Home / Romansa / Aku Hanya Gadis Ternoda / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Aku Hanya Gadis Ternoda: Chapter 11 - Chapter 20

37 Chapters

11. Apakah Kiamat akan Segera Tiba?

"Es kelapanya satu, Bu." Suara seorang pria berhasil menyita perhatian, membuatku menoleh seketika. Mataku membulat, menelan paksa air yang ada dalam mulut. Untung saja tidak tersedak. Aku terkejut, ingin segera pergi dari sana. "Sekalian punya Mbak itu, saya yang bayar." Selembar uang pecahan seratus ribu terulur pada wanita penjual kelapa muda yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan, tidak jauh dari rumah sakit tempat Renata dirawat. Pikiranku penuh oleh bisik iblis itu, jadi sengaja mencari udara segar di sini. Siapa sangka justru bertemu Dika. "Aduh, Mas. Kegedean duitnya. Uang pas saja." "Nggak ada, Bu.” “Saya tukarkan dulu, ya.” “Nggak usah. Ambil saja kembaliannya." Lagi-lagi aku mencuri pandang ke arah pria berkacamata yang berjarak dua atau tiga meter dariku. Wajahnya terlihat lebih dewasa dan matang. Berbeda jauh dengan tiga tahun lalu saat terakhir melihatnya dari kejauhan. "Aduh, jangan gitu, Mas. Saya nggak enak." Penolakan wanita paruh baya itu mengembalikan
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

12. I Want You Now

“Sera?!” Raut wajah Renata terlihat pucat, kaget karena aku masuk tiba-tiba. Entah apa yang tengah dia bicarakan dengan pria itu. Dan matanya langsung membulat saat melihat Dika muncul di belakangku. Untuk beberapa saat, tidak ada yang membuka mulutnya. Dika dan pria itu sama-sama terkejut melihat keberadaan satu sama lain. Sementara aku dan Renata, sama sekali tidak tahu apa yang harus kami lakukan.“Ra?” Dika seolah meminta konfirmasi dariku kenapa kakak tirinya ada di kamar Renata. “Mas Rian, kok bisa di sini?”“Itu ….” Aku kehilangan kata-kata, tidak bisa mencari alasan segera.“Kok nggak bilang, Mas? Tau gitu bisa bareng tadi.” Dika berjalan melewatiku, mendekat ke arah ranjang perawatan Renata.Tanpa terduga, Dika menghampiri pria itu dan berdiri di sampingnya. Dari nada bicaranya, hubungan mereka berdua tidak secanggung dulu. Entah apa saja yang telah terjadi tiga tahun terakhir. Aku sama sekali tidak bisa membayangkannya.“Re, cepet sembuh, ya.” Pria dengan kacamata tebal itu
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

13. Rasa Nyaman Hanya Jebakan

“Kenapa nggak nolak?” tanya pria yang tiba-tiba mengunci kedua tanganku di samping badan setelah memaksa tubuhku rebah di atas ranjang. Tatapan mengejek tampak dari sorot matanya bersama seringai miring yang begitu menyebalkan.“Emang ada penjual yang bisa nolak ‘dagangan’nya dibeli?”Pria itu terkekeh, membuang wajahnya ke sembarang arah selama dua atau tiga detik sebelum kembali memenjara tatapannya padaku.“Kamu kelihatan semakin menggoda kalau seperti ini, Sera Adriana. Aku suka!”Kali ini aku yang membuang muka ke samping, menatap tirai warna kelabu yang menutupi sebagian jendela kaca. Langit senja tampak begitu cerah di luar sana, berbanding terbalik dengan masa depanku yang suram. Pria itu akan menjamah tubuhku.“Masih marah? Sakit banget tangannya?”Jemari pria itu mengelus tangan kananku yang tertutup perban, meniup dan menciumnya. Aku terkesiap, memelotot menatap gerakan seduktif yang dilakukan dengan sengaja. Dia terus mengikis jarak antara kami berdua.“Wajah kamu merah, R
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

14. Kerjasama Saling Menguntungkan

“Dia ngomong gitu, Ra?”Aku mengangguk, mengambil bungkusan keripik kentang dari tangan Renata dan mulai melahapnya. Setelah terdiam selama hampir satu jam, pria itu membuka pintu dan membiarkanku pergi tanpa berucap sepatah kata pun.“Aneh.”“Banget!”“Di keluarga Hutama, dia anak angkat atau anak tiri, sih sebenarnya? Heran gue!”Kedua bahuku naik detik itu juga, tidak tahu.“Lo nggak pernah tanya ke Dika soal hubungan mereka? Kan lo bilang dari pertama kali ketemu, sikap Mama Nia udah beda. Cuma tante siapa tuh yang peduli sama Mas Rian.”“Tante Mira.”“Nah, iya itu.”“Gue nggak kepikiran ke situ, Re. Walaupun nggak nyaman denger dia dibentak-bentak, tapi itu bukan urusan gue. Selain Dika, gue hampir nggak peduli yang lainnya.”“Haha. Emang bener kalo orang lagi jatuh cinta tuh dunia serasa milik berdua. Yang lain ngontrak aja!” Tawa Renata menggema, membuatku mencubit punggung tangannya.“Eh, gue pernah nanya sih kenapa Mama sama Papa keliatan banget nggak suka sama anak sulungnya
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

15. La Luna

"The best decision ever, Sera, Renata!" Suara Madame Erina terdengar begitu gembira, bahkan sampai bertepuk tangan. Katanya keputusan terbaik sepanjang masa.Ya, setelah dipikirkan berkali-kali, kami dengan berat hati menyetujui permintaan pria itu. Aku rela ‘dipelihara’ oleh orang yang sudah menghancurkan masa depanku. Orang yang secara tidak langsung menjerumuskanku menjalani pekerjaan ini."Gimana, Rian? Ada yang mau kamu tambahkan selain pasal di kontrak itu?""No. It's enough.""Sera?" Tatapan Madame beralih padaku.Aku menggeleng, enggan bicara apa pun. Segala keraguan yang sempat jadi beban, kusembunyikan dalam-dalam. Untuk sekarang, lepas saja dulu dari Madame Erina dan seluruh jaringan prostitusi yang dimilikinya. Meskipun risikonya, aku harus menelan masa lalu pahit dan pura-pura aku baik-baik saja."Renata, what would you say?"Kulihat Renata menatapku, Madame, pria itu, dan Sean bergantian. Entah apa yang ada di kepalanya. Dia pasti merasa terbebani karena sudah 'menjualku
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

16. Paket Perawatan Khusus Calon Pengantin

“Ngapain ke sini?” tanyaku ragu saat mobilnya berhenti di sebuah klinik kecantikan ternama di Jakarta. Aku pertama kali ke sini dua tahun yang lalu saat memutuskan terjun menjadi ‘anak angkat’ Madame Erina.“Mau makan bakso,” jawabnya sambil melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil.Aku memutar bola mata, merasa candaannya tidak lucu sama sekali. Mana ada bakso di sini?!“Turun.”Mau tak mau aku menuruti perintahnya sambil berpikir apa yang direncanakan di dalam kepalanya? Setiap gerak-gerik pria itu tidak terbaca. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Benar-benar berbeda dengan Dika yang polos dan tidak bisa menyembunyikan rahasia.“Ngalamun lagi?”Aku mengangkat wajah, refleks berhenti melangkah agar tidak menabraknya. Dia berdiri di anak tangga teratas, sedang aku satu tingkat di bawahnya. “Mikirin aku lagi?” tanya pria itu sambil mencondongkan badannya ke depan, membuat wajah kami hampir bersentuhan.Apa-apaan dia itu?!Kaki kiriku mundur satu langkah, berusaha menjauh darinya.
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

17. Mama Renata & Bunda Sera

"Maaf, Non. Saya terpaksa bawa Den Aiden ke sini karena saya harus pulang kampung. Ibu sakit, mau operasi usus buntu besok.” Aku dan Renata saling pandang, tidak menyangka akan kedatangan Bi Wati—wanita yang dua tahun terakhir dipercaya menjadi pengasuh Aiden. “Harus banget pulang, Bi?” “I—iya, Non Renata. Sebenarnya ibu saya sakit dari sebulan yang lalu, tapi baru besok dapat jadwal operasi. Maklum, Non, orang tua udah macem-macem sakitnya. Waktu bapak meninggal dulu, saya baru pulang pas beliau udah ndak ada. Saya nggak mau gitu lagi.” “Bibi udah pesen tiket?” Renata menggendong Aiden yang mulai mengantuk, menina bobokannya sambil mengayun tubuh ke kanan kiri pelan-pelan. Tangannya menepuk-nepuk punggung bocah dua tahun itu, memberi rasa nyaman seperti yang biasa Bi Wati lakukan. “Belum, Non. Niatnya abis anter Den Aiden ke sini, saya baru coba ke terminal.” “Mau naik bis?” “Iya.” “Bibi udah pernah naik kereta belum?” tanyaku sambil menyuguhkan segelas teh hijau ke
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

18. Dia Anak Siapa?

“Dia anak siapa? Kamu atau Renata?” tanya pria yang sedari tadi membuntuti kami ke stasiun. Meski sempat menghindar dengan naik taksi, bukan tidak mungkin dia menghadang kami setelah memastikan Bi Wati pergi.“Nda, Aiden mam.”Bocah dua tahun itu sama sekali belum mengerti apa yang terjadi, bahkan tidak tahu kalau perasaanku sedang kacau balau. “Yuk, beli mam sama Mama.”“Nggak apa-apa, Re. Sama gue aja.” Mengabaikan tatapan tajam pria itu, aku melewatinya begitu saja dan masuk ke salah satu kedai makanan cepat saji di luar stasiun. Meski hatiku remuk redam, Aiden sudah waktunya makan.“Renata—”“Maaf, Mas. Aku nggak bisa jawab pertanyaan kamu. Silakan tanya Sera.” Tiba-tiba Renata menghadangku dan merebut Aiden.“Sera, lo urus masalah kalian sampai beres. Jangan korbanin Aiden, dia nggak tahu apa-apa. Gue nggak mau dia bingung siapa orang tuanya. Udah cukup lo sembunyi dua-tiga tahun ini. Toh, cepat atau lambat semua bakal terungkap.”“Re—”“Gue sama Aiden pulang dulu.”“Renata!”
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

19. Dipandang Sebelah Mata

“Hmmph!” Aku kembali berlari ke arah kamar mandi sambil menutup mulut dengan tangan.Cairan kekuningan yang terasa pahit kembali keluar dari mulut, bersamaan perutku yang terasa seperti dipelintir. Denyutan di kepala semakin terasa. Tanganku gemetar mencengkeram wastafel, meraup air sebanyak-banyaknya untuk berkumur.“Ra, lo nggak apa-apa?”Aku kembali muntah tepat saat pintu terbuka dan menampakkan Renata seorang diri. Wajah cerianya berubah jadi panik, berlari ke arahku dengan tergesa setelah melempar tas mungilnya entah ke mana.“Sera?!”Aku menggeleng, kembali berlari ke arah ranjang dan merebahkan diri di sana sambil memejamkan mata.“Kok panas banget gini, Ra?”Renata hampir berteriak saat meraba keningku yang demam lagi, padahal tadi pagi sudah membaik. Dia membuka laci dan mengeluarkan waslap dari sana. Hanya dalam hitungan detik, kain basah itu sudah menempel di kening.“Ya ampun. 39,4 derajat! Kita ke dokter, ya.”Aku menggeleng, kembali menahan mual.“Nggak papa, Re. Tolong
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

20. AB's Restaurant and Coffee Shop

"Dion?!" Renata hampir berteriak menyuarakan keterkejutannya. "Kok lo bisa ada di sini?" "Bisa dong. Di mana ada Sera, di situ pasti ada gue," jawabnya sambil mengedipkan sebelah mata, sengaja menggoda seperti biasanya. Aku melenggang pergi dari sana, menghindari tatapan pria yang pernah mengajakku berumah tangga. Dia bersedia jadi Papa buat Aiden katanya. Hih! Apaan coba? "Sera Adriana, buka blokiran nomor gue, dong. Udahan ngambeknya. Nggak capek apa?" Dion mengikutiku, berjalan ke kanan-kiri seperti anak kecil yang tengah membujuk temannya bermain bersama. Tentu saja aku tidak peduli. Dia itu laki-laki, tapi mulutnya banyak omong seperti perempuan. Berisik! "Dion, jangan becanda deh!" Renata menarik tangan pria itu, membuatnya tertinggal dua langkah di belakangku. Meski tak melihatnya, aku yakin Renata memelotot untuk minta penjelasan. Sebenarnya, Renata jatuh hati pada putra semata wayang Madame Erina sejak dulu. Namun, dia masih tahu diri dan menyembunyikan perasaann
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status