Nina masih berdiri di tempat. Tubuhnya tegang ketika Femil semakin mendekat. Tatapan pria itu berubah, tidak lagi dingin. Justru kini Femil menyeringai penuh minat."Kenapa tegang begitu?" tanya Femil lirih. "Aku tidak datang untuk menakutimu, Sayang. Aku justru bisa membantumu,"Nina mendengus, berusaha mengalihkan pandangan. Tapi Femil sudah berdiri begitu dekat, hanya beberapa senti darinya."Aku tidak butuh bantuanmu," tolak Nina.Femil menyeringai miring. "Benarkah? Kamu sedang kacau. Bima terbaring tak sadar diri di rumah sakit dan sekarang kamu harus mengurus Abi yang terus menangis. Itu bukan hidup yang kamu inginkan, bukan?"Tangan Femil terulur, dengan santai menyentuh sehelai rambut Nina yang jatuh di pundaknya. "Kamu masih seindah dulu, Nina," gumamnya. "Selalu menarik, selalu menggoda,""Hentikan omong kosongmu, Femil," Nina langsung menjauh dengan tatapan jijik.Femil tertawa pelan, suara beratnya menggema di ruang tamu. Femil lantas duduk di sofa, memperhatikan si keci
Last Updated : 2025-02-20 Read more