Home / Young Adult / Ratu Indigo VS Bad Boy / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Ratu Indigo VS Bad Boy: Chapter 201 - Chapter 210

249 Chapters

Bab 201. Langkah Rahasia

“Ikutin, Pak.” Amira menunjuk arah taksi Leon pergi. Mereka mengikuti dalam jarak aman. Karena mobil pribadi Alex yang digunakan, harusnya Leon tidak curiga. “Ini kita mau ke mana, ya?” Amira mulai merasa tidak nyaman saat mereka menjauh dari pusat kota. Amira yakin jika Leon tidak pulang. Jelas dia melihat kartu akses apartemen milik Leon, dan mereka sudah melewati apartemen itu sejak tadi. “Tenang, Nona Amira. Ini masih siang,” sahut Alex, pelan. Matahari sudah lama tenggelam, tapi Amira mengerti maksud Alex. Jam sembilan malam, bagi para petualang, belumlah larut. Bzzttt. Amira melirik handphone miliknya sesaat. Handphone mini Amira menyala.Panggilan masuk dari Cinta. “Halo?”“Lo di mana?” Raga langsung bertanya tanpa basa-basi.“Masih di jalan,” jawab Amira. Sudut matanya mengawasi taksi yang mereka ikuti. Taksi itu tidak ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat. “Nanti gue kabarin lagi,” ucap Amira. Dia berniat memutuskan panggilan, tapi Raga berteriak dari sebe
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 202. Pelan-Pelan

“Pulang sekarang,” ucap Raga dari panggilan telepon yang masih terhubung.Baru saja, Amira meminta Alex kembali mengikuti Leon. Dia ingin tahu, apa Leon pergi ke tempat lain lagi atau tidak. Namun, Raga melarangnya. “Kenapa?” Tanya Amira tak rela. “Seenggaknya kita harus ikutin Pak Leon, atau orang yang tadi katanya Pak William itu!”Amira bersikap keras kepala. Dia hanya tidak mau perjalanannya yang sejauh ini sia-sia. Mereka cuma berhasil mengambil foto. Tanpa tahu pembicaraan keduanya. “Bahaya, Amira!” Raga memberi peringatan dengan suara keras. Kali ini, dia bahkan berteriak memanggil Alex. “Antar Amira pulang sekarang!” Titah dari Raga tak mungkin dibantah oleh Alex. Pengawal itu gegas memutar arah. Mereka tak lagi mengejar. Alex akan mengantar Amira pulang. “Kenapa, sih?!” Amira berteriak kesal. “Padahal bisa aja kita dapat petunjuk penting!” Jari Amira menekan tombol untuk memutuskan panggilan. Dia mengabaikan Raga setelahnya. *** “Amira! Buka pintunya!” Ketukan pintu
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 203. Satu Take Sempurna

“Sebelah sini, Amira.” Michelle mengantar Amira ke dalam ruang rias yang sudah disiapkan. Amira menyipitkan mata. Dia tidak menyangka persiapannya akan serius begini. “Gue tunggu di luar, ya!” Michelle pamit pergi, membuat Amira tak bisa bertanya lebih banyak. Penata rias itu pun menuntunnya duduk, lalu mulai mengeluarkan berbagai macam alat rias dari dalam tasnya. “Sebanyak itu?” Amira memandang takut. Dia tidak siap. “Tolong jangan terlalu tebal,” pinta Amira. Amira tidak pernah memakai riasan berlebihan sebelumnya. Selama ini dia hanya memakai sunscreen dan lipbalm. Penata rias itu terkekeh kecil. “Tenang saja. Aku akan merias sesuai umurmu. Tidak akan tebal karena aku juga suka aliran natural.” Amira mengangguk meski tak yakin. Dua puluh menit Amira lalui tanpa berani melihat cermin. Dia hanya diam, menunduk sambil berharap wajahnya tidak akan membuat malu Laveire saat tampil di depan kamera nanti. “Selesai!” Penata rias itu mengangguk puas. Dia mendorong Amira ke pint
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 204. Taruhan Kepercayaan

"Jadi itu yang kita lihat kemarin," ucap Amira pada Raga.Sekolah sudah selesai sejak tadi. Mereka sedang duduk di kantin, sementara Alex berdiri tak jauh dari mereka. Pengawal pribadi itu bisa masuk ke Laveire karena jam pelajaran telah berakhir."Mereka bisa aja cuma makan," sahut Raga, menanggapi dengan tenang.Satu foto di restoran tidak cukup untuk membuktikan segalanya."Makanya kemarin gue mau kejar, malah lo bilang enggak boleh!" gerutu Amira.Dia mengambil gelas minuman di depannya, lalu meneguk habis isinya untuk meredam kekesalan."Lo suruh gue percaya sama lo, tapi nyatanya lo sendiri yang enggak percaya sama gue!" suara Amira meninggi."Masalah ini enggak bakal kelar kalau kita gerak lambat kayak siput begini!"Raga hanya diam, menerima semua amukan Amira."Gue kayak gini karena gue takut," lirih Amira, nadanya melemah tiba-tiba.Amira menatap Raga lama sebelum akhirnya menghela napas berat. Wajahnya menunduk, tampak frustrasi."Gue… gue kadang enggak bisa ngelihat masa d
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 205. Bukti yang Tak Terbantahkan

Raga menegang di tempat. Tatapannya langsung teralih pada Amira, seolah ingin memastikan bahwa dia tidak salah dengar."Tumor?" suaranya pelan, tapi terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu.Jantung Raga berdebar keras. Ia segera menatap Heri. "Kakek harus istirahat cukup. Kita bisa tunda dulu proyek terbaru perusahaan!""Itu tidak perlu," jawab Heri cepat. "Aku masih bisa mengatur semuanya.""Kakek! Ini bukan masalah sepele!" Raga mendesak.Sementara itu, Amira diam di tempatnya, merasa sedikit bersalah karena telah mengatakan ini di depan Raga. Namun, jika dia tidak mengatakannya, Heri tidak akan percaya pada kemampuannya.Tiba-tiba, suara notifikasi berbunyi dari handphone Heri.Heri melirik ponselnya, lalu membuka pesan yang baru masuk. Matanya sedikit menyipit saat membacanya.Dokter: Hasil pemeriksaan kesehatan Bapak sudah keluar. Heri membeku di tempat.Amira tetap diam, membiarkan pria itu memproses semuanya sendiri.Heri menutup ponselnya, lalu mendongak menatap Amira. "Bai
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 206. Peringatan

Keheningan menyelimuti saat Amira membuka kedua matanya. Amira mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang asing—bukan ruang tamu keluarga Wijaya, bukan pula kamarnya sendiri.Amira mendapati dirinya berada di sebuah rumah tua yang penuh dengan kenangan. Dinding kusam dengan beberapa bagian cat yang mengelupas, juga lantai berdebu. Ini ... rumah lamanya.Amira berdiri di tengah ruangan, jantungnya berdebar kencang. Dia mengenali tempat ini, tapi yang lebih mengejutkan adalah sosok yang duduk di kursi reyot dekat jendela.“Nenek ....” Amira berbisik.Ida mengangkat wajahnya. Wanita tua itu memakai pakaian sederhana yang sudah lusuh, persis seperti terakhir kali Amira mengingatnya. Tidak ada senyum di wajah Ida, hanya tatapan tajam yang penuh arti.“Kamu sudah membuat keputusan besar, Amira,” ujar Ida pelan. “Kenapa kamu memberitahu begitu banyak orang tentang kelebihanmu?”Amira menggigit bibirnya, lalu menjawab dalam suara lirih. “Karena aku ingin membantu mereka, Nek.”Ida menghe
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 207. Pengendalian

"Kondisi pasien turun drastis," ucap dokter setelah memeriksa Amira. "Kemungkinan besar karena stres dan kurang istirahat."Amira hanya mengangguk. Dokter bisa menyimpulkan apa saja, tapi dia tahu penyebab sebenarnya. Ini bukan sekadar kelelahan biasa—ini akibat dari apa yang dia lihat dalam mimpinya.Kelebihannya memang semakin kuat. Dia bisa melihat lebih jauh ke depan, tapi ada harga yang harus dibayar."Pasien sebaiknya istirahat beberapa hari ke depan. Kami akan mengecek kondisinya secara berkala."Setelah dokter pergi, teman-temannya langsung menghampiri."Lo istirahat aja. Jangan mikirin apa pun," kata Febby, wajahnya penuh kekhawatiran."Iya, fokus sembuh dulu," sambung Evan. Michelle mengangguk setuju.Amira tersenyum tipis. "Makasih, gue nggak apa-apa."Dia membiarkan mereka menemaninya sampai sore, sebelum satu per satu pamit pulang. Tersisa hanya Raga yang masih duduk di sampingnya."Makan dulu." Raga menyodorkan sendok berisi sup hangat ke arah Amira.Amira terdiam sejena
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Bab 208. Pacar Galak

“Lo udah makan belum?” Raga mengecek suhu tubuh Amira. Normal. Amira menggeleng di atas ranjang di ruang kesehatan Laveire. Dia memang belum makan. Perutnya masih terasa tidak enak sejak kemarin, jadi pagi ini hanya segelas teh hangat yang bisa masuk. “Gue beliin makanan. Habis itu minum obatnya.”Amira tertegun mendapati Raga yang mengeluarkan bungkus obat dari saku. Hatinya mencelos sesaat. Pasti pagi tadi Raga datang ke rumah sakit dan mendapati dirinya tidak ada di sana. Tidak terbayang bagaimana murkanya Raga.“Tunggu di sini. Jangan pergi ke mana-mana!” Raga memberikan peringatan sambil menunjuk. “Kalau lo kabur lagi, gue iket lo di kamar gue!”Seketika Amira mendelik. Ancaman Raga sukses membuat Amira meringis. Raga pun berlari keluar. Dia kembali tak lama kemudian dengan sekotak makanan di tangannya. “Duduk. Makan dulu.” Amira menurut. Dia tidak banyak membantah karena kepalanya terasa berat. Mencari masalah dengan Raga adalah hal terakhir yang terpikirkan oleh Amira. T
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

Bab 209. Grey Rebels

"Amira!" Michelle melambai di kursinya. "Gimana, udah sembuh?"Amira balas melambai. Dia duduk di dalam kelas, tepat di depan Michelle. "Udah lumayan,” jawabnya. Michelle melihat ke kanan kiri sebelum lanjut bicara. Dia seperti takut ucapannya akan terdengar orang lain. “Kenapa?” Tanya Amira. Dia melihat tidak ada siapa-siapa di dekat mereka–cuma Amira, Michelle, dan Evan. “"Kemarin kita mau jagain lo di UKS, tapi Raga ngusir kita,” keluh Michelle. Evan ikut menanggapi. “Bener! Katanya nanti kita ganggu tidur lo. Padahal kita bersuara aja enggak.” Amira menghela. Pasti Raga uring-uringan dan memaki semua orang. “Sorry. Gue kabur dari rumah sakit kemaren,” sahut Amira.Evan langsung melengos. “Pantes!”Tidak heran Raga seperti singa lapar. Jangankan diajak bicara, didekati saja memaki.Evan dan Michelle baru mau bicara lagi ketika bayangan Raga muncul. Cowok itu masuk ke kelas dan duduk di
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

Bab 210. Laveire yang Baru

Suasana kelas dipenuhi dengusan napas lega dan keluhan kelelahan. Ujian semester baru saja berakhir, dan hampir semua siswa di Laveire terlihat kehabisan energi.Tak terkecuali keempat siswa di kelas XI. Amira, Raga, Evan, dan Michelle harus menikmati manisnya soal ujian tepat setelah proses pengambilan gambar selesai. “Gue harus lebih banyak belajar,” gumam Amira seraya meletakkan kepalanya di atas meja. Pelipisnya berdenyut nyeri. Evan yang duduk di belakangnya ikut mengangkat tangan, menyerah. “Setuju! Siapa sih yang bikin soal setega itu?”Michelle mengeluh sambil menatap kedua tangannya. “Gue bahkan enggak yakin tadi gue isi apa. Kayaknya tangan gue gerak sendiri.”Di sebelah Amira, Raga hanya duduk santai, meletakkan kedua tangannya di belakang kepala. “Lebay banget. Gue cuma butuh waktu lima belas menit,” katanya enteng.Amira menoleh tajam. “Beneran? Lo mikir enggak, sih?!” Tangannya merebut kertas soal dari R
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
25
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status