Beranda / Romansa / Aku Hanya Gadis Ternoda / 17. Mama Renata & Bunda Sera

Share

17. Mama Renata & Bunda Sera

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-20 00:11:36
"Maaf, Non. Saya terpaksa bawa Den Aiden ke sini karena saya harus pulang kampung. Ibu sakit, mau operasi usus buntu besok.”

Aku dan Renata saling pandang, tidak menyangka akan kedatangan Bi Wati—wanita yang dua tahun terakhir dipercaya menjadi pengasuh Aiden.

“Harus banget pulang, Bi?”

“I—iya, Non Renata. Sebenarnya ibu saya sakit dari sebulan yang lalu, tapi baru besok dapat jadwal operasi. Maklum, Non, orang tua udah macem-macem sakitnya. Waktu bapak meninggal dulu, saya baru pulang pas beliau udah ndak ada. Saya nggak mau gitu lagi.”

“Bibi udah pesen tiket?”

Renata menggendong Aiden yang mulai mengantuk, menina bobokannya sambil mengayun tubuh ke kanan kiri pelan-pelan. Tangannya menepuk-nepuk punggung bocah dua tahun itu, memberi rasa nyaman seperti yang biasa Bi Wati lakukan.

“Belum, Non. Niatnya abis anter Den Aiden ke sini, saya baru coba ke terminal.”

“Mau naik bis?”

“Iya.”

“Bibi udah pernah naik kereta belum?” tanyaku sambil menyuguhkan segelas teh hijau ke
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   18. Dia Anak Siapa?

    “Dia anak siapa? Kamu atau Renata?” tanya pria yang sedari tadi membuntuti kami ke stasiun. Meski sempat menghindar dengan naik taksi, bukan tidak mungkin dia menghadang kami setelah memastikan Bi Wati pergi.“Nda, Aiden mam.”Bocah dua tahun itu sama sekali belum mengerti apa yang terjadi, bahkan tidak tahu kalau perasaanku sedang kacau balau. “Yuk, beli mam sama Mama.”“Nggak apa-apa, Re. Sama gue aja.” Mengabaikan tatapan tajam pria itu, aku melewatinya begitu saja dan masuk ke salah satu kedai makanan cepat saji di luar stasiun. Meski hatiku remuk redam, Aiden sudah waktunya makan.“Renata—”“Maaf, Mas. Aku nggak bisa jawab pertanyaan kamu. Silakan tanya Sera.” Tiba-tiba Renata menghadangku dan merebut Aiden.“Sera, lo urus masalah kalian sampai beres. Jangan korbanin Aiden, dia nggak tahu apa-apa. Gue nggak mau dia bingung siapa orang tuanya. Udah cukup lo sembunyi dua-tiga tahun ini. Toh, cepat atau lambat semua bakal terungkap.”“Re—”“Gue sama Aiden pulang dulu.”“Renata!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   19. Dipandang Sebelah Mata

    “Hmmph!” Aku kembali berlari ke arah kamar mandi sambil menutup mulut dengan tangan.Cairan kekuningan yang terasa pahit kembali keluar dari mulut, bersamaan perutku yang terasa seperti dipelintir. Denyutan di kepala semakin terasa. Tanganku gemetar mencengkeram wastafel, meraup air sebanyak-banyaknya untuk berkumur.“Ra, lo nggak apa-apa?”Aku kembali muntah tepat saat pintu terbuka dan menampakkan Renata seorang diri. Wajah cerianya berubah jadi panik, berlari ke arahku dengan tergesa setelah melempar tas mungilnya entah ke mana.“Sera?!”Aku menggeleng, kembali berlari ke arah ranjang dan merebahkan diri di sana sambil memejamkan mata.“Kok panas banget gini, Ra?”Renata hampir berteriak saat meraba keningku yang demam lagi, padahal tadi pagi sudah membaik. Dia membuka laci dan mengeluarkan waslap dari sana. Hanya dalam hitungan detik, kain basah itu sudah menempel di kening.“Ya ampun. 39,4 derajat! Kita ke dokter, ya.”Aku menggeleng, kembali menahan mual.“Nggak papa, Re. Tolong

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   20. AB's Restaurant and Coffee Shop

    "Dion?!" Renata hampir berteriak menyuarakan keterkejutannya. "Kok lo bisa ada di sini?" "Bisa dong. Di mana ada Sera, di situ pasti ada gue," jawabnya sambil mengedipkan sebelah mata, sengaja menggoda seperti biasanya. Aku melenggang pergi dari sana, menghindari tatapan pria yang pernah mengajakku berumah tangga. Dia bersedia jadi Papa buat Aiden katanya. Hih! Apaan coba? "Sera Adriana, buka blokiran nomor gue, dong. Udahan ngambeknya. Nggak capek apa?" Dion mengikutiku, berjalan ke kanan-kiri seperti anak kecil yang tengah membujuk temannya bermain bersama. Tentu saja aku tidak peduli. Dia itu laki-laki, tapi mulutnya banyak omong seperti perempuan. Berisik! "Dion, jangan becanda deh!" Renata menarik tangan pria itu, membuatnya tertinggal dua langkah di belakangku. Meski tak melihatnya, aku yakin Renata memelotot untuk minta penjelasan. Sebenarnya, Renata jatuh hati pada putra semata wayang Madame Erina sejak dulu. Namun, dia masih tahu diri dan menyembunyikan perasaann

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   21. Like Father, Like Son

    “Gue nggak nyangka Mas Rian sebadas itu di depan orang-orang. Ya ampun, Ra. Untung gue nggak kena serangan jantung tadi.”Aku mengabaikan ocehan Renata, berjalan cepat meninggalkan restoran dan kafe berlantai dua yang membuatku sesak napas rasanya. Tatapan Dika, Dion, dan pria itu membuatku tidak leluasa melakukan apa pun.“Lo beneran jadian sama Bang Rian?” tanya Dion setelah briefing selesai. Dia menuntut penjelasan saat Renata pergi ke gudang menukar seragamnya yang kebesaran. Gadis itu memang selalu memakai baju pas badan yang menampilkan lekuk tubuhnya.“Kalau aku jawab itu cuma lelucon, kamu percaya?”“Ra ….” Dion sudah membuka mulutnya, tapi tak mengatakan apa pun. Pertama, dia syok dengan nada bicaraku yang dingin dan tanpa perasaan. Kedua, aku mempertahankan bahasa aku-kamu, bukan lo-gue seperti saat kami masih berpasangan dulu.“Mbak Sera, dipanggil Pak Bagas. Suruh ke ruangannya sekarang.”Aku menghela napas. Belum selesai urusan dengan Dion, Dika sudah memanggil. Pasti dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Unqualified - Tidak Memenuhi Syarat (1)

    “Kacau, Ra. Kacau!”Aku menyeruput kopi di cangkir, membiarkan Renata berjalan ke sana kemari seperti setrikaan. Lebih baik membiarkannya seperti itu sampai dia lelah daripada mendengar ocehannya yang tidak lebih merdu dari tukang obat herbal di pinggir jalan.“Dion nanya ke gue terus gimana lo sama Mas Rian bisa jadian. Udah gue tinggal pergi, tetep aja chat gue, tanya lagi.”“Ya udah biarin aja, sih. Nggak usah dibalas.”“Nggak dibalas gimana? Gue kan pengen ngobrol yang lain.”“Bilang ngga boleh cerita sama gue.”“Udah. Tetep tanya juga kenapa.”Aku menarik napas dalam, sedikit menundukkan kepala menatap kutek di kaki yang belum kering. Pikiranku melanglang buana, mengingat Dika juga terus menanyakan hal yang sama. Mereka tidak percaya pada pernyataan pria itu, tapi tidak berani bertanya secara langsung.Seminggu telah berlalu sejak launching restoran. Aku sendiri bingung bagaimana menjelaskannya. Pada Dion, aku bisa saja jujur dan dia mungkin bisa memaklumi alasanku tidak menyangk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Unqualified - Tidak Memenuhi Syarat (2)

    "Punya hair dryer?"Bahuku turun, kembali bernapas lega saat pria itu tak melakukan apa pun. Tanganku sigap membuka laci dan mengambil benda bulat warna hitam dari sana. Tanpa aba-aba, dia mencari stop kontak dan mulai mengeringkan helai rambutku yang agak basah.“Hari ini mau ke mana?” tanyanya di sela dengung pengering rambut di tangan.“Terserah.”“Yakin terserah? Berarti kalau kubawa ke hotel La Luna, nggak masalah?”Mataku memelotot tajam dan mengundang tawa renyah di mulutnya. Dia sengaja melakukan itu agar aku marah. Astaga. Kenapa aku selalu mudah tersulut oleh satu dua kalimat ambigu darinya, ya? Sepertinya aku harus membersihkan otakku yang terkontaminasi cerita dewasa ala Renata.“Aku mau ajak Aiden ke taman bermain, mungkin dia suka. Di dalamnya ada restoran Jepang kesukaan kamu. Kita makan siang di sana nanti.”Lagi-lagi aku tidak peduli. Kalau saja bukan permintaan Aiden yang ingin kami pergi bersama, aku juga malas meladeni pria ini. Hari libur lebih baik digunakan untu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Mantan Calon Suami (1)

    “Kenapa? Takut ketemu mantan calon suami kamu?”“Kamu pikir kita batal nikah karena siapa?”“Takdir. Kalian emang nggak jodoh!”Aku dongkol mendengar jawabannya. Mungkin benar kalau aku dan Dika memang tidak berjodoh. Mau diusahakan bagaimana pun juga, kami tetap akan terpisah. Tetap saja, kalau dia tidak sengaja membuat ulah, aku tidak akan sengsara diusir keluargaku sendiri.Dan seperti pertemuanku dengan pria ini, ditolak sekuat apa pun, dia dengan tidak tahu malu terus mendekatiku. Astaga. Aku benar-benar harus menambah stok kesabaran saat bicara dengannya. Semua keluhanku seolah bisa dia putar balik dengan mudahnya.Dia bersikap begitu lembut di depan Aiden, berperan sebagai malaikat. Namun, di saat hanya berdua saja denganku, mode iblis yang kembali dipasang olehnya. Sungguh menyebalkan. Aku benar-benar muak dan ingin berteriak. Sayangnya, aku masih waras dan tidak ingin membangunkan buah hatiku dari tidur lelapnya.“Kenapa diem? Aku bener, kan? Dika nggak cocok buat kamu. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Mantan Calon Suami (2)

    "Sera, ada masalah?"Detik itu juga aku menegakkan badan, berdeham untuk melegakan dada yang terasa sesak. Saatnya fokus bekerja dan tidak mencampuradukkan urusan pribadi di sini. “Nggak ada.” “Ok. Kita mulai sekarang.” Aku berdiri, menatap satu persatu karyawan yang duduk memenuhi kursi di sekitar meja berbentuk oval ini. Mereka menatapku dan Dika bergantian. "Ini laporan minggu pertama pembukaan restoran kita. Overall, sambutan orang-orang cukup baik. Mereka puas dengan layanan kita, juga suka sentuhan baru setiap menu yang ada. Give applause buat Dion dan kawan-kawan yang udah bikin terobosan baru!" Tanganku naik ke udara, bertepuk tangan mengapresiasi ide pemuda 20 tahun itu. Dia tersenyum canggung, mengangguk. “Tapi, target pencapaian kita tergolong masih jauh dari angka total penjualan bulan ini. Promosi yang kita lakukan belum menjangkau semua kalangan. Mereka datang ke sini karena memang biasa makan di sekitar sini.” Kulihat semua mengangguk setuju, termasuk pria dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Masih Adakah Surga untuk Gadis Ternoda?

    "Keluar kamu, Sera!""Dasar sundal.""Pelacur!""Wanita murahan."Berbagai sumpah serapah dan kalimat caci maki jelas tertuju padaku yang hanya bisa menggigit bibir sambil meneteskan air mata. Ketakutan itu menjadi nyata. Ayah dan Ibu menerimaku dan menyadari kesalahannya, tapi tidak dengan tetangga dan ibu Marlina. Di mata mereka, aku tak ubahnya wanita hina yang tidak pantas berbagi udara yang sama dengan mereka.Dari teriakan yang terus menggema, aku juga mengerti kalau kemungkinan besar mereka sudah tahu profesiku yang sebelumnya di Jakarta. Image wanita malam tak akan mudah lepas dariku meski aku sudah memutuskan untuk bertaubat, menutup aurat, bahkan keluar dari La Luna dan membuka lembaran baru."Sera, jangan dengar apa pun." Mas Rian berhasil menarikku dari lumpur hidup yang hampir menenggelamkan tekadku menjadi pribadi yang lebih baik. Dia memelukku dengan erat, berusaha menutup telingaku dari suara yang memancing air mata kembali membasahi pipi.Satu tanganku meremas kemeja

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Suara Sumbang Tetangga

    “Apa kabar, Pa?” Suaraku terdengar sedikit bergetar, berusaha mendekat ke arah Papa Aldi untuk bersalaman dengannya dan mengabaikan Dika di belakang sana. Namun, pria itu justru mundur dua langkah, menatapku dengan pandangan jijik seperti tiga tahun lalu.“Adrian, jangan buat masalah. Ini rumah sakit,” tukas Papa Aldi sebelum melenggang pergi meninggalkan kami. Satu jarum tajam terasa menghunjam tepat di ulu hatiku.Mas Rian tiba-tiba meraih pergelangan tanganku dan menariknya ke arah pintu keluar.“Kita pulang, percuma datang ke sini.”“Tunggu, Mas.”Langkah kami terhenti saat Dika menghadang sambil merentangkan tangan. Nasi kotak miliknya tak lagi dipedulikan karena dia tidak membawa apa pun.“Jangan pergi. Seenggaknya temui Mama dulu sebentar.”“Nggak perlu,” balas Mas Rian ketus, mengabaikan tatapan beberapa perawat yang kebetulan melintas di dekat kami. Mereka pasti melihat jelas ketegangan kakak beradik ini.“Mas,” pintaku sambil menahan tangannya yang masih mencengkeram lengank

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pulang

    “Mau apa ke sini?” tanya Mas Rian dengan nada ketus. Tampak jelas dia masih marah padaku.“Aku mau minta maaf, Mas.”“Hmm?”Tiga detik berikutnya tidak ada yang bersuara. Aku menunduk, menatap lantai marmer mengilap yang berbeda warna dengan koridor tempatku berpijak.“Aku—” Belum sempat kata berikutnya terucap, Mas Rian sudah lebih dulu menggandeng tanganku untuk masuk ke penthouse mewah miliknya. Tak cukup sampai di sana, dia bahkan mengajakku masuk ke dalam kamar.“Mas!”“Kita lanjutkan, Pak?”Aku terkesiap menatap wanita dengan setelan blouse merah dengan kombinasi batik yang tampak melekat di tubuh rampingnya. Belum lagi rok span di atas lutut yang menampakkan betis jenjangnya.Seketika itu juga aku menarik tanganku, mundur satu langkah karena tidak ingin menjadi pengganggu kebersamaan antara Mas Rian dan wanita itu. Ada perasaan tidak nyaman seperti yang kurasakan sesaat lalu di depan pintu.Sama denganku yang terkejut dengan keberadaannya, wanita itu juga terkejut karena meliha

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pilih Aku atau Dika? (2)

    "Sera, Rian cuma nggak mau anaknya punya nasib yang sama kayak dia sewaktu kecil.”“Nasib yang sama? Apa maksudnya, Mam? Mas Rian waktu kecil ….”“Kamu tunggu di sini sebentar,” ucapnya sebelum beranjak pergi.Punggungnya tersembunyi di balik pintu kayu jati. Aku meremas jariku sendiri. Sejak resmi keluar dari La Luna, ini pertama kalinya aku datang ke tempat ini lagi. Petugas resepsionis di bawah tersenyum ramah, mengenaliku yang dulu setiap malam keluar masuk tempat ini.Sebuah album foto bersampul hitam kini terulur di depanku. Di lembar pertamanya, terlihat foto dua wanita yang memiliki fisik serupa. Bagai pinang dibelah dua.“Mau dengar cerita tentang Erika, maminya Rian sekaligus kakak kembar Mami?”Aku mengangguk, menelan ludah sambil menetralkan detak jantung yang terus meronta. Kemarin, Dion sempat bercerita tapi hanya sekilas saja. Sekarang, sebagian besar tabir kembali terbuka.“Kami empat bersaudara. Aku dan Erika yang paling tua. Awalnya kami bekerja di perusahaan asurans

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Pilih Aku atau Dika? (1)

    “Kenapa? Aku nggak layak jadi Ayah buat Aiden?”“Nggak! Bukan itu masalahnya. Aku cuma ngerasa belum saatnya dia ketemu Dika.”“Dika?!”Pria dengan setelan sweater bergambar sepasang sepatu itu menatapku dengan kening berkerut. Jelas keberatan dengan syarat yang baru kukatakan sesaat lalu, yaitu memintanya jangan membawa Aiden ke restoran.“Jadi biang masalahnya Dika lagi?”“Dika belum bisa terima kenyataan kalau aku ini calon istri kamu, Mas. Apa yang terjadi tiga tahun lalu, masih jadi ganjalan buat aku sama dia. Kalau dia tahu aku hamil, yang ada Dika makin hancur. Sementara, jangan tunjukin Aiden dulu."“Bilang aja kamu takut Dika benci kamu.”“Mas, jangan suka ambil kesimpulan sendiri, deh.”Aku kesal dengan pemikiran Mas Rian yang sering kali tidak dipikirkan matang-matang."Kalau gitu, kita jelasin sama-sama ke Dika. Bawa Aiden sekalian. Sekarang kita jemput Aiden di rumah.""No! Yang harus bicara itu aku sama Dika. Kamu cukup handle masalah kerjaan kayak sebelumnya. Secepatnya

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Cerita Cinderella

    "Sera, Mas minta maaf karena udah ...." Pria dengan kumis tipis di atas mulutnya itu kembali menundukkan kepala. Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya, kembali tertelan dengan sendirinya."Nggak apa-apa, Mas. Udah berlalu juga. Mungkin memang itu jalan yang harus aku lalui biar punya pemikiran yang lebih dewasa.""Tapi harusnya Mas percaya sama kamu, Ra."Aku tersenyum, menggeleng lemah sambil mengamati gadis berusia delapan tahun yang sibuk memakan es krimnya. Lala namanya, anak kedua Mas Haris yang dulu menangis sedu sedan saat aku pergi dari rumah. Sekarang dia terlihat semakin cantik dengan rambut panjang yang dikuncir kuda. Mas Haris menceritakan kedatangan ayah Aiden ke rumah kami dengan air mata berlinang. Dia benar-benar menyesal karena mengabaikanku tanpa mencari tahu fakta yang terjadi sebenarnya."Bunda!" panggil Aiden yang tiba-tiba menghambur ke pelukanku. Napasnya terengah, berlari masuk dari pintu tanpa melepas sepatunya. Terlihat ekspresi heran di wajah Mas Haris. Mun

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Penerimaan dan Pengakuan

    "Cantik, sih, tapi kelakuannya kayak utusan Dajjal. GILA!"Renata masih belum bisa meredam emosinya, terus meracau sejak membawaku naik ke lantai dua. Dia masih belum terima karena Angela sudah mengungkapkan rahasia pekerjaanku sebelumnya di depan semua orang."Aw!" Aku mengaduh saat Renata menempelkan kapas yang sudah dibasahi cairan antiseptik ke muka. Pisau lipat itu sempat menggores wajahku meskipun tidak dalam. Dia minta maaf, memintaku menahan sakit.Untung saja pria itu datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin aku sekarang sudah berbaring di rumah sakit untuk mendapat perawatan."Asli heran banget gue, Ra. Bisa-bisanya Dika diem aja lihat lo disiksa gitu. Harusnya dia bantuin, dong. Yang lain sama juga. Nonton doang. Gue harus aduin hal itu ke Mas Rian, biar dipecat tuh mereka semua!"Sinta yang kebetulan berdiri di depan pintu, langsung terlihat pucat wajahnya. Dia mendekat dengan takut-takut sambil membawa botol air dingin di tangannya."Ada apa, Sin?" tanyaku sebisa mungkin.

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Pelakor (2)

    Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku, membuat panas dan perih segera terasa di sana. Aku menatap wanita dengan rambut pirang itu dengan kening berkerut. Siapa dia? Kenapa tiba-tiba datang dan menamparku?"Dasar pelakor! Berani-beraninya rebut calon suami orang."Aku meneguk ludah, berpikir cepat pernyataannya barusan. Perebut laki orang? Apa gadis ini tunangan yang Dion sebutkan malam itu?Orang-orang yang semula bersiap pergi, jadi menonton kami. Seorang pramusaji yang melihat keadaan itu segera naik ke lantai dua dan melaporkannya pada Dika. Aku masih berusaha mencerna apa yang terjadi dan baru menyadari Renata sudah pasang badan di depanku, tidak terima."Maaf, Mbak. Tolong jangan buat keributan di sini, ya. Ini tempat makan, bulan tempat cari masalah.""Nggak usah ikut campur deh. Ini urusan gue sama manajer lo itu. Udah bener jadi pelacur aja di La Luna, nggak usah sok-sokan pakai baju tertutup buat goda calon suami orang. Sekali pelacur tetap pelacur!" Bahasa wanita itu mulai

  • Aku Hanya Gadis Ternoda   Bukan Pelakor

    "Ra, minta sunblock-nya dong. Punya gue nggak tahu di mana."Renata membuka pintu kamarku dengan tergesa saat aku sedang sibuk memandikan Aiden di kamar mandi. Tanpa menunggu jawabanku, dia mendekat ke arah meja rias dan duduk di sana. Kemeja slimfit warna putih melekat di tubuhnya, berpadu dengan celana jeans navy yang menonjolkan lekuk sampai mata kaki."Lo nyetok B Erl banyak banget?" tanyanya heran saat membuka laci.Aku keluar dari kamar mandi sambil menggendong Aiden dan mengeringkan rambutnya yang basah."Ayahnya Aiden yang bawain waktu itu. Katanya biar nggak perlu ke store lagi.""Widih, mantap Mas Rian. Udah bener deh lo nerima tawarannya. GM mah nggak masalah bawa skin care satu box demi ayang tercinta.""Nggak usah banyak omong. Kalau mau pakai, pakai aja. Dia bayar loh itu, nggak ambil gitu aja!"Aku mengambil bantal di belakang Aiden bersiap melemparnya ke arah Renata. Untung saja sepersekian detik terakhir aku ingat, tidak boleh memberikan contoh buruk di depan bocah du

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status