Home / Rumah Tangga / Ranjang yang Bukan Milikku / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Ranjang yang Bukan Milikku: Chapter 121 - Chapter 130

139 Chapters

Bab 121 : Jebakan

Keesokan harinya, sehari sebelum kepulangannya, Arka merasa lega karena tugasnya di luar kota hampir selesai. Ia menelepon Alea saat istirahat siang, memberitahukan kabar baik itu. “Sayang, Mas pulang besok. Kamu dan Raka siap-siap, ya. Mas kangen banget,” ucap Arka dengan suara hangat. Di ujung telepon, Alea tersenyum, meskipun hatinya masih menyimpan keraguan yang ia pendam beberapa hari terakhir. “Raka pasti senang banget dengar kabar ini. Kami juga kangen, Mas. Cepat pulang, ya,” jawabnya lembut. Percakapan mereka mengalir hangat meskipun tidak berlangsung lama. Arka kembali sibuk dengan pekerjaannya, dan Alea kembali pada rutinitas hariannya di rumah. Namun, di sela-sela kegembiraan akan kepulangan Arka, Alea tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan rasa aneh yang terus menghantui pikirannya. --- Di kota tempat Arka bertugas, suasana mulai beranjak ceria ketika tim proyek mereka memutuskan untuk mengadakan makan malam perayaan. Restoran yang dipilih adalah salah satu tempat
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 122: Diluar Batas

Dina membuka pintu kamarnya dengan cepat, lalu membawa Arka masuk dan menutup pintu di belakang mereka dengan satu gerakan halus. Dina meletakkan tangan di bahu Arka, membimbingnya untuk duduk di tepi ranjang dengan penuh perhatian, sementara matanya memancarkan niat yang lebih dari sekadar perhatian biasa. Dina menutup pintu kamar dengan satu gerakan halus. Setelah memastikan Arka duduk di tepi ranjang, ia membuka jas pria itu dengan gerakan tegas, lalu berlutut untuk melepas sepatunya. Setiap gerakannya terukur, penuh perhatian, namun menyiratkan intensi yang lebih dalam. "Din ... aku mau istirahat," gumam Arka, tubuhnya condong ke depan. "Aku tahu," jawab Dina dengan nada lembut. "Aku cuma mau kamu nyaman dulu." Tangannya menyentuh leher Arka, melonggarkan dasi dengan gerakan perlahan, membiarkan jemarinya berlama-lama di kulit leher pria itu. "Din ... kenapa ... " Arka mencoba berbicara, tetapi suaranya tenggelam oleh desahan kecil yang keluar tanpa sadar saat Dina meny
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 123: Bayangan yang Menghantui

Randy berdiri di ujung koridor, memegang secangkir kopi dari pantry hotel. Matanya menyipit, mengamati Arka dengan ekspresi sulit ditebak. Tatapannya tidak hanya sekadar kebetulan, Randy tahu ada sesuatu yang aneh. "Arka," sapanya singkat, meskipun nada suaranya mengandung keheranan. Arka tersentak, mencoba menguasai dirinya. "Oh, pagi, Randy," jawabnya cepat, berusaha terdengar biasa saja. Ia menekan tombol lift dengan tangan gemetar, menghindari tatapan langsung. Randy melangkah mendekat, pandangannya tetap tajam. "Kok kamu dari arah sana?" tanyanya sambil melirik ke arah kamar yang baru saja Arka tinggalkan. "Aku ... aku cuma mau cari udara segar, kepala masih pusing," jawab Arka tergagap, meski ia tahu jawabannya tidak meyakinkan. Ia menghindari kontak mata, menatap lantai koridor seolah mencari jawaban di sana. Randy hanya mengangguk pelan, meskipun matanya tidak lepas dari Arka. Ia tidak berkata apa-apa lagi, tetapi jelas ada sesuatu yang tersimpan di pikirannya. K
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 124: Penantian yang Penuh Tanda Tanya

Pagi itu, Alea bangun lebih awal dari biasanya. Ia merapikan selimutnya dengan hati-hati, seolah memulai hari dengan sesuatu yang rapi dapat membantu mengatur pikirannya yang kacau. Matahari baru saja muncul, menyinari rumah sederhana mereka. Namun, Alea masih merasa kosong, seperti ada sesuatu yang kurang. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Arka, suaminya, akan pulang setelah hampir seminggu bertugas di luar kota. Perasaan rindu bercampur gelisah menyelimuti hatinya. Alea memutuskan untuk mengalihkan perhatian dengan bersih-bersih rumah. Tangannya sibuk menyapu, mengepel, dan menata ulang dekorasi ruang tamu. Semuanya harus sempurna untuk menyambut kepulangan Arka. Saat ia sedang menyapu, suara kecil Raka terdengar dari ruang keluarga. Anak itu sibuk bermain dengan mobil-mobilannya, tetapi ia sempat berhenti untuk bertanya, “Bunda, Ayah pulang kapan?” Alea menoleh sambil tersenyum, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa cemas. “Sore ini, Nak. Kamu senang Ayah pulang, k
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 125: Foto yang Menghancurkan

Pagi itu, Alea terbangun lebih awal dari biasanya. Arka sudah pergi ke kantor sebelum matahari terbit, meninggalkan keheningan yang terasa begitu asing. Ia berjalan menuju dapur untuk membuat teh, berharap bisa menghalau rasa cemas yang terus menghantuinya sejak Arka pulang dari perjalanan dinas. Setelah menyiapkan secangkir teh, ia duduk di meja makan dengan ponsel di tangan. Saat ia membuka layar ponselnya, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Hatinya berdebar kencang saat ia membaca teks singkat itu: “Apa kamu benar-benar percaya Arka jujur?” Alea mengerutkan kening, merasa déjà vu. Ini bukan pertama kalinya ia mendapat pesan seperti ini dari nomor yang sama. Sebelum ia sempat membalas, pesan lain masuk, kali ini disertai lampiran foto. Dengan tangan gemetar, ia membuka foto itu. Pandangannya langsung membeku. Foto itu menampilkan Arka dan Dina terbaring di ranjang yang sama. Dina bersandar dengan rambut acak-acakan, selimut hanya menutupi sebagian tubuhnya, sem
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 126: Langkah Awal Mencari Kebenaran

Randy berjalan keluar dari kedai kopi dengan langkah berat. Udara sore yang seharusnya sejuk justru terasa menyesakkan baginya. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya, sementara pikirannya terus berputar. Ia memikirkan Alea yang duduk di dalam sana, terluka, tetapi tetap berusaha tegar. Ia merasa gagal, tidak hanya sebagai teman tetapi juga sebagai seseorang yang peduli pada Alea lebih dari yang seharusnya. Randy mendesah panjang, menatap jalan di depannya. "Dina," gumamnya. Nama itu diucapkannya dengan nada penuh kebencian. Jika Dina benar-benar berada di balik semua ini, ia tidak bisa membiarkannya lolos begitu saja. Tapi bagaimana caranya ia bisa membuktikan hal ini tanpa membuat segalanya semakin rumit untuk Alea? "Aku harus hati-hati," pikirnya. Randy tahu bahwa langkah gegabah hanya akan membuat situasi semakin buruk. Ia tidak ingin membuat Alea semakin terluka, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan kebenaran ini terkubur. --- Di rumah, Alea duduk di tepi tempa
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 127: Dina dan Kebingungan yang Meningkat

Dina duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Cangkir kopi di mejanya sudah dingin, isinya hampir tidak tersentuh. Jemarinya mengetuk meja kayu dengan ritme pelan, mencerminkan kegelisahan yang tak ia ungkapkan secara langsung. Sudah sebulan sejak ia mengirim foto itu kepada Alea, foto yang seharusnya menjadi pemicu kehancuran rumah tangga Arka. Namun, sejauh ini, tidak ada tanda-tanda kehancuran seperti yang ia harapkan."Kenapa mereka tetap tenang?" gumam Dina, nada frustrasi terdengar jelas. Ia mencoba memutar ulang skenario di kepalanya, mencari tahu di mana rencananya meleset. Foto itu sudah cukup jelas, bukti yang seharusnya membuat Alea kehilangan kepercayaan pada Arka. Tetapi Alea dan Arka tetap seperti biasa atau setidaknya, tidak ada tanda-tanda besar bahwa hubungan mereka terguncang.Dina meraih ponselnya dan membuka galeri foto. Foto yang sama, yang ia ambil secara diam-diam malam itu, terpampang di layar. Wajahnya mengeras saat melihatnya. "Tidak mungkin dia tidak b
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 128: Pertarungan di Balik Gaun Malam

Hari makan malam perusahaan pun tiba. Pagi itu, Alea sudah memutuskan bahwa ia akan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk acara ini. Ia tahu, ini bukan sekadar makan malam biasa. Ini adalah panggung di mana ia akan menunjukkan bahwa dirinya lebih dari apa yang Dina bayangkan.Siang harinya, Alea pergi ke salon langganannya. Ia duduk di kursi salon dengan tenang, membiarkan stylist menata rambut coklat panjang bergelombangnya menjadi lebih indah dan teratur. Wajahnya dipoles dengan riasan sederhana tetapi menonjolkan kecantikannya, memberikan kesan anggun dan mempesona.“Gaun merah, ya? Berani sekali,” komentar stylist itu sambil tersenyum.Alea membalas senyumnya melalui cermin. "Hari ini, aku butuh sesuatu yang berbeda," jawabnya.--- Malam yang dinantikan akhirnya tiba. Alea berdiri di depan cermin panjang di kamarnya, memandang penampilannya sendiri.Gaun merah panjang yang membalut tubuhnya begitu pas, memperlihatkan sisi elegan dan berani yang selama ini jarang ia tampilk
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

Bab 129: Kepulangan yang Membingungkan

Dina melangkah keluar dari ballroom hotel dengan langkah cepat, high heels hitamnya beradu dengan lantai marmer yang dingin. Setiap langkah terasa seperti tamparan bagi dirinya sendiri, menghancurkan kepercayaan yang tadi ia bawa masuk ke ruangan itu. "Dia berani menantangku," pikir Dina sambil mengatur napasnya yang mulai memburu. Tangannya mencengkeram clutch hitamnya begitu erat hingga buku-bukunya memutih. Saat pintu otomatis terbuka, udara malam yang dingin menyambutnya. Dina mendongak menatap langit yang gelap, hanya dihiasi beberapa bintang samar. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. “Bagaimana dia bisa terlihat begitu ... sombong?” bisiknya, matanya menatap kosong ke jalan raya yang ramai. Dina memikirkan setiap detik percakapan mereka di dalam ballroom. Senyum Alea, sorot mata yang tajam, cara bicara yang tenang namun mematikan. Semuanya seperti duri yang menusuk egonya. --- Di dalam mobilnya, Dina duduk dengan tubuh tegak, tetapi hatinya masih bergolak
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Bab 130: Panggilan yang Mengguncang

Malam setelah kejadian makan malam hari itu, Alea duduk di ruang tamu dengan buku sketsa terbuka di pangkuannya. Pensil yang digenggamnya berhenti bergerak, garis-garis di kertas itu setengah jadi, mencerminkan pikirannya yang penuh kekacauan. Selama sebulan terakhir, ia memilih untuk menunggu. Tidak ada konfrontasi, tidak ada tuduhan hanya keheningan yang menjadi perisai sekaligus senjatanya. Ia tahu, kebenaran tidak bisa disembunyikan selamanya. Cepat atau lambat, salah satu dari mereka, entah Dina atau Arka akan buka suara. Yang ia butuhkan hanyalah kesabaran, meskipun setiap harinya terasa seperti peperangan dengan dirinya sendiri. Ponselnya bergetar di meja, memecah keheningan. Nama "Nomor Tidak Dikenal" muncul di layar, membuat Alea terdiam. Ia tahu siapa itu. Ia menatap layar untuk beberapa saat, mencoba menenangkan napasnya sebelum akhirnya menggeser ikon hijau. “Halo?” Alea membuka percakapan dengan nada datar, tanpa emosi. Suara di seberang terdengar lembut, seperti
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status