Home / Romansa / Bukan Aku yang Diinginkan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Bukan Aku yang Diinginkan: Chapter 21 - Chapter 30

38 Chapters

Bab 21

Setelah sarapan, aku menemui Mas Husein di kamar. Aku bertanya, apakah dia marah kepadaku? Karena sejak tadi, wajahnya sangat dingin. Aku takut melakukan kesalahan dan membuat hatinya terluka. Mas Husein mengatakan jika dia sedang pusing. Beberapa klien membatalkan kerja samanya karena gossip yang menyebar. Maka dari itu Mas Husein sedikit sensitive. “Kita berangkat ke rumah sakit,” ucapnya. “Sekarang?” tanyaku. “Iya Asma, memangnya kapan lagi?” serunya ketus. “Saya mau kamu menemani Maya sebentar. Saya pulang jam empat sore, jadi kasihan kalo Maya sendiri. Kamu paham kan, Asma?” Mas Husein lalu mengambil jacket dan berjalan keluar dari dalam kamar. Dia meninggalkanku seperti biasa. Aku buruh-buruh berganti pakaian dan mengejarnya menuju parkiran. Di dalam mobil, kami saling terdiam. Sesampai di rumah sakit, dia turun dari mobil dan berjalan menuju loby. Aku spontan turun dan sedikit berlari karena Mas Husein melangkah dengan cepat. “Mbak Asma yah?” Seorang suster menghampi
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 22

“Asma, kamu nggak apa-apa kan? Kok kayak gelisah begitu sih?”“Mas dari tadi perhatikan kamu loh,” sahut Mas Aldo. Dia menatapku dengan ekspresi bingung. Aku spontan menggelengkan kepala. “Nggak apa-apa Mas, Asma baik-baik aja,” jawabku. Mungkin ini hanya firasatku saja. Mana mungkin ada yang mengambil gambarku. Bodoh! Mengapa aku jadi paranoid seperti ini?Setelah makan, Mas Aldo mengajakku ke taman. Di sana, dia membiarkanku sendiri.Saat Mas Aldo pergi, entah mengapa perlahan air mataku perlahan terjatuh. Aku menangis di taman itu. Aku berteriak sekeras mungkin. Ya Allah, mengapa hidupku seperti ini?Puas menangis, Mas Aldo menjemputku dan membawahku kembali ke dalam mobil. Aku tersenyum saat Mas Aldo membukankan pintu. “Makasih yah Mas. Pasti mas tahu yah kalo aku lagi stress,” kekehku. Aku masuk ke dalam mobil dan duduk dengan perasaan yang tenang. “Saya tahu kamu Asma. Kita sudah kenal lama. Apa sih yang nggak saya tahu dari kamu,” seru Mas Aldo. Mas Aldo mengantarku pula
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 23

Aku menatap Mas Husein yang sedang berdiri di depan cermin. Berkali-kali dia menghela napas panjang. Saat Mas Husein melirik ke belakang, aku spontan menarik selimut dan menutupi wajahku. Aku tidak ingin dia melihatku, malu. Aku membayangkan apa yang terjadi tadi malam. Dia melakukannya? Apa dia sadar telah melakukannya denganku? Jika tidak salah, aku mendengarkan Mas Husein terus menyebut namaku. Ciuman itu masih membekas di bibir. “Asma, kamu sudah bangun?”Aku spontan menyibakan selimutku. Dengan pelan, aku mengambil bajuku dan segera berjalan menuju kamar mandi. “Aku mau mandi, sudah pukul tiga subuh Mas. Kita mau sholat kan?” tanyaku. Mas Husein sepertinya baru saja selesai mandi. “Iya, cepatlah,” ucapnya. Aku membersihkan tubuhku. Di dalam kamar mandi, aku merenung sejenak. Apa dia mencintaiku? Apa dia serius ingin mencintaiku? Banyak pertanyaan yang ada di dalam benakku saat ini. Setelah mandi, aku segera berganti pakaian. Mengambil mukena dan bersiap untuk sholat sunnah
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 24

Aku menemui Hana di kedai ice cream. Hana segera menarik tanganku masuk ke dalam ruangan privat. Sebuah ruangan khusus yang berada di kedai itu. Ruangan khusus ini biasanya digunakan beberapa mahasiswa yang ingin interview dan membutuhkan suasana yang sepi. “Kamu tahu dari mana, Han?” tanyaku dengan cepat. Hana mengeluarkan ponselnya. Dia menunjukan sebuah gambar dimana seorang lelaki berada di kursi roda. Gambar itu terlihat dari belakang. Jadi, lelaki itu tidak menunjukan wajahnya. “Ini Galih, Mas Aldo yang katakan kepadaku kalo ini Galih. Kasihan yah, jadi lumpu,” ucap Hana. Aku mengambil ponsel itu dan melihatnya secara dekat. Dari bentu bahu dan juga tangan, ya lelaki ini terlihat sangat mirip dengan Galih. Jika Galih kecelakaan dan lumpuh di Spanyol, mengapa dia tidak memberitahukan kepadaku? Mengapa dia tidak berbicara kepadaku?Aku duduk di sofa sambil menghela napas kasar di udara. “Mungkin karena itu, Asma. Galih nggak mau jujur sama kamu. Dia takut kamu marah atau ta
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 25

Setiap hari selama Mbak Maya ada di rumah, aku menemaninya jalan-jalan di sekitar kompleks. Tidak sedikit dari tetangga kami yang bertanya-tanya tentangku. Mereka terkejut saat mengetahui bahwa Mas Husein menikah lagi. Begitu lah kehidupan. Mereka hanya bisa mencibir tanpa tahu apa yang terjadi dibelakang sana. “Asma, sabar yah,” ucap Mbak Maya. Aku menatap Mbak Maya saat beberapa ibu-ibu mencibirku. “Iya Mbak, sudah biasa,” jawabku. Aku menyeka air mataku dengan cepat. Aku tidak ingin dia melihatku menangis. Selama satu minggu berada di rumah, Mbak Maya sudah bisa mengerakan tangannya. Suara Mbak Maya juga sudah terdengar keras. Aku bersyukur karena dia perlahan pulih dengan baik. Ibu menghubungiku pagi ini. Dia terkejut mendengarkan kabar jika Mbak Maya sudah sehat kembali. Aku berjalan ke taman belakang untuk menerima telepon ibu. Aku tidak ingin Mbak Maya mendengarkannya. “Serius, Asma. Istri Husein tidak jadi meninggal?” tanya ibu. Dia sangat terkejut. “Iya Bu, memang ibu
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 26

“Cinta yang tumbuh karena iman, akan menetap dalam kesetiaan yang indah.”Aku membuka mataku dan menyadari jika Mas Husein memelukku sejak tadi. Tangannya melingkar di pingangku dan sepertinya, dia tidak sadar itu. Apa Mas Husein menganggap aku adalah Maya?Aku menyingkirkan tangannya dan berjalan menuju kamar mandi. Sudah pukul tiga subuh, seharusnya dia sudah bangun. Biasanya, Mas Husein akan bangun pukul tiga subuh. Setelah dari kamar mandi, aku berjalan ke sisinya. Menyentuh jemari Mas Husein. “Mas, bangun!” bisikku. Tidak ada suara. “Mas, bangun. Sholat yuk!” ajakku. Perlahan bola matanya terbuka, Mas Husein bergegas berjalan keluar dari dalam kamar. Aku terperanjak kaget. Apa dia tidak ingin di sini bersamaku? Aku bertanya-tanya. Namun, aku tidak punya energi untuk bertanya kepadanya. Aku kemudian sholat sendiri di dalam kamar. Setelah sholat, aku mencoba merenung sejenak. Bagaimana nasibku nanti? Apa aku bisa bertahan dalam pernikahan ini? Seharusnya aku pergi mulai sekar
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 27

Aku ketakutan setengah mati saat melihat Mbak Maya sesak napas. Mbak Maya lalu dibawah masuk ke dalam kamar.Bibi Sari dan Nisa segera menghubungi Mas Husein. Mas Husein datang bersama dokter keluarga. Aku mengurung diri di dalam kamar dan tidak berani keluar. “Asma!”“Asma!”Suara teriakan Mas Husein terdengar. Tanganku dingin, jantungku berdetak lebih cepat saat mendengarkannya. Dia pasti marah sekarangIni jebakan Nisa, bukan salahku. Bagaimana aku menjelaskan kepada Mas Husein. “Asma!”“Asma!” teriaknya lagi. Aku berjalan menuju pintu. Dengan pelan, aku membuka pintu kamar dan melihat Mas Husein berdiri di sana. Dia menatapku dengan tatapan penuh amarah. Deru napasnya memburuh. “Kamu tahu kan kalo Maya nggak bisa minum cokelat. Kenapa kamu memberikan dia cokelat?” protesnya. Aku menunduk ke bawah. Aku hanya bisa menangis. Bingung harus menjawab apa. “Asma, dengarkan Mas! Jawab!” bentaknya. Tangisanku semakin kencang. Seumur hidupku, aku tidak pernah dibentak. Melihat orang
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 28

Maya POVNamaku Maya Anjani. Aku hidup bahagia bersama Mas Husein Sandewa. Orang-orang memuji pernikahan kami. Mereka mengatakan jika aku dan Mas Husein adalah pasangan ideal. Aku memiliki bisnis pakaian. Aku juga sering kali menerima endorsement pakaian gamis dari brand ternama. Semua orang memuji kecantikanku. Hingga kemalangan menimpaku. Aku tidak tahu jika mobil yang aku gunakan ke Bandung mengalami masalah. Aku menabrak pembatas jalan dan kehilangan kesadaran mulai saat itu. Orang-orang menganggapku telah tiada. Namun hanya satu orang yang selalu percaya jika aku akan hidup. Ya, itu suamiku, Husein Sandewa. Dia adalah pemilik perusahaan property. Mas Husein sangat mencintaiku. Dia berjanji akan selalu berada di sisiku. Sehari sebelum kejadian, aku bertemu dengan ibu Wati. Dia mengatakan jika Mas Husein harus memiliki keturunan. Aku kalud saat dia mengatakan itu. Hari itu juga, aku dan Nisa bertemu. Aku curhat kepadanya dan mengatakan jika ibu mertuaku terlihat tidak suka den
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 29

Maya Pov“Mengapa ibu menutupinya?” tanyaku. Ibu menangis di hadapanku. Baru kali ini aku melihat ibu menangis. Seumur hidupku, ibu tidak pernah menunjukan kesedihannya di depan putri-putrinya. Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi?Aku merasa jika ibu menutupi banyak hal dariku. “Dia … dia menyukai Mas Husein, Maya.”Suara ibu bergetar. Bagaikan tersambar petir, ini mimpi buruk bagiku. Tidak, tidak mungkin Nisa suka Mas Husein. Ini gila!Aku mengenal Nisa dengan baik. Dia adalah adikku. Aku sangat menyanyangi Nisa. Mas Husein juga sama. Dia menganggap Nisa seperti adik kandungnya sendiri. Ibu terisak di hadapanku. Sesekali dia menyeka air matanya dan menatapku. “Jangan … jangan marah sama Nisa yah. Nggak mungkin dia cinta dengan masnya, Nduk. Ibu yakin!”Aku memundurkan kursi rodaku saat ibu ingin menyentuh pipiku. Rasanya ada kekecewaan di dalam hati. Namun, aku begitu sulit untuk mengungkapkannya. Aku mendorong kursi rodaku di depan cermin. Aku duduk di depan cermin dan menata
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

Bab 30

Asma POVHana menemaniku di Bogor selama dua minggu. Aku bahagia di sini. Aku tidak pulang ke rumah Mas Husein. Entahlah, aku sedang memikirkan rencana perceraian kami. “Apa nggak sebaiknya bertemu Mas Husein yah, biar hubungan kalian jelas. Kalo seperti ini kan, nggak baik,” ucap Hana tiba-tiba. “Maksudnya gimana, Han? Kamu suruh aku balik lagi ke rumah itu?” tanyaku. Hana menunjukan ponselnya kepadaku. “Tadi aku baca berita kalo Mbak Maya kambuh lagi. Dia dilarikan ke rumah sakit pukul dua malam. Entahlah, katanya dia punya asam lambung yang cukup parah,” jelas Hana. “Iya, dia punya riwayat asam lambung yang cukup parah, kasihan juga sih,” sahutku. Aku memasukan beberapa barang ke koper. Rencananya, Mas Aldo akan menjemput kami di Bogor dan akan mengajak aku dan Hana jalan-jalan ke Jogja. Hana menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Wajahnya tampak sedih. Dari tadi dia terlihat gelisah. “Jujur Asma, aku kasihan sama Mbak Maya. Suaminya menikah lagi saat dia sakit, p
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status