Semua Bab Pahitnya Cinta: Mengandung Benih CEO Dingin: Bab 81 - Bab 90

113 Bab

Chapter 81

Di tempat kediaman Mervyn .... “Kenapa kamu terlihat begitu gugup, Mireya? Apa kamu takut aku akan melakukan sesuatu padamu di rumah ini?” Nada suara Sarah terdengar tajam dan menusuk, nyaris seperti pisau yang siap menyayat. Mireya menghentikan langkahnya di depan pintu besar rumah megah itu, kemudian menoleh ke arah wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya. Wajah Sarah menunjukkan senyum tipis yang tidak mencerminkan keramahan sama sekali. “Apa maksud Ibu?” Mireya mencoba menenangkan nada suaranya, meskipun jantungnya berdegup kencang. Baru saja ia dan anak-anak mulai merasa nyaman di rumah baru ini, kehadiran mendadak Sarah membuat perasaannya kembali tidak tenang. Sarah mendekat, menatap Mireya dari ujung kepala hingga kaki seolah sedang menilai seseorang yang tidak pantas berada di tempat itu. “Aku hanya bertanya. Kamu sepertinya tidak begitu cocok dengan rumah ini. Bukankah lebih nyaman tinggal di tempatmu yang sederhana? Rumah besar ini terlalu mewah untuk seseoran
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 82

“Apa maksud Ibu?” “Aku lihat, kemarin kamu mencuci pakaian dengan mesin cuci. Itu bisa merusak kain dengan lebih cepat. Apa kamu tahu itu?” Kalimat itu terlontar dari mulut Sarah dengan nada tajam. Seketika Mireya hanya terdiam, menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya. “Tapi Mervyn sudah menyiapkannya, Bu. Dia menyuruhku untuk fokus menjaga anak-anak. Sebenarnya dia ingin menyewa pembantu, tetapi aku tidak mau,” ucap Mireya. “Kamu pikir, hidup di rumah ini cuma soal makan, tidur, dan mengurus anak-anak saja? Jangan harap! Kalau mau jadi istri yang baik, kamu harus tahu cara menjaga kebersihan rumah ini. Suamimu itu laki-laki sukses. Dia pantas hidup dengan istri yang bisa mengurus segalanya. Bukan perempuan manja yang apa-apa diserahkan ke mesin cuci,” lanjut Sarah sambil melipat tangannya di dada. Mireya menggigit bibir bawahnya. Ingin rasanya menjawab, tapi ia tahu, melawan Sarah hanya akan memperkeruh keadaan. Ia menengadahkan wajah, menatap wanita paruh baya itu dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 83

“Kenapa Nenek tega melakukan ini pada Mami?” Suara Marcell yang tajam tiba-tiba menggema di ruang tamu, memecah keheningan. Sarah memandang anak itu dengan kening berkerut. “Apa maksud kamu, Marcell?” tanyanya, sedikit tersinggung. Michelle tidak mau kalah, melangkah maju mendampingi kakaknya. “Nenek menyuruh Mami untuk melakukan semua pekerjaan rumah! Mami bukan pembantu, Nek!” Sarah lantas membulatkan mata. “Jaga bicaramu, Michelle! Nenek hanya meminta ibumu untuk membantu sedikit pekerjaan rumah. Itu kan wajar. Dia tinggal di sini, jadi dia juga harus berkontribusi.” Marcell mengepalkan tangan kecilnya. “Tapi Mami sudah lelah! Nenek menyuruh Mami membersihkan semua ruangan sendirian tadi pagi. Kami juga menyaksikannya sendiri!” Michelle mengangguk cepat, menambahkan. “Iya, Mami sampai hampir kehabisan energi karena mengepel terus! Itu kejam!” Sarah mendengkus, melipat tangan di depan dada. “Kalian ini anak-anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Mireya itu ibu kalian,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 84

“Bagaimana bisa kamu membela orang seperti dia dibandingkan ibumu sendiri?” Suara Sarah terdengar tajam, menggema di ruang keluarga yang luas itu. Tatapan matanya menusuk ke arah Mervyn, yang sedang duduk santai di sofa dengan ekspresi dingin. Mervyn tidak langsung menjawab. Ia menegakkan punggung, meletakkan cangkir kopinya di meja, lalu menatap Sarah dengan pandangan yang tegas. “Ibu,” suaranya tenang, namun penuh tekanan, “Ibu tidak perlu berbicara seperti itu tentang Mireya.” Sarah mendecakkan lidah, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang jelas. “Mervyn, dia itu tidak pantas tinggal di rumah ini. Apalagi dengan statusnya yang seperti itu. Kamu lupa? Dialah yang membawa semua masalah ke dalam hidupmu!” “Cukup!” Nada suara Mervyn sedikit meninggi. Ia berdiri, menatap ibunya dengan tajam. “Mireya adalah istriku. Dan sebagai istri, dia berhak mendapatkan penghormatan yang sama seperti anggota keluarga lainnya.” Sarah menegang. Tak ada yang pernah berbicara kepadany
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 85

“Aku hanya ingin tahu, apakah kamu benar-benar mencintai Mervyn, atau hanya menganggap dia sebagai ayah dari anak-anakmu?” tanya Sarah memastikan. “Aku mencintainya, Bu,” jawab Mireya tanpa ragu. Sarah mengangguk. “Baiklah. Aku lega mendengarnya.” Namun, ada tatapan yang seakan berbanding terbalik dengan apa yang baru saja terucap dari bibirnya. Setelah Mireya kembali ke kamar, raut wajah Sarah langsung berubah sengit. “Dia tidak boleh jatuh cinta pada Mervyn. Itu hanya akan membuatnya semakin sulit dipisahkan dari Mervyn,” gumamnya sambil mengepalkan kedua tangan erat-erat. *** “Mami, Papi!” panggil Michelle dengan suara penuh kegembiraan. Mireya dan Mervyn saling berpandangan, lalu menghela napas bersamaan. Mireya segera menghampiri kedua anak itu dan berjongkok di depan mereka, mengusap kepala Michelle dengan lembut. “Iya, Sayang?” jawab Mireya, mencoba tersenyum. “Ada apa, hm?” Michelle memandang ibunya, sementara Marcell mendekati Mervyn dan menarik lengan kemejany
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 86

"Aku memiliki beberapa cabang perusahaan," kata Mervyn, matanya kini fokus pada sebuah lukisan di dinding yang seolah berbicara lebih banyak daripada sekadar seni. "Salah satunya ada di kota ini. Dan kebetulan, ada proyek besar yang sedang aku jalani di sini." Suaranya terdengar begitu pasti, tapi ada sesuatu yang lebih dalam yang tak bisa disembunyikan. Mireya mendengarkan dengan khidmat, tubuhnya sedikit condong ke depan, memperhatikan setiap gerak gerik Mervyn. Beberapa detik berlalu sebelum dia berbicara, "Dan kamu merasa bersyukur bisa kembali ke sini, kan?" Mervyn mengangguk perlahan, matanya kini bertemu dengan Mireya. "Iya. Karena akhirnya aku bisa bertemu dengan kamu lagi... dan anak-anak," jawabnya, nada suaranya lebih lembut, namun ada kehangatan yang tak terbantahkan di dalamnya. Mireya merespons dengan senyum tipis, meski hatinya terasa dipenuhi dengan campuran perasaan yang sulit dijelaskan. Mereka sudah lama tidak berbicara seperti ini, seperti dulu, saat semuanya ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 87

Keesokan harinya .... “Mireya, ini Ayah..." Mireya hampir menjatuhkan panci di tangannya ketika suara berat itu terdengar di seberang telepon. Awalnya, ia sempat ragu-ragu untuk mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Namun, saat mendengar suara yang sudah lama tak lagi mampir di telinganya, hatinya seketika bergetar. Itu suara Henry, ayah kandungnya. “Kenapa Ayah meneleponku?” tanya Mireya dingin setelah beberapa detik terdiam. Tangannya mencengkeram ponsel erat, sementara matanya menatap kosong ke arah panci yang berisi sup di atas kompor. Suara Henry terdengar gemetar. “Mireya, Ayah ... Ayah merindukan kamu, Nak. Sangat rindu.” Mireya tersenyum pahit. Rindu? Kata itu terasa begitu asing dari mulut pria yang pernah dengan tega mengusirnya dari rumah tanpa mendengarkan penjelasannya. “Kamu apa kabar, Mireya? Kamu baik-baik saja, kan?” Henry melanjutkan pertanyaannya, suaranya bergetar seolah takut mendengar jawaban dari Mireya. Mireya menelan ludah. Ada
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 88

"Mireya, apa kamu yakin ingin pergi sendiri?" Suara Mervyn terdengar khawatir di telepon. Mireya bisa merasakan ketegangan dalam nada bicaranya. “Aku yakin, Mervyn. Aku bisa pergi bersama Marcell dan Michelle. Mereka sudah cukup besar untuk ikut denganku,” jawab Mireya meyakinkan. “Tidak, lebih baik aku ikut mengantarmu. Aku tidak suka membayangkan kamu dan anak-anak di perjalanan jauh sendirian,” ucap Mervyn bersikeras. “Mervyn, jangan khawatir. Aku sudah dewasa. Ini juga untuk kepentingan emosional, bukan hanya fisik. Aku ingin bertemu dengan ayahku. Ini penting bagiku.” Mireya menjelaskan dengan nada lembut, berusaha meredakan kekhawatiran Mervyn. “Baiklah, tapi kamu harus berjanji untuk menghubungiku setelah sampai di sana. Dan jika ada apa-apa, langsung telepon aku.” Mervyn akhirnya menyerah. “Aku berjanji,” jawab Mireya, merasa lega. “Sekarang aku harus bersiap-siap. Aku tutup teleponnya, ya?” “Jaga diri ya, sayang,” Mervyn menambahkan dengan suara penuh perhatian
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 89

“Begini ...” Henry berhenti sejenak, ragu. “Bukannya Kakek tidak mau datang ke rumah kalian, hanya saja... ada kesalahpahaman antara Kakek dengan ibu kalian. Karena kalian masih kecil, jadi Kakek belum bisa menceritakannya untuk saat ini.” Suara Henry terdengar berat, seolah kata-kata yang hendak dia sampaikan begitu sulit meluncur dari bibirnya. Marcell, yang duduk di dekat Henry, mengerutkan kening. Anak laki-laki itu tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahu yang membuncah. Meskipun masih terlalu muda untuk memahami apa yang sedang terjadi, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya, murni karena kebingungannya. “Kesalahpahaman apa, Kek?” Suaranya terdengar kikuk, seolah mencari kepastian dari jawaban yang belum ia dapatkan. Mata cokelat Marcell membelalak, berharap Kakeknya akan menjelaskan lebih jauh, memberikan gambaran yang bisa mereka mengerti. Namun, sebelum Henry bisa membuka mulut, Mireya, yang duduk di samping ayahnya, langsung menoleh dan memberikan pandanga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Chapter 90

Karin menyebut Mireya sebagai tamu, dan dalam sekejap, Henry langsung menatapnya.Matanya menyipit, tajam, seolah setiap kata yang keluar dari bibir Karin menghantam langsung ke jantungnya.Henry merasa seperti ada beban berat yang menekan dadanya, meski tubuhnya sudah rapuh dan lemah. Sorot matanya itu jelas menunjukkan ketidaksetujuan yang tak bisa disembunyikan, dan bahkan tanpa kata-kata, segala perasaan yang terpendam selama ini meluap begitu saja.“Mireya bukan tamu, Karin. Dia anakku, anak kamu juga,” suara Henry terdengar begitu tegas, meskipun tubuhnya yang terbaring lemah di ranjang seolah menjadi pengingat betapa sedikit lagi kekuatan yang ia miliki. Tetapi, ada semangat yang membara dalam kalimat itu, seolah dia berusaha menunjukkan bahwa kata-kata kasar Karin tidak bisa mengubah kenyataan.Karin hanya mendengkus, suaranya penuh dengan penghinaan yang tak terucap. Ia menyilangkan tangannya di depan dada, sebuah sikap yang penuh dengan sikap defensif dan meremehkan.Wajahny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status