jemarinya melingkari sisi keramik yang masih hangat. Ia beralih ke sisi tempat tidur, menarik kursi mendekat sebelum duduk. Matanya mengamati sosok di depannya—wajah pucat itu, bibir kering yang sedikit terbuka, serta napas yang terdengar lemah. Bahkan tanpa menyentuhnya, ia bisa merasakan betapa rapuhnya perempuan ini sekarang. "Sophia," panggilnya lembut. Ia menyendok bubur ke dalam sendok dan meniupnya perlahan. "Makanlah. Kamu butuh tenaga agar cepat sembuh." Perempuan itu menggeleng pelan, matanya tak sekalipun bertemu dengan milik Daniel. "Aku tidak berselera." Suaranya nyaris tak terdengar, begitu pelan hingga hampir menyatu dengan keheningan di antara mereka. Daniel menatapnya, rahangnya mengencang. Ia meletakkan sendok ke dalam mangkuk, lalu menghela napas ber

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 82 : Kejujuran Sophia

    Kelopak mata Sophia perlahan bergerak, perlahan ia lalu membuka mata. Cahaya dari jendela membuatnya harus berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya. Napasnya masih terasa berat, dan tubuhnya lemas. Namun, hal pertama yang membuatnya terkejut bukanlah rasa sakit di kepalanya—melainkan sosok pria yang duduk di sampingnya. "Daniel …" gumamnya parau. Tenggorokannya terasa kering, suaranya nyaris tak keluar. Daniel menoleh dengan cepat begitu mendengar suara Sophia. "Kamu sudah sadar," katanya, nada suaranya terdengar lega. Sophia masih berusaha memahami situasinya. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mengenali tempat ini. Bau khas antiseptik langsung menyadarkannya—ia berada di rumah sakit. "Aku di rumah sakit?" bisiknya. Pikirannya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Terakhir yang ia ingat, ia sedang menuruni tangga … lalu semuanya menjadi buram. "Di mana David?" tanya Sophia, sembari menyapu ke setiap penjuru ruangan mencari sosok suaminya, tap

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 81 : Membawa Sophia

    "Sophia, bangun." Daniel menepuk pipi Sophia dengan pelan. Namun, wanita itu tetap terkulai lemas, sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Semua mata tertuju pada Daniel. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara napas tertahan yang terdengar. Tak ada yang menyangka bahwa Daniel, yang selama ini tampak tenang dan tak banyak bicara soal Sophia, akan bereaksi seperti ini. Bahkan William, yang mengenal anaknya lebih dari siapa pun, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Namun, ada satu hal yang lebih aneh. David. Pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang panik saat melihat istrinya pingsan justru tetap duduk di kursinya. Wajahnya memang terlihat terkejut, tapi tidak ada kegelisahan nyata di matanya. Tidak seperti Daniel, yang kini dengan cemas memeluk tubuh Sophia dalam dekapannya. Daniel mengeratkan rahangnya. Tanpa pikir panjang, ia menyelipkan satu tangan ke bawah lutut Sophia dan satu lagi di punggungnya, lalu mengangkat tubuh Sophia dengan mudah. "Aku

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 80 : Keadaan Sophia

    Saat langkah Sophia menaiki anak tangga, ia bisa merasakan detak jantungnya masih belum kembali normal. Perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya, udara di dalam rumah ini terasa lebih berat sejak Daniel datang. Tangannya mencengkeram pegangan tangga lebih kuat, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menghantam dadanya. Ia harus pergi dari sini, menjauh dari tatapan Daniel, menjauh dari segala kegelisahan yang baru saja ia rasakan. Namun, saat baru saja mencapai lantai atas, ia tak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak. Dari tempatnya berdiri, ia masih bisa mendengar samar suara William menyambut Daniel dan Laura di ruang kerja. "Nah, kalian akhirnya datang," suara William terdengar hangat. "Duduklah." "Maaf, Paman, kami sedikit terlambat," ujar Laura dengan nada lembutnya yang dibuat-buat. Sophia mengepalkan jemarinya tanpa sadar. Bahkan tanpa melihatnya pun, ia tahu Laura sedang bertingkah seolah menjadi tunangan sempurna bagi Daniel. Lalu, suara Daniel terdengar,

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 79 : Belum Siap

    Pagi ini, aroma teh melati menguar dari dapur. Sophia menuangkan air panas ke dalam cangkir porselen dengan hati-hati, memastikan suhu dan takarannya pas. Ia tak pernah menambahkan gula dalam teh William. Bukan karena lelaki itu tidak menyukainya, tetapi karena kebiasaan yang sudah tertanam bertahun-tahun—William selalu menikmati tehnya pahit, hanya dengan sedikit perasan lemon untuk memberikan rasa segar. Ia mengangkat cangkir itu perlahan, untuk segera membawanya ke ruang kerja William. "Nona, mengapa Anda tidak meminta maid saja untuk membuat teh?" suara Lewis, kepala pelayan keluarga, terdengar tegas. Sophia berhenti sejenak, menoleh ke arah pria paruh baya itu dengan senyum tipis. "Aku ingin membuatnya sendiri." "Tapi—" "Tidak apa-apa, Lewis," potong Sophia sebelum pria itu bisa menyelesaikan kalimatnya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa teh ini dibuat dengan tanganku sendiri." Lewis menatapnya beberapa saat, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya ia hanya men

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status