Home / Rumah Tangga / Luka Dalam Pernikahan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Luka Dalam Pernikahan: Chapter 21 - Chapter 30

53 Chapters

Bab 21. Diperilakukan Seperti Pelayan

Andine meletakkan mangkuk berisi masakan buatannya. Pun dia menyiapkan makanan yang sudah dia buat di piring sang suami. Sesekali, manik matanya menatap ke arah Arkan yang hanya diam. Sejak sampai di lantai dasar, Arkan bahkan tidak memulai percakapan sama sekali. Dia sendiri bingung, harus mulai darimana. Bahkan ketika dia duduk di sebelah Arkan dan menyendok makanan.Suasana di dalam ruangan itu terasa sunyi dengan aura yang begitu dingin. Pasalnya Arkan dan Andine tidak ada yang membuka percakapan. Sejak semalam, keduanya disibukkan dengan kebisuan. Terlebih Arkan yang tidak membuka suara sama sekali, membuat Andine yang tahu penyebabnya hanya bisa membuang napas lirih dan mencoba bersabar.Andine menghentikan kunyahan dan mendongak—menatap ke arah sang suami dan berkata, “Mas, hari ini kamu ke kantor?”Namun, Arkan yang mendengar hanya diam. Pria tampan itu sibuk menghabiskan makanan di piring, tidak menatap ke arah Andine. Sejak semalam dia sudah mendiamkan istrinya, tidak peduli
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 22. Memenangkan Sebuah Permainan

Harapan hanyalah harapan. Tidak semua harapan bisa menjadi kenyataan. Itulah yang dirasakan Andine saat ini. Dai berangkat dengan penuh semangat, berharap mertuanya sudah luluh dan ingin membangun hubungan baik dengannya. Dia bahkan cukup antusias dan berdandan begitu rapi agar tidak membuat malu, tetapi siapa sangka jika apa yang dipikirkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Pasalnya dia disuruh datang ke mall bukan untuk diajak menemani berbelanja, tetapi malah menjadi pelayan untuk sang mertua dan Reva.Andine menahan tangis saat melihat Reva dan mertuanya berbelanja. Keduanya tampak akur. Hal yang lagi-lagi membuat Andine menjadi iri. Kenapa Reva bisa sedekat itu dengan sang ibu mertua? Sementara dengannya, Melly selalu bersikap sinis dan tidak bersahabat. Bahkan tidak jarang Melly melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan yang membuatnya harus menahan sakit hati.“Andine, bisa cepat sedikit nggak sih? Lelet amat,” celetuk Melly jengkel, karena sang menantu sangat lambat. Andine
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 23. Menunggu Seperti Orang Bodoh

Makanan yang Arkan buat telah jadi. Dua posri nasi goreng seafood yang telah dibuat pria tampan itu. Dia menghidangkan makanan ke depan Reva, dan seketika itu juga membuat senyuman di wajah Reva terlukis indah.“Reva, maaf aku hanya membuat nasi goreng seafood. Aku mengambil beberapa sisa bahan makanan di kulkas, dan yang bisa aku olah jadi makanan adalah nasi goreng seafood. Kamu sepertinya jarang belanja bahan makanan,” ujar Arkan mengingatkan Reva. “Maaf, Arkan. Aku nggak pernah masak. Biasanya asistenku yang datang memasak untukku. Dia yang juga sering membuatkan makanan,” jawab Reva pelan. Arkan tersenyum, seraya mengusap puncak kepala Reva sembari berkata, “Nggak apa-apa. Besok kita belanja ke supermarket. Kita beli bahan makanan. Kalau aku ke sini, aku pasti akan sering membuatkan makanan untukmu.” Mendengar itu, Reva tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. Tangannya langsung menyendok nasi dan mengunyah pelan. Arkan memang selalu juara dalam memasak. Dulu waktu mereka ma
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 24. Selalu Mengalah

Arkan menggeliat pelan saat merasakan tubuhnya terasa kaku. Dia membuka mata secara perlahan dan menatap langit kamar. Sudut bibirnya membentuk senyum tipis dan mengalihkan pandangan. Di sebelahnya sudah ada Reva yang berbaring dengan kedua mata terpejam. Sejenak, Arkan memperhatikan sang kekasih yang tertidur lelap.Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena Reva yang membuka mata. Sejenak, keduanya hanya diam dengan kedua mata saling bersitatap. Hingga tiba-tiba Reva mengecup bibir Arkan, membuat pria itu tersenyum.“Selamat pagi,” sapa Reva lembut. Arkan membelai pipi Reva. “Pagi, kamu sudah bangun?” Reva mengangguk. “Iya, Sayang. Aku sudah bangun. “Hari ini kamu ke kantor?” tanya Reva ingin tahu. Arkan menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Pertanyaan Reva langsung menyadari dia harus bersiap untuk kerja. Detik itu juga, Arkan menyikap selimut, dan bangkit berdiri. “Aku harus pulang sekarang, Reva. Aku harus ganti baju dan bersiap ke k
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 25. Kedatangan Dimas

“Ck! Aku nggak sudi melayanimu!” Reva terang-terangan menolak Robby yang ingin dirinya melayani pria itu. Dia membalas tatapan dingin, dan tajam Robby. Tatapan yang jelas menunjukkan emosi membakar. Robby tersenyum sinis. Kamu menolakku, Reva? Kamu nggak takut aku adukan ke Arkan mengenai siapa kamu yang dulu? Kamu lupa siapa yang membuat kamu seperti ini? Sekarang sudah merasa hebat? Padahal dulu kamu selalu membuka kaki untuk mendapatkan tawaran main film. Kalau nggak begitu, kamu pikir akan ada produser yang memakaimu?” Tatapan mata Reva menajam, mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Oh, atau karena ada Arkan makanya kamu bertingkah?” Robby menatap ke arah Reva dengan pandangan sinis. Dia masih ingat bagaimana dulu Reva menggoda dirinya. Bahkan bukan hanya sekali dua kali wanita itu berhubungan badan dengannya. Setiap ada film baru, Reva selalu menawarkan tubuh. Tidak hanya dengannya, tetapi juga dengan produser yang lain.Namun, Reva tidak takut sama sekali. dia malah berk
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 26. Reva yang Gugup 

Andine menyiapkan kopi untuk Dimas, dan pria bernama Dimas yang merupakan teman Arkan mengucapkan terima kasih. Senyuman di wajah Andine terlukis. Wanita cantik itu duduk di sebelah Arkan dan menatap ke arah tamunya kali ini. Manik matanya memperhatikan pria dengan hidung bangir dan bibir merah yang berada tidak jauh darinya. Ini pertama kali Andine melihat sosok pria bernama Dimas. Sebelumnya dia tak pernah tahu. Ada beberapa teman lama Arkan yang datang, tentu Andine mengenal. Namun, untuk pria yang bernama Dimas, dia tak pernah tahu sama sekali.“Apa kabar, Arkan? Long time no see,” ucap Dimas sambil tersenyum ke arah Arkan. Arkan mengangguk. “Baik, lo sendiri apa kabar?” “Gue baik. Jujur, gue rindu Jakarta,” kekeh Dimas. “Gue pikir lo bakalan selamanya di Amrik.” “Nggaklah, Indonesia masih tetap jadi kebanggaan gue.” Arkan hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Dimas. “Sampai kapan lo di Jakarta?” “Hmm belum tahu. Gue ditugaskan dari kantor pusat buat mengelola perusahaan
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 27. Kerja Sama dengan Dimas 

Arkan duduk di kursi kerjanya, dengan raut wajah cemas dan khawatir. Matanya terfokus pada satu titik di depannya, tapi pikirannya jauh dari pekerjaan yang harus dia selesaikan. Cuaca pagi itu cerah, sinar matahari masuk melalui jendela kantor dan menerangi ruangan, tapi tidak dapat menghilangkan kesan cemas di wajah Arkan.Pria tampan itu memegang pena di tangannya, tapi tidak menulis apa-apa. Pikirannya terus-menerus berputar tentang Dimas, temannya yang baru saja datang dari New York dan mengunjunginya di Jakarta. Arkan masih ingat bagaimana Dimas terus-menerus memuji Andine, baik dari masakan maupun penampilannya yang cantik. Dia merasa tidak nyaman dengan pujian-pujian itu, dan sekarang dia tidak dapat menghilangkan perasaan aneh dalam dirinya. Arkan menghela napas panjang, mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak mengenakkan itu. Namun, pikirannya tetap saja kembali ke Dimas dan Andine. Dia tidak tahu mengapa dia merasa seperti ini, tapi dia tahu bahwa dia tidak s
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 28. Meminta Batasan!

Dimas tersenyum puas di kala Andine setuju. Setelah diskusi dan negosiasi, akhirnya Andine menyetujui untuk bekerja sama dengan perusahaannya. Keputusan itu seperti angin segar bagi Dimas, karena dia tahu betul betapa pentingnya kolaborasi ini. Dimas yang antusias mengulurkan tangannya. “Selamat bergabung, Andine,” ucapnya, penuh semangat.Andine, dengan senyuman tenang, menyambut uluran tangan itu. “Semoga kerja sama ini membawa banyak keberhasilan,” jawabnya, suaranya mantap ramah.Arkan memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan sulit ditebak. Dia menyilangkan tangan di dadanya, mencoba menutupi emosi yang tengah berkecamuk di dalam dirinya. Namun, tatapan matanya yang tajam dan rahangnya yang mengeras mengungkapkan rasa kesal dalam diri yang entah apa diartikan olehnya. Hal yang pasti adalah Arkan tak suka. Dimas, tampaknya, tidak menyadari perubahan ekspresi Arkan. Pria itu terlalu fokus pada euforia kemenangan kecil ini. Sementara itu, Andine, yang selalu peka terhadap suasa
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 29. Ledakan Gairah Tak Tertahankan 21+

Suara langkah Arkan yang berat terdengar dari pintu depan. Andine menunggu di ruang tengah, masih mengenakan pakaian santainya. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, dan Arkan baru saja pulang.Begitu melihat suaminya, Andine bangkit dari sofa. “Mas, kenapa kamu pulang selarut ini?” tanyanya dengan nada khawatir.Arkan meletakkan kunci mobil di meja tanpa menatap Andine. “Karena aku masih kesal sama kamu,” jawabnya dingin, suaranya terkontrol tapi tegas.Jawaban itu membuat Andine terdiam sejenak. Wanita itu tahu masalah sore tadi masih membebani Arkan. “Kita bisa bicarakan ini, Mas. Jangan begini terus,” ucapnya pelan, mencoba meluluhkan hati suaminya.“Aku capek. Nggak usah bahas apa pun.” Arkan memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar, meninggalkan Andine begitu saja. Andine tersentak melihat sang suami yang langsung masuk ke dalam kamar. Detik itu juga Andine memilih mengikuti sang suami ke dalam kamar. Wanita itu ingin menyelesaikan masalahnya dengan sang suami. Dia tak
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 30. Reva yang Mulai Curiga 

Arkan duduk di kursi kerjanya, tatapannya kosong menatap layar MacBook-nya yang tidak menyala. Pikiran-pikirannya melayang kembali ke kejadian bodoh yang terjadi malam sebelumnya. Dia menyesali tindakannya yang tidak bisa mengendalikan diri, yang membuatnya terjebak dalam situasi yang rumit. Perasaan bersalah menyelimuti dirinya, seolah-olah ada beban berat yang tak bisa dia lepaskan.Tadi pagi, dia berangkat lebih awal dari biasanya, berusaha menghindari pertemuan dengan Andine. Dia tahu bahwa mereka perlu berbicara, tetapi dia merasa tidak siap untuk menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Rasa takut akan reaksi Andine dan keraguan tentang apa yang harus dia katakan membuatnya memilih untuk menghindar.Saat Arkan melamun, suara teleponnya tiba-tiba berbunyi, memecah keheningan di sekelilingnya. Dia terkejut dan langsung meraih ponselnya. Melihat nama yang tertera di layar, jantungnya berdegup kencang. Ternyata yang menghubunginya adalah Reva.Dalam keadaan sedikit ragu, Arkan menja
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status