Semua Bab Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver: Bab 151 - Bab 160

163 Bab

Bab 151 : Ini Terlalu Mendadak

Dewi meremas jemarinya dengan erat hingga kuku-kuku hampir menembus kulit. Napas gadis itu pendek dan dadanya sesak. Bayangan saat tim medis berjuang menyelamatkan Danang berkelebat dalam kepalanya. Membuat keringat dingin mengalir di pelipisnya."Tuhan … jangan biarkan aku kehilangan Pak Danis juga," bisik Dewi, suaranya bergetar.Mata sipitnya terpaku pada layar monitor yang menunjukkan angka-angka yang terus berfluktuasi. Para dokter dan perawat bergerak cepat, suara alat medis berbunyi nyaring, seakan berpacu dengan detak jantungnya sendiri.Getar ponsel dari dalam tas membuat Dewi makin kebingungan, antara fokus pada Danis atau menerima panggilan suara itu. Saat dia memeriksanya, itu adalah … Denver. Rupanya sudah lima kali pria itu menghubungi.Satu pesan dari Denver masuk.[Kamu sudah tidur? Mimpi indah, Sayang.]Malam ini bukan mimpi indah yang diterimanya, melainkan mimpi buruk yang harus dia lalui.“Kondisi Pak Danis tidak stabil, sebaiknya beliau tidak mendapat tekanan apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 152 : Rahasia Sang Dewi

"Sepagi ini kamu di sini?" tanya Denver yang lebih memperhatikan pakaian gadis itu. Denver mengenalnya karena semalam Dewi menggunakan baju yang sama.Gadis itu mengangguk dengan senyum mengembang dan wajah ayunya tampak manis. "Aku sengaja menunggu Dokter. Bisa sarapan sekarang? Perutku lapar," ujar Dewi dengan pelan, tetapi Dania bisa mendengarnya."Ayo, kamu mau makan di kantin atau café sekitar sini?" tanya Denver penuh perhatian."Kan—""Tapi Dokter Denver ada laporan yang harus kita selesaikan. Dokter residen yang lainnya juga sudah menunggu di ruangan Anda," potong Dania yang saat ini tangannya terkepal melihat kedekatan Dewi dan Denver.Denver tampak menghela napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Dia menatap Dewinya dan membelai puncak kepala gadis itu."Kita sarapan sebentar, setelah itu aku harus ke ruangan," kata Denver setengah berbisik, membuat Dania tampak tidak senang.Dewi tersenyum kecil dan mengangguk. Meskipun singkat, setidaknya Denver masih meluangkan waktu un
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 153 : Tidak Percaya Padaku?

“Apa yang kamu temukan, Ruslan?!” tanya Denver dengan suara agak meninggi.Tadi setelah mendapat pesan singkat dari Ruslan, dia bergegas menemui pria itu di Ta&Ma Café. Dia pun terpaksa mengulur waktu temunya bersama Dewi.“Ini Pak, setelah saya selidiki. Ternyata Dokter Darius sengaja dipindahkan ke Rumah Sakit JB atas permintaan Pak Danis,” tutur Ruslan sambil menyerahkan berkas tebal di atas meja.Denver mangut-mangut. Dia tidak terkejut mendengar hal itu, setidaknya dia tahu sejak awal kepindahan Darius untuk mengincar Dewi-nya. Bukan semata mengembangkan karir.Akan tetapi, pria itu tampak tidak puas dengan hasil kerja asistennya. Terbukti saat Denver membuka setiap lembaran kertas laporan, tidak ada yang menakjubkan. Semua hanya berisi kegiatan Darius sebelum dan setelah pindah.“Ini hasil kerjamu selama beberapa hari?” ketusnya, kemudian hendak menutup map. Namun, tepat di beberapa lembar terakhir, Denver menemukan sejumlah kegiatan Darius larut malam di rumah sakit. Bahkan pria
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 154 : Tidak Layak Untuk Denver?

Dewi tergugu sambil menunduk dan meremas selimutnya. Dia benar-benar bingung sekarang, karena Denver mengetahuinya jauh lebih cepat dari dugaan. Di saat dia belum siap menerima kenyataan, dia harus dihadapkan pada desakan Denver.Sedangkan Denver melihat keterdiaman Dewi dengan sorot mata rumit dan satu sudut bibirnya berkedut samar. Rahangnya mengeras dan jemarinya mengepal di sisi tubuh.“Aku pikir sudah tidak ada lagi rahasia di antara kita,” sesal Denver, suaranya lebih dingin dari biasanya.Dengan tangan ragu-ragu, Dewi meraih jemari Denver untuk menjelaskannya. Namun, pria itu menghindar. Seakan ada jarak yang kini terbentuk di antara mereka.“Aku … karena ini terlalu mendadak,” ujarnya berharap Denver mengerti.Alih-alih menerima jawaban, Denver justru berdiri dan berbalik tanpa menatapnya lagi. Sesaat sebelum pergi, dia mengecup kening Dirga, lalu tanpa kata-kata lebih lanjut, dia meninggalkan Dewi dalam ruangan yang kini terasa makin dingin dan kosong.Dewi menatap punggung ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 155: Menyelamatkan Sang Mama

“Mama ini bukan anak kecil yang bisa diajak bercanda, Denver!” tegas Dwyne, tetapi gestur tubuhnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan. Wanita itu gemetar membuat tangannya mengepal erat seolah berusaha menahan sesuatu.“Menurut Mama, apa aku sedang bercanda? Untuk apa?” sahut Denver sembari mendekati mereka yang berdiri terpaku di tempat.Sejenak pria itu menatap Dewi dalam, lantas memejamkan mata. Dia teringat percakapannya dengan Danis beberapa saat lalu.Tadi, selesai praktik, Denver sengaja menemui Danis secara langsung. Dia merasa harus mengetahui kebenaran ini dari berbagai sumber. Danis mengakuinya, bahkan memberikan Denver selembar foto usang.Dalam foto itu, seorang wanita tengah mengandung, dan wajahnya mirip sekali dengan Dewi. Namun, pria tampan di sampingnya bukanlah Denver—melainkan Danis sewaktu muda.Ya, dia tahu itu, sebab beberapa kali Dwyne dan mendiang ayahnya membawa Denver kecil berkunjung ke rumah pria itu. Masih jelas dalam ingatannya foto Danis muda.Termas
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

Bab 156 :  Aku Butuh Kamu

Tangan Denver yang terkepal tepat di depan dadanya menunjukkan garis-garis otot dan pembuluh darah, menandakan betapa tegangnya dia. Napas pria itu berat, nyaris tersendat, dan dia harus menyeka matanya yang hampir basah.Setelahnya, Denver turun dari ranjang pasien, lalu berdiri di samping ranjang sang mama, menatap penuh sayang sembari membelai bahunya.“Apa Dokter Mario sudah selesai operasi? Katakan padanya mamaku butuh pertolongan secepatnya!” tegas Denver dengan suara tegang.Seorang perawat bergegas mencari informasi.Bilik gawat darurat mulai lengang. Perawat dan beberapa dokter yang sempat memberikan pertolongan pertama kembali ke pos masing-masing. Tersisa Denver dan dokter umum.Beberapa saat kemudian, seorang perawat datang memberitahu, “Dokter Mario segera ke sini, Dok.”Denver tidak menyahut, hanya menatap layar monitor yang bergerak, menunjukkan angka-angka penunjuk kehidupan.Setelahnya, Dwyne menjalani pemeriksaan oleh tim dokter spesialis. Wanita itu didiagnosis menga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 157: Satu Kata Mengharukan

"Pak Danis," gumam Dewi. Pikirannya langsung tertuju pada pria yang menyatakan diri sebagai ayah kandungnya. Benar, seperti kata Darius, tepat hari ini Danis boleh pulang. Mungkin pria itu ingin bertemu dengannya.Dia meraih sweater merah muda dan tas selempang hitamnya, lalu mengikat rambut dengan asal dan menghubungi ojek online.Akann tetapi, baru saja Dewi keluar dari kamar, pandangannya bertemu dengan Denver yang sedang berbincang bersama Dirga. Dia pun menjadi kaku.Denver memang tidak bersuara, tetapi tatapan tajamnya menyiratkan sebuah pertanyaan."Umm … a—ku ada perlu ke rumah sakit, sebentar. Aku akan segera kembali," gugup Dewi sambil meremas tali tasnya.Lagi, Denver tidak menanggapi. Bahkan pria itu melenggang pergi menjauhi Dewi. Membuat gadis itu menelan rasa kecewa. Dia bukan berharap diantar, tetapi cukup mendapat sahutan saja sudah melegakan hati.Pria itu justru menuju ke ruangan lain. Seolah enggan melihat wajah Dewi."Tidak apa-apa, Dewi. Lagi pula ini memang sala
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 158: Kukabulkan Keinginanmu!

"Apa peringatanku kurang, Denver?" Suara tegas itu kembali memenuhi ruangan.Dewi yang bersembunyi di balik punggung kekar Denver mendongak menatap kepala Dokter tampan itu dari belakang. Mata sipitnya makin menyipit, menciptakan garis tanya di sana. Ada ketegangan yang memenuhi udara, membuat gadis itu menggigit bibir dengan gelisah.Sungguh, dia tidak tahu ada kesepakatan apa antara Danis dan Denver.Sebelum sempat bertanya, suara Oma Nayla menggema di ruangan ini. Wanita senja itu melangkah ke depan dengan tatapan menyelidik."Sebenarnya ada apa ini?"Denver menoleh pada sang oma, manik karamelnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Dewi berusaha mencari makna di balik sorot mata itu, tetapi rasanya terlalu rumit untuk diterjemahkan."Tolong tetap di sini bersama Dewi dan Mama," kata Denver pada sang oma dengan suara pelan, tetapi penuh ketegasan.Tatapan Denver bergeser pada Dewi-nya, hingga sorot mata mereka bertemu. Ada sesuatu yang ingin gadis itu tanyakan, tetapi Denver su
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

Bab 159: Sakitnya Tuh Di Sini

"Ini semua demi kebaikanmu, Dewi," tutur Danis yang duduk di depan Dewi. Pria paruh baya itu berusaha meraih tangan putrinya, tetapi Dewi menariknya. Ada keengganan dalam diri, sebuah dorongan kuat untuk menolak sentuhan itu. Dewi menggeleng, entah mengapa dia merasa pertemuan ini tidak seharusnya terjadi. Dalam hatinya, dia berharap biarlah segalanya tetap seperti dulu—biarlah dia tetap menjadi putri Danang dan Tari, bukan seperti ini. "Pak Danis, tolong … a–aku mau pulang," lirihnya sambil mendekap erat tubuh Dirga yang terbangun beberapa saat lalu. Danis berdeham. "Pulang? Rumahmu di Malang, bukan di Jakarta," ucapnya tenang, "pesawat lepas landas. Tidak ada jalan untuk turun." Tangan Dewi mencengkeram lengan kursi dengan erat, kukunya hampir menekan kulit sendiri. Detak jantung gadis itu berdetak begitu cepat, sedangkan pikirannya kacau. Dia ingin berteriak, meminta seseorang menghentikan pesawat ini. Namun, dia hanya bisa duduk di sana, menatap kosong ke luar jendela, melihat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya

Bab 160: Persaingan Dokter Tampan

Dewi mengepalkan tangan, suaranya tercekat. "Pak Danis …"Di belakang pria itu, dua orang pengurus rumah tangga berdiri, salah satunya membawa nampan berisi makanan."Papa mau makan siang bareng kamu, Wi," ujar Danis, suaranya lembut.Astuti memberi isyarat agar Dewi menurut. Dengan langkah ragu, Dewi turun dari ranjang dan duduk bersama Danis di meja bundar. Beragam hidangan khas Malang tersaji di hadapannya.Danis menyendokkan lauk ke piring kosong Dewi dan tersenyum hangat. "Makan yang banyak, Wi. Seorang ibu harus kuat. Setelah kamu terbiasa di sini, Papa akan mengenalkan kamu ke semua orang. Termasuk adikmu yang sekarang kuliah di luar negeri."Senyuman hangat Danis seharusnya membuat tenang. Seharusnya, pelukan keluarga yang telah lama hilang ini terasa nyaman. Tapi kenapa justru ada ketakutan yang menggelayut di dadanya? Kenapa setiap sendok makanan yang diberikan Danis terasa seperti belenggu yang makin mengikatnya?"Ayo, makan," Danis menepuk punggung Dewi dengan lembut.Setel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status