14Jalinan waktu terus bergulir. Dahayu telah kembali ke Jakarta. Pagelaran busana yang akan diikutinya bulan depan, menjadikan Dahayu benar-benar harus menyiapkan rancangan terbaik. Imran yang sering bertugas ke luar kota, hanya sekali-sekali menjumpai Dahayu. Dia belum memberikan jawaban atas pertanyaan Dahayu tempo hari, karena masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Sementara itu di Surabaya, Arya terpaksa mengangkut ketiga putranya beserta kedua asisten ke Yogyakarta. Sebab ayahnya tengah dirawat di rumah sakit. Jamilah telah pulang terlebih dahulu minggu lalu agar bisa merawat suaminya dengan lebih konsisten. Pesawat yang ditumpangi Arya dan keluarganya mendarat dengan mulus di bandara Yogyakarta. Pria yang telah mencukur kumisnya, meminta kedua bocah kembar untuk menunggu penumpang lain turun. Baru kemudian mereka yang keluar dari pesawat. Wahyuni memegangi Aldi dan Aldo di tangan kanan serta kirinya. Intan menggendong Alfian yang masih terlelap. Sedangkan Arya menjinjing
15Sudah lewat dari jam sepuluh malam, ketika mobil sewaan Arya melaju menjauhi pekarangan kediaman Zayan dan Ivana di kawasan Jakarta Selatan. Semenjak menetap di Ibu Kota beberapa bulan silam silam, Zayan dan Ivana kembali ke rumah lama, yang pernah mereka tempati saat awal menikah. Kala melintasi jalur utama perumahan elite, Dahayu sempat memerhatikan bangunan yang pernah menjadi saksi rumah tangganya bersama Zayan sekian tahun lalu. "Siapa yang nempatin rumahmu, Yu?" tanya Arya, sesaat setelah menjauh dari area itu. "Pengontrak," jelas Dahayu. "Kalau nggak salah, keluarga bule dari Amerika. Mereka suka sama desain rumah yang terbuka dan banyak taman," lanjutnya. "Rumah itu, masih atas namamu, kan?" "Ya. Uang sewa pun masuk ke rekeningku tiap tahun. Mas Zay nggak mau tahu aku udah nolak dikasih uang. Dia tetap ngirim, bahkan tepat waktu tiap bulan." "Itu memang sudah kewajibannya sebagai mantan suami. Harus memberimu nafkah, sampai kamu menikah kembali." "Hmm, ya. Padahal
16Siang itu, Dahayu mengikuti ajakan Arya untuk menemui Hadrian Danadyaksha, pengusaha muda yang merupakan sahabat Ivana sejak masih sekolah dulu. Kendatipun pada awalnya Dahayu mengira pertemuan itu akan membosankan, ternyata dia bisa menikmati acara santap siang tersebut. Terutama karena teman-teman Hadrian turut mengajak istri mereka. Sebab para laki-laki hendak berbincang serius, Dahayu ikut pindah ke meja sebelah kanan bersama keempat perempuan lainnya. Mereka melanjutkan pembicaraan mengenai dunia fashion yang sangat dikuasai Dahayu. "Mbak, minat, nggak, gabung dengan kami?" tanya Liana, istri Artio Laksamana Pramudya. "Gabung gimana?" tanya Dahsyu. "Kami, GIC maksudku, punya perusahaan yang fokus di bisnis fashion, resto, klinik kecantikan dan spa, serta agency model dan EO," terang Liana. "GIC itu, nama perusahaannya?" Dahayu kembali bertanya. "Sebetulnya itu singkatan grup chat kami, istri-istri anggota PG. Tapi, supaya gampang diingat akhirnya kami tetap pakai nama
17Sementara itu di tempat berbeda, orang yang tengah dipikirkan Imran, baru tiba di unitnya. Dahayu bergegas ke toilet dalam kamar untuk menuntaskan panggilan alam. Kemudian dia keluar dan berganti pakaian dengan baju kesukaan ibu-ibu di seluruh Indonesia. Daster ungu bermotif abstrak berbahan adem, menjadikan Dahayu menyukai baju itu. Dia memeliki enam daster serupa dan hanya berbeda warna. Sebab sangat menyukai bahannya yang lembut dan motif yang bagus. Sekian menit terlewati, Dahayu baru menyadari bila ponselnya belum diisi daya. Dia bangkit duduk dan memerhatikan sekeliling untuk mencari tas. Kemudian Dahayu berdiri untuk mengambil benda itu dari meja rias. Dahayu berpindah duduk di tepi kasur. Dia memasang kabel pengisi daya ke ponsel dan mengaktifkan stop kontak. Perempuan berhidung bangir menaikkan alis kala melihat banyaknya panggilan masuk dan puluhan pesan dari Imran. Dahayu meringis karena tadi dia menonaktifkan suara pada ponsel. Selama acara santap malam, Dahayu sama
18Imran tiba tepat pukul 17.00 WIB. Dahayu yang telah menunggu di depan toko, segera mendekat untuk menaiki mobil HRV putih. Keduanya saling menyapa seraya mengulaskan senyuman. Kemudian Imran menekan pedal gas hingga kendaraan melaju keluar area parkir deretan rumah toko. Imran mengajak Dahayu berbincang mengenai kehidupan sehari-hari. Mereka sudah beberapa minggu tidak berjumpa karena Imran dinas ke luar kota. Sehingga rasa rindu dalam hati pria tersebut kian mencuat. Dahayu memandangi luar kaca. Kemacetan sudah menjadi hal biasa di jalanan Ibu Kota. Terutama bila jam pergi dan pulang kerja. Dahayu bingung ketika menyadari bila mobil mengarah ke Bekasi. Dia menoleh ke kanan dan menanyakan hal itu pada sang sopir, yang memimtanya untuk menunggu hingga mereka tiba di tempat tujuan. "Ini, rumah siapa?" tanya Dahayu, sesaat setelah mobil dihentikan Imran di depan pagar bercat hitam. "Rumah ibuku," jawab Imran. "Yang itu, rumah Mas Dihyan," lontar sembari menunjuk rumah dua lantai
19Hari berganti. Siang itu, Intan terlihat gelisah. Dia berulang kali mengecek suhu tubuh Alfian yang mengalami demam sejak semalam. Intan kian gundah karena Faiz dan Widya serta Pramesti telah kembali ke Yogyakarta kemarin siang, karena ada hal penting. Di rumah hanya ada Intan dan Wahyuni. Mereka tengah menunggu Aminah datang dari Kediri. Namun, sang nenek tidak kunjung tiba. Hal itu menambah kegelisahan kedua pengasuh.Intan menimbang-nimbang dalam hati, kemudian menguatkan tekad untuk menelepon Dahayu. Intan tidak berani menghubungi Tami, sekretaris Arya, karena perempuan tersebut baru beberapa minggu lalu melahirkan putri pertamanya, dan pasti sangat sibuk mengurus anaknya. Sapaan salam Dahayu terdengar dari seberang telepon dan langsung disahut Intan dengan kalimat yang hampir sama. Sang pengasuh menceritakan kondisi Alfian yang berulang kali merengek, karena tidak enak badan. "Tunggu, ya. Aku memang mau berangkat ke sana. Ini lagi di bandara Cengkareng," terang Dahayu semb
20"Ibu cuma pergi beberapa hari. Jumat nanti pulang ke sini," jelas Dahayu untuk kesekian kalinya, pada Aldi dan Aldo yang tengah merengut. "Beneran, ya, Bu?" tanya Aldi sambil memegangi lengan perempuan bermata besar."Ya. Sabtu, kan, sudah lomba. Ibu harus persiapan dulu dari sehari sebelumnya," terang Dahayu. "Aku takut, Ibu nggak kembali." Dahayu tertegun, kemudian dia mengulaskan senyuman sambil mengusap pipi tembam Aldi. "Ibu sudah janji dan insyaallah akan ditepati." "Ibu mau kerja, Mas. Jangan dicegah," sela Arya sembari mengenakan kaus kaki dan sepatu. "Ibu kerja di sini aja," pinta Aldo sambil memegangi tangan perempuan berjilbab abu-abu. "Ibu itu sama kayak Papa. Kantornya di mana-mana dan harus dicek terus," ungkap Arya sembari memandangi kedua putranya secara bergantian. "Ibu juga punya kehidupan pribadi dan nggak bisa terus-menerus sama kita," lanjutnya. Aldo mengerutkan keningnya, lalu dia saling menatap dengan Aldi. Kedua bocah terlihat bingung karena kurang m
21Dahayu mengernyitkan dahinya. "Aku menurut karena memang jelas kekurangan. Mas Zay anak cowok satu-satunya. Kalau nggak punya keturunan, silsilah keluarganya tamat." "Menurutku, itu sudah nggak zaman. Kenapa dia nggak bisa menerima itu? Sedangkan aku, bisa," sahut Imran. "Mas sudah punya Nadia. Mas Dihyan punya anak cowok tiga. Jelas beda situasinya dengan Mas Zay." "Bisa lewat jalur adopsi, Yu. Enggak perlu menikah lagi dan menyakiti hatimu. Bahkan menceraikanmu demi istri kedua." "Mas nggak tahu cerita sebenarnya, jangan asal bicara!" Imran terkejut mendengar suara Dahayu yang meninggi. "Sorry, Yu. Aku nggak bermaksud bikin kamu tersinggung. Aku justru menyampaikan apa yang ada dalam otakku. Poligami bukan solusi bila tidak punya keturunan." "Cukup, Mas. Aku nggak mau melanjutkan percakapan ini!" "Tenang dulu. Jangan emosi." "Gimana aku nggak emosi? Mas ngoceh, padahal nggak tahu kenyataannya kayak gimana." "Aku ...." "Aku yang meminta Ivana masuk ke pernikahanku dan bu
63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m
62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung
61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan
60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya
59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn
58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa
57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke
56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu
55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog