Home / Romansa / Bukan Aku yang Diinginkan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bukan Aku yang Diinginkan: Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

Bab 11

Esok harinya, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku bertanya kepada bibi Sari sebelum berangkat ke kampus, katanya Mas Husein berangkat ke rumah sakit sejak tadi subuh dan belum pulang sampai sekarang. “Mbak Maya ada kemajuan. Katanya, Mbak Maya mengerakan tangannya, Mbak,” ucap bibi Sari bersemangat. Aku ikut bahagia mendengarkannya. Siapa sih yang tidak senang mengetahui Mbak Maya akan sehat kembali. Ya, setidaknya dia bangun dari koma dan segera mengurus Mas Husein, suaminya. Aku hampir gila dibuat lelaki itu. Aku berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Hana. “Asma!” panggil Hana yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus. Aku berangkat ke kampus menggunakan taksi karena supir Mas Husein juga bersiap ke rumah sakit. “Ada Mas Aldo mau ketemu tuh. Katanya dia baru tahu kalo kamu udah nikah,” ucap Hana. Mas Aldo adalah senior kami. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Dia sering membayarkan biaya kuliahku. Dia juga memberikan aku uang jajan s
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 12

Pernikahan kami sudah berjalan satu bulan lebih dan dia sama sekali tidak tertarik menyentuhku. Puas memikirkan nasibku, aku turun dari ke lantai satu. Duduk di ruang tamu sambil menonton TV. Perasaanku berantakan sekarang. “Mbak Asma, mau makan apa?” tanya Bibi Sari. “Memangnya sudah jam berapa Bi?” tanyaku. Aku akhir-akhir ini jarang makan. Pikiranku berpusat kepada Mas Husein dan juga berita viral yang semakin menjadi-jadi. Napsu makanku berkurang. Kepalaku terasa mau pecah memikirkan semua masalah secara bersamaan.“Sudah pukul empat sore, Mbak,” jawab Bibi Sari. Ya Allah, hampir saja lupa sholat Azhar. Aku segera berlari menuju kamar untuk menunaikan sholat Azhar. “Nanti Bi yah, aku sholat dulu,” ucapku. Setelah sholat, dia datang menghampiriku lagi di dalam kamar.“Mau makan malam apa, Mbak?”” tanyanya. Dia sepertinya menunggu jawabanku sejak tadi. Aku sedang tidak berselera makan sejujurnya. “Nasi goreng saja, Bi,” jawabku. Aku hanya makan ice cream cokelat tadi siang
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 13

Walaupun aku sedang marah kepadanya namun aku tetap membantunya. Seperti subuh ini, aku membantunya untuk sholat subuh. Mas Husein tidak bisa mengerakan kakinya karena kakinya terkilir. Maka dari itu, dia memintaku untuk menemaninya. Setelah pertengkaran yang cukup sengit tadi malam, kami lebih banyak diam sekarang. Kemarin setelah menangis, aku berlari ke taman rumah sakit seorang diri. Di taman itu, aku berteriak. Setelah puas berteriak, aku kembali ke ruangan Mas Husein. Rupanya dia sudah terlelap tidur saat aku kembali. Setelah sholat subuh, aku menyediakan sarapan untuknya. Dia terus memperhatikan gerak-gerikku tanpa bersuara. Sepertinya dia sedang mengamati apa yang aku lakukan. “Maya … saya ingin bertemu Maya,” pintanya beberapa saat. “Gimana mau bertemu Mbak Maya, Mas aja nggak bisa jalan. Nanti saya minta tolong sama suster buat bawah Mas ke ruangan ICU,” jawabku ketus.Aku membalas sikap dinginya. Memang dia siapa yang selalu mengacuhkanku? Aku juga bisa melakukannya.
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 14

Aku merasakan tangan seseorang mengengamku dengan erat. Perlahan, aku membuka mataku. Ruangan itu putih dan menyilaukan mata. “Asma?”“Asma, kau sudah sadar?” tanyanya. Mas Husein berada di sampingku. Oh, rupanya dia yang mengengam tanganku. Aku melirik ke kiri dan ke kanan. Dimana aku? Aku bertanya-tanya. Mas Husein memaksa tubuhnya untuk berdiri dan memelukku dengan erat. Aku terkejut bukan main. “Ya Allah, ada apa? Mengapa dia memelukku?” batinku. Aku meraba pipiku. Sakit, sangat sakit. Rasa sakit ini menjadi satu. “Jangan pegang pipinya. Pasti sakit, maafkan Mas yah.”Aku menatap wajah tampannya itu. Dia terus memandangiku. Aku jadi tidak enak seperti ini. Jarak kami sangat dekat. Di ruangan ini, hanya ada aku dan Mas Husein. “Tadi aku pingsan?” tanyaku. Dia menganggukan kepala. “Tadi Nisa mau melukai kamu. Beruntung Mas segera datang. Mas takut banget dia mencelakaimu, Asma.”Aku ingin, sebelum pingsan aku mendorong tubuh Nisa sambil berteriak. Samar-samar bayangan Mas Hus
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 15

“Maaf yah mas,” ucapku mengakhiri pembicaraan kami. Tidak ada balasan. Dia terdiam seribu bahasa. Pukul empat subuh, aku terbangun. Aku segera sholat subuh dua rakat. Setelah itu, aku mencarinya. Sejak tadi saat bangun, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku membuka pintu kamar. Rupanya dia ada di bawah sedang duduk di meja makan. Sepertinya Mas Husein sedang merenung. Ku pikir, dia akan pergi lagi.Aku berjalan menuju dapur. Mertuaku sedang membantu Bibi Sari memaksa. Dia tersenyum menyambut kehadiranku. “Asma, sini!” ucapnya. Dia memberikanku satu sendok nasi goreng. “Coba periksa rasanya, gimana?” tanya mertuaku bersemangat. Aku menikmati nasi goreng yang sedang dimasakanya. Enak, sangat enak. “Ini nasi goreng buatan ibu, ada bumbu rahasiannya. Husein suka, nanti ibu kasih resepnya,” ucap ibu. Aku tersenyum. “Makasih bu,” jawabku. Aku bisa merasakan kasih sayang yang tulus dari ibu Wati. Dia begitu peduli kepadaku. Dia begitu sayang kepadaku. Beruntung aku memiliki
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 16

Pagi harinya, aku merasakan jika tadi malam ada seseorang yang memelukku. Apa ini mimpi buruk saja? Mana mungkin ada yang memelukku. Apalagi Mas Husein, mustahil!Aku menyibakan selimut menjauh dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. “Asma!”“Apa yang kau lakukan? Saya sedang mandi!” teriak suara itu. Aku spontan membuka mataku. “AH!” “Tidak, apa itu?”“Burung!”“Burung!”Aku berteriak saat melihat Mas Husein tanpa benang sehelai pun. Aku melihatnya, aku melihat benda itu. Ya Allah, mataku ternodai. Seumur hidup, aku belum pernah melihatnya. Aku spontan menutup mata dan berlari menjauh. Aku terus berteriak histeris. “Makanya, kalo mau ke kamar mandi tuh, ketuk pintu!” protesnya.Di pojok kamar, aku perlahan membuka mataku. Aku menatap Mas Husein yang sudah berdiri di depan. Dia berkacak pingang. Pipinya memerah seperti kepiting rebut. Dia memakai boxser. Tapi sama saja, bentuk itu masih menonjol dan terlihat jelas. “Ya Allah, mataku ternodai, Mas!” runtutku. Mas Husein mem
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 17

Aku mengirimkan makan siang untuk Mas Husein. Aku tahu dia tidak bisa telat makan. Telat satu jam saja, asam lambungnya bakalan kambuh. Cerita Bibi Sari masih terngiang-ngian di kepalaku. Kasihan sekali Mbak Maya. Selain karena dia dituntut untuk memberikan keturunan, dia juga harus merasakan rasa sakit yang dalam karena kecelakaan ini. Pantas saja Mas Husein begitu mencintainya. Dibandingkan aku, pengorbanan Mbak Maya sangat besar. Aku hanya duri yang datang di tengah-tengah mereka. Menghancurkan suasana romantis yang dibangun sejak dulu. Ya Allah, perasaan bersalah menyelimutiku sekarang. Dring!Ibu meneleponku. Alhamdulillah, ku pikir dia sudah melupakanku. Aku mengangkat panggilannya. “Asma, kamu nggak apa-apa kan? Ibu khawatir loh, ibu baru buka media sosial. Lihat wajahmu babak belur, ibu langsung gemeter,” serunya.Aku memutar bola mataku malas. Beruntung dia masih mengingatku. Apa ibu tidak tahu, aku menderita di sini sedangkan ibu sedang asik berpergian keluar negeri.
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 18

Aku berangkat ke rumah sakit bersama Bibi Sari. Sesampai di sana, aku melihat ibu Wati dengan beberapa sanak saudara dari Maya berkumpul di ruang ICU. Hanya ada dua orang yang bisa masuk ke dalam ruangan.Dari jauh, aku melihat Mas Husein duduk di samping Mbak Maya. Sesekali dia mengusap wajahnya. Sepertinya Mas Husein menangis. “Asma, kamu di sini juga?”Suara ibu Wati mengagetkanku. Aku spontan menatapnya. “Kata Bibi Sari, Asma harus ke rumah sakit. Alhamdulillah yah Bu, Mbak Maya sudah sadar,” seruku. Ibu Wati memelukku dari samping. Dia lalu menatap wajahku lebih dekat. “Ayo ikut dengan ibu,” pintanya. Aku mengikutinya. Kami menuju taman rumah sakit. Di sana, aku dan ibu Wati duduk di kursi panjang. Aku dan dirinya terdiam beberapa saat.“Saat Maya dan Husein bersama, ibu harap kamu tidak melihatnya. Ibu tahu ini berat, Asma. Apalagi menjadi istri kedua. Tapi, ibu juga nggak bisa kalo kamu nggak sama Husein.”“Kenapa bu?” tanyaku. Aku penasaran. Ibu menarik napas dalam-dala
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 19

Lima hari sudah Mas Husein tidak kembali ke rumah. Aku mengerti jika Mbak Maya butuh perhatian Mas Husein. Aku melirik ponselku sejenak. Pesan yang aku kirim lima hari lalu sama sekali belum dibalas. Apa dia tidak pernah peduli kepadaku?“Mbak Asma, Mas Husein ada di bawah. Lagi nunggu, Mbak!” ucap Bibi Sari dari luar. Aku bergegas membuka pintu. “Benaran Bi?” tanyaku tidak percaya. “Iya Mbak, cepat katanya.”Aku berjalan menuju ruang tamu. Benar juga, lelaki itu ada di sana. Dia menatapku. “Hari ini kita pergi belanja.”“Belanja pakaian?” seruku tidak percaya. Aku melebarkan mataku memandanginya. Mas Husein mengerutkan keningnya menatapku. “Kamu nggak mau yah?” tanyanya. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Wajah Mas Husein tampak kelelahan. Lingkaran hitam terlihat di bawah matanya. Mungkin selama di rumah sakit, Mas Husein jarang tidur. “Iya, aku mau, Mas,” seruku. Aku bergegas berganti pakaian. Selang satu jam kemudian, aku berjalan menghampiri Mas Husein yang sedang menung
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 20

Setelah bertemu dengan Mbak Maya, aku segera pulang. Mas Husein memilih menetap di rumah sakit. Katanya dia akan pulang nanti untuk makan malam. Sebelum keluar dari ruangan, Mas Husein dengan cepat mengeluarkan satu cincin berlian dan satu gelang berlian dari saku. Berlian itu akan diberikan kepada Mbak Maya. Jadi perhiasan kami kembar. Aku diantar oleh Pak Soni kembali ke rumah. “Insyallah, Mbak Maya akan sembuh. Mbak Asna nggak cemburu yah?” ucap Pak Soni. Dia menatapku dari balik kaca spion. “Nggak Pak, buat apa?" tanyaku“Susah loh Mbak jadi istri kedua. Ya, harus tahan banting,” kekehnya. Aku tidak tertawa. Ini bukan lelucon. Mobil kemudian berjalan keluar dari area rumah sakit. “Saya baru bekerja di sini Mbak. Tapi saya sering dengar dari Sari kalo Mas Husein dan Mbak Maya sangat romantis. Saya juga pernah lihat ceritanya di media sosial. Ah, mereka benar-benar pasangan ideal. Sayang saja saat ini Mas Husein dan Mbak Maya dapat ujian,” ucap Pak Soni mulai bercerita. “Maksu
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status