Beranda / Rumah Tangga / Seuntai Janji / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Seuntai Janji : Bab 11 - Bab 20

63 Bab

Bab 11

11Setibanya di kamar yang berada di lantai lima gedung tersebut, pegawai pria segera berpamitan. Arya meletakkan kunci mobil ke meja rias sebelum meneruskan langkah dan membuka pintu kaca balkon. Pria berkumis tipis memandangi langit cerah sejenak, lalu mengarahkan pandangan ke bawah. Tiga kolam berbeda ukuran tampak sangat indah dipandang dari atas. Taman di sekitar kolam kian menambah keelokan tempat itu. "Yu," panggil Arya tanpa menoleh. "Ya?" jawab Dahayu sembari memindahkan pakaiannya ke lemari. "Besok pagi aku mau ngajak anak-anak berenang ke sini. Boleh?" "Boleh, dong. Mau nginap juga bisa. Aku tinggal ngomong ke Mas Malik atau Ferdi.""Kenapa nggak ke si berewok?" "Males. Nanti aku diminta biaya nginap." Arya terkekeh sambil membalikkan badan. Dahayu tersenyum lebar sembari melirik sahabatnya yang tengah berdiri menyandar ke tembok pembatas balkon. Cahaya matahari yang menyorot dari belakang Arya seakan-akan menciptakan sinar berpendar di sekitar tubuhnya. Dahayu terk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

Bab 12

12Acara makan malam di restoran favorit anak-anak, berlangsung riuh karena bocah-bocah yang berlarian ke sana kemari. Wahyuni berulang kali mengejar Aldi dan Aldo yang bergerak lincah menggunakan berbagai alat permainan. Intan menggantikan posisi temannya beberapa belas menit, agar Wahyuni bisa menyelesaikan bersantap.Dahayu berulang kali mengecek kereta bayi sambil mengipasi Alfian. Bukan karena takut bayi itu kegerahan, tetapi Dahayu tidak mau ada nyamuk yang akan mengganggu Alfian yang telah pulas. Arya yang baru selesai makan, menarik kereta agar lebih dekat dengan tempat duduknya."Kok, ditarik?" tanya Dahayu sembari mengerutkan dahi. "Kamu belum beres makannya. Lanjutin aja," sahut Arya sambil memandangi Alfian yang kian montok. "Aku bisa makan sambil ngasuh." "Iya, tapi kemaren-kemaren kamu sudah sering ngasuh Alfi, akibatnya acara makanmu kacau." "Enggak apa-apa, aku ikhlas. Latihan kalau ketemu sama anaknya Mas Imran." "Usia berapa anaknya?" "Kalau nggak salah, 3 ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 13

13Seorang pria berjaket hitam menerobos orang-orang yang memenuhi area bandara. Dia mempercepat langkah ketika mendengar suara panggilan dari pengeras suara, agar para penumpang yang akan menuju Indonesia segera memasuki pesawat. Imran berlari seusai melewati tempat pemeriksaan terakhir hingga tiba di ruang tunggu, di mana puluhan orang tengah antre untuk memasuki pesawat. Imran menghela napas lega dan melepaskannya perlahan, merasa tenang dirinya tiba tepat waktu. Hanya berselang beberapa menit setelah dia duduk di kursi penumpang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran menyandarkan kepala dan mengamati langit pagi menjelang siang yang menyelimuti Kota Melbourne. Sudut bibirnya terangkat merekahkan senyuman ketika membayangkan ekspresi Dahayu saat dirinya tiba di Indonesia. Pria berlesung pipi sengaja merahasiakan kepulangannya untuk memberi kejutan pada Dahayu. Kelelahan yang mendera setelah lari ratusan meter membuat Imran memutuskan untuk tidur. Perjalanan selama kurang l
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 14

14Jalinan waktu terus bergulir. Dahayu telah kembali ke Jakarta. Pagelaran busana yang akan diikutinya bulan depan, menjadikan Dahayu benar-benar harus menyiapkan rancangan terbaik. Imran yang sering bertugas ke luar kota, hanya sekali-sekali menjumpai Dahayu. Dia belum memberikan jawaban atas pertanyaan Dahayu tempo hari, karena masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Sementara itu di Surabaya, Arya terpaksa mengangkut ketiga putranya beserta kedua asisten ke Yogyakarta. Sebab ayahnya tengah dirawat di rumah sakit. Jamilah telah pulang terlebih dahulu minggu lalu agar bisa merawat suaminya dengan lebih konsisten. Pesawat yang ditumpangi Arya dan keluarganya mendarat dengan mulus di bandara Yogyakarta. Pria yang telah mencukur kumisnya, meminta kedua bocah kembar untuk menunggu penumpang lain turun. Baru kemudian mereka yang keluar dari pesawat. Wahyuni memegangi Aldi dan Aldo di tangan kanan serta kirinya. Intan menggendong Alfian yang masih terlelap. Sedangkan Arya menjinjing
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

Bab 15

15Sudah lewat dari jam sepuluh malam, ketika mobil sewaan Arya melaju menjauhi pekarangan kediaman Zayan dan Ivana di kawasan Jakarta Selatan. Semenjak menetap di Ibu Kota beberapa bulan silam silam, Zayan dan Ivana kembali ke rumah lama, yang pernah mereka tempati saat awal menikah. Kala melintasi jalur utama perumahan elite, Dahayu sempat memerhatikan bangunan yang pernah menjadi saksi rumah tangganya bersama Zayan sekian tahun lalu. "Siapa yang nempatin rumahmu, Yu?" tanya Arya, sesaat setelah menjauh dari area itu. "Pengontrak," jelas Dahayu. "Kalau nggak salah, keluarga bule dari Amerika. Mereka suka sama desain rumah yang terbuka dan banyak taman," lanjutnya. "Rumah itu, masih atas namamu, kan?" "Ya. Uang sewa pun masuk ke rekeningku tiap tahun. Mas Zay nggak mau tahu aku udah nolak dikasih uang. Dia tetap ngirim, bahkan tepat waktu tiap bulan." "Itu memang sudah kewajibannya sebagai mantan suami. Harus memberimu nafkah, sampai kamu menikah kembali." "Hmm, ya. Padahal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

Bab 16

16Siang itu, Dahayu mengikuti ajakan Arya untuk menemui Hadrian Danadyaksha, pengusaha muda yang merupakan sahabat Ivana sejak masih sekolah dulu. Kendatipun pada awalnya Dahayu mengira pertemuan itu akan membosankan, ternyata dia bisa menikmati acara santap siang tersebut. Terutama karena teman-teman Hadrian turut mengajak istri mereka. Sebab para laki-laki hendak berbincang serius, Dahayu ikut pindah ke meja sebelah kanan bersama keempat perempuan lainnya. Mereka melanjutkan pembicaraan mengenai dunia fashion yang sangat dikuasai Dahayu. "Mbak, minat, nggak, gabung dengan kami?" tanya Liana, istri Artio Laksamana Pramudya. "Gabung gimana?" tanya Dahsyu. "Kami, GIC maksudku, punya perusahaan yang fokus di bisnis fashion, resto, klinik kecantikan dan spa, serta agency model dan EO," terang Liana. "GIC itu, nama perusahaannya?" Dahayu kembali bertanya. "Sebetulnya itu singkatan grup chat kami, istri-istri anggota PG. Tapi, supaya gampang diingat akhirnya kami tetap pakai nama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

Bab 17

17Sementara itu di tempat berbeda, orang yang tengah dipikirkan Imran, baru tiba di unitnya. Dahayu bergegas ke toilet dalam kamar untuk menuntaskan panggilan alam. Kemudian dia keluar dan berganti pakaian dengan baju kesukaan ibu-ibu di seluruh Indonesia. Daster ungu bermotif abstrak berbahan adem, menjadikan Dahayu menyukai baju itu. Dia memeliki enam daster serupa dan hanya berbeda warna. Sebab sangat menyukai bahannya yang lembut dan motif yang bagus. Sekian menit terlewati, Dahayu baru menyadari bila ponselnya belum diisi daya. Dia bangkit duduk dan memerhatikan sekeliling untuk mencari tas. Kemudian Dahayu berdiri untuk mengambil benda itu dari meja rias. Dahayu berpindah duduk di tepi kasur. Dia memasang kabel pengisi daya ke ponsel dan mengaktifkan stop kontak. Perempuan berhidung bangir menaikkan alis kala melihat banyaknya panggilan masuk dan puluhan pesan dari Imran. Dahayu meringis karena tadi dia menonaktifkan suara pada ponsel. Selama acara santap malam, Dahayu sama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

Bab 18

18Imran tiba tepat pukul 17.00 WIB. Dahayu yang telah menunggu di depan toko, segera mendekat untuk menaiki mobil HRV putih. Keduanya saling menyapa seraya mengulaskan senyuman. Kemudian Imran menekan pedal gas hingga kendaraan melaju keluar area parkir deretan rumah toko. Imran mengajak Dahayu berbincang mengenai kehidupan sehari-hari. Mereka sudah beberapa minggu tidak berjumpa karena Imran dinas ke luar kota. Sehingga rasa rindu dalam hati pria tersebut kian mencuat. Dahayu memandangi luar kaca. Kemacetan sudah menjadi hal biasa di jalanan Ibu Kota. Terutama bila jam pergi dan pulang kerja. Dahayu bingung ketika menyadari bila mobil mengarah ke Bekasi. Dia menoleh ke kanan dan menanyakan hal itu pada sang sopir, yang memimtanya untuk menunggu hingga mereka tiba di tempat tujuan. "Ini, rumah siapa?" tanya Dahayu, sesaat setelah mobil dihentikan Imran di depan pagar bercat hitam. "Rumah ibuku," jawab Imran. "Yang itu, rumah Mas Dihyan," lontar sembari menunjuk rumah dua lantai
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

Bab 19

19Hari berganti. Siang itu, Intan terlihat gelisah. Dia berulang kali mengecek suhu tubuh Alfian yang mengalami demam sejak semalam. Intan kian gundah karena Faiz dan Widya serta Pramesti telah kembali ke Yogyakarta kemarin siang, karena ada hal penting. Di rumah hanya ada Intan dan Wahyuni. Mereka tengah menunggu Aminah datang dari Kediri. Namun, sang nenek tidak kunjung tiba. Hal itu menambah kegelisahan kedua pengasuh.Intan menimbang-nimbang dalam hati, kemudian menguatkan tekad untuk menelepon Dahayu. Intan tidak berani menghubungi Tami, sekretaris Arya, karena perempuan tersebut baru beberapa minggu lalu melahirkan putri pertamanya, dan pasti sangat sibuk mengurus anaknya. Sapaan salam Dahayu terdengar dari seberang telepon dan langsung disahut Intan dengan kalimat yang hampir sama. Sang pengasuh menceritakan kondisi Alfian yang berulang kali merengek, karena tidak enak badan. "Tunggu, ya. Aku memang mau berangkat ke sana. Ini lagi di bandara Cengkareng," terang Dahayu semb
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

Bab 20 - Ibu Punyaku

20"Ibu cuma pergi beberapa hari. Jumat nanti pulang ke sini," jelas Dahayu untuk kesekian kalinya, pada Aldi dan Aldo yang tengah merengut. "Beneran, ya, Bu?" tanya Aldi sambil memegangi lengan perempuan bermata besar."Ya. Sabtu, kan, sudah lomba. Ibu harus persiapan dulu dari sehari sebelumnya," terang Dahayu. "Aku takut, Ibu nggak kembali." Dahayu tertegun, kemudian dia mengulaskan senyuman sambil mengusap pipi tembam Aldi. "Ibu sudah janji dan insyaallah akan ditepati." "Ibu mau kerja, Mas. Jangan dicegah," sela Arya sembari mengenakan kaus kaki dan sepatu. "Ibu kerja di sini aja," pinta Aldo sambil memegangi tangan perempuan berjilbab abu-abu. "Ibu itu sama kayak Papa. Kantornya di mana-mana dan harus dicek terus," ungkap Arya sembari memandangi kedua putranya secara bergantian. "Ibu juga punya kehidupan pribadi dan nggak bisa terus-menerus sama kita," lanjutnya. Aldo mengerutkan keningnya, lalu dia saling menatap dengan Aldi. Kedua bocah terlihat bingung karena kurang m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status