Semua Bab Wanita Pengganti Cintanya: Bab 21 - Bab 30

50 Bab

Bab 21 Sepasang Mata yang Tak Asing Lagi

Sudut pandang Nikita:Malam pesta perayaan ulang tahun ke-60 Matthew pun tiba. Saat ini, aku sedang memeriksa penampilanku di depan cermin."Wah, kamu cantik banget, Nikita," puji Marina, asistenku.Dia adalah satu-satunya anggota tim yang aku ajak ke Kota Luminair. Siang tadi, dia datang ke rumah untuk membantuku bersiap-siap menghadiri pesta malam ini.Aku tersenyum dan mengangguk sebagai tanda terima kasih. Setelah Marina pergi, aku kembali memandangi wajahku di cermin. Aku harus memastikan riasanku rapi dan tidak ada rambut bandel yang terlepas dari gelunganku. Malam ini, aku ingin semua orang terkesima melihatku.Sebagian besar tamu di pesta Matthew pastilah orang-orang yang aku kenal saat masih menikah dengan Noah. Beberapa dari mereka mungkin juga menyaksikan penghinaan yang kualami saat aku diusir dari Perusahaan Adhitama lima tahun lalu. Aku harus tampil sebaik mungkin. Aku tidak ingin orang-orang melihat sosok Nikita yang dahulu."Aku bukan Nikita Adhitama. Aku Nikita Feri. A
Baca selengkapnya

Bab 22 Banyak Akal

Sudut pandang Nikita:Begitu merasakan tatapan Noah, aku menggenggam lengan kakakku lebih erat. "Dia di sini," bisikku ke telinga Markus."Kamu tenang saja. Aku nggak ke mana-mana," balasnya dengan suara yang teduh.Saat aku melihat ke arah Noah tadinya berada, dia sudah tidak ada. Aku pun menghela napas lega.Kami mulai berjalan lagi. Aku tetap berpegangan pada lengan Markus, sementara dia menepuk-nepuk tanganku dengan lembut untuk menenangkanku."Jangan jalan sambil menunduk," ujar Markus mengingatkanku pada latihan yang kujalani selama bertahun-tahun agar layak menjadi seorang CEO Hotel Jati.Ketika kami mendekati pintu masuk, aku tak urung merasa terharu. Dahulu, hotel ini sudah seperti rumah kedua bagiku. Hotel ini adalah saksi bisu kerja kerasku bersama Noah selama tiga tahun pernikahan kami. Semua itu kami lakukan demi menjadikan Hotel Adhitama sebagai salah satu waralaba hotel terbaik di dunia.Saat kami masuk, semua mata tertuju pada kami. Ini bukan hal yang mengejutkan. Semua
Baca selengkapnya

Bab 23 Meningkatkan Kewaspadaan

Sudut pandang Nikita:Tubuhku bergetar menahan marah. Jika tadi Markus tidak segera membelaku, entah apa yang akan kulakukan pada Matthew. Bajingan itu pantas ditampar karena secara tidak langsung menyebutku perempuan mata duitan.Matthew memang selalu merendahkanku sambil memuji kebaikan hati Maria dan Dion. Dia bilang, tanpa mereka, aku bukan siapa-siapa.Aku memang berutang budi pada Maria dan Dion, tetapi aku membalas kebaikan itu dengan bekerja keras di hotel mereka. Anak mereka, Noah, memilih pergi untuk kuliah di luar negeri. Dia memberontak dan menolak mengambil alih bisnis keluarga, sementara aku tetap tinggal untuk belajar seluk beluk usaha ini.Setiap hari setelah selesai kelas, aku bekerja sebagai petugas kebersihan hotel. Aku menerima pekerjaan apa pun demi membayar uang kuliah. Sebenarnya, Dion dan Maria bisa saja menanggung biaya pendidikanku. Namun, aku tidak enak hati karena aku sudah terlalu banyak berutang pada mereka.Saat aku lulus, Dion merasa sudah waktunya aku b
Baca selengkapnya

Bab 24 Jangan Main Api kalau Tak Mau Terbakar

Sudut pandang Nikita:"Kayaknya waktu itu sudah bilang kalau aku nggak mau lihat kamu lagi," desis Noah."Kalau begitu, kenapa tadi sore kamu ikut wawancara? Kamu sudah tahu aku bakal ada di sana, 'kan?" balasku tanpa sanggup menahan kata-kata yang meluncur dari bibirku.Aku ingin Noah tahu bahwa aku sudah berubah. Aku bukan lagi Nikita yang bisa dia injak-injak seenaknya."Aku cuma diberi tahu kalau orang yang akan diwawancarai denganku adalah Nikita Feri. Mana aku tahu itu kamu? Aku juga baru tahu kalau ternyata kamu sudah menikah lagi," ujarnya dengan nada membela diri yang membuatku sedikit puas."Nggak kusangka kamu masih memperhatikan kehidupan pribadiku," balasku sarkastis.Bibir Noah mengencang, tanda bahwa dia marah mendengar ejekanku. "Mau apa kamu ke sini? Kenapa kamu kembali?" tanyanya dengan nada curiga dan tatapan menyipit.Aku mendengus mendengar nada bicaranya yang kasar. Pria ini angkuh sekali!"Yang jelas, aku nggak ke sini demi kamu. Kamu sudah mengusirku," geramku.
Baca selengkapnya

Bab 25 Bukan Pelakor

Sudut pandang Nikita:Mendengar perkataan sahabatku, aku terdiam. Aku sendiri bingung bagaimana aku dan Noah bisa sampai berciuman.Hilda menatapku seolah-olah menunggu jawaban, tetapi aku tidak berani menatap balik ke arahnya. Aku hanya bisa diam karena, jujur saja, aku masih terguncang oleh kejadian barusan.Ciuman itu begitu tiba-tiba dan sangat tak terduga. Di satu sisi, aku ingin menyalahkan Noah atas tindakan tidak senonohnya barusan. Aku sangat membenci pria itu. Namun, di sisi lain, mengapa aku membalas ciumannya? Lebih parahnya lagi, mengapa aku menikmatinya?Ini gila! Pria itu sudah bertunangan. Dia mencintai perempuan lain dan hubungan mereka sudah berjalan tiga atau empat tahun.Rasanya, aku ingin membenturkan kepalaku ke cermin untuk menyadarkan diriku sendiri. Aku bukan pelakor. Bella tidak pantas mengalami hal ini.Seandainya Noah tidak berhenti, apakah keintiman tadi akan berakhir dengan ciuman itu? Aku menatap wajahku yang memerah di cermin karena membayangkan skenario
Baca selengkapnya

Bab 26 Penyesalan

Sudut pandang Noah:Ketika Hilda menyeret Nikita pergi, aku hanya bisa memandangnya dengan perasaan kehilangan yang tidak bisa kujelaskan. Aku menggeleng lemah, tidak bisa memahami pikiranku sendiri.Aku sangat membenci perempuan itu. Namun, saat melihat sosoknya yang menjauh, mengapa ada dorongan kuat untuk merengkuhnya?"Aku kira kamu benci dia," komentar Bella yang membuyarkan lamunanku.Saat mendengar nada kecewa dalam suaranya, aku tak urung meringis. "Mau apa kamu ke sini?" tanyaku yang tanpa sadar sudah membentaknya.Bella tersentak melihat sikap agresifku. Diam-diam, aku menyesali tindakanku barusan dan merasa kasihan padanya. Selama kami bersama, aku selalu sabar padanya dan dia juga selalu sabar padaku. Dia bisa memahami masa laluku.Aku menghela napas perlahan. "Maaf," kataku dengan nada lelah.Tanganku bergerak menyisir rambutku. Tadinya, tangan itu terulur untuk menarik Nikita kembali. Aku sangat ingin mengejarnya dan melanjutkan apa yang sudah kami mulai.Bella mungkin me
Baca selengkapnya

Bab 27 Menggali Masa Lalu

Sudut pandang Noah:"Jadi, kecelakaan itu cuma kecelakaan biasa?" gumamku pada diri sendiri, sementara penyesalan membuatku merasa bahwa selama ini aku seperti orang bodoh.Aku membiarkan kebencian menguasai diriku, padahal sebenarnya Nikita tidak bersalah. Yang lebih parah lagi ... aku hanya bisa menggeleng menyesali lima tahunku yang terbuang sia-sia."Nggak juga," sahut Bonar di ujung telepon."Apa maksudmu?" tanyaku yang menangkap maksud lain dalam ucapannya.Seandainya bisa membalikkan waktu, aku mungkin tidak perlu merasakan kehilangan yang begitu hebat sekarang. Selain kehilangan orang tuaku, aku juga sudah kehilangan istriku.Bonar berdeham. Aku bisa merasakan keraguannya dalam keheningan di antara kami."Katakan saja, Bonar. Kamu tahu aku siap mendengarnya," desakku tidak sabar."Ada yang merusak mobilmu. Polisi tidak bisa menemukan tersangka selain istrimu karena dia diduga punya motif," ujarnya. "Kamu bilang dia berselingkuh, jadi polisi mengambil kesimpulan seperti itu."Ak
Baca selengkapnya

Bab 28 Si Kembar Tiga

Sudut pandang Noah:Saat aku menunggu mobil, rasa sesal menderaku dengan bermacam pernyataan yang diawali dengan klausa 'seandainya saja dahulu', 'andai saja waktu itu', dan lain sebagainya. Aku baru bisa sedikit merasa lega ketika Chris turun dan membukakan pintu ketika mobil akhirnya berhenti di depanku."Kita mau ke apartemen, Pak?" tanyanya ketika aku masuk."Nggak. Jalan-jalan saja dulu," jawabku.Mesin mobil dinyalakan dan kami pun meninggalkan hotel. Kami hanya berkeliling kota tanpa tujuan yang jelas. Aku menurunkan jendela dan membiarkan angin malam menerpa wajahku."Aku mau beli rokok," kataku kepada Chris.Sopir segera menghentikan mobil di area parkir minimarket yang buka 24 jam. Aku keluar dan meminta Chris serta sopir untuk tetap di mobil."Aku cuma sebentar," kataku.Aku masuk dan langsung ke konter untuk membeli merek rokok yang biasanya aku isap. Minimarket lumayan ramai sehingga aku harus berdiri mengantre dan menunggu giliran.Sambil menunggu, aku merasakan ada sesua
Baca selengkapnya

Bab 29 Penguntit

Sudut pandang Noah:Aku merasa seperti penguntit saat mobilku mengikuti SUV hitam itu melaju di jalan tol. Di lampu merah berikutnya, mobil itu berbelok ke kiri dan berhenti di depan sebuah rumah besar.Rumah mewah modern yang tampak baru itu berlantai dua dan terlihat megah dari jauh. Lampu di luar memancarkan cahaya kuning lembut yang tampak hangat. Latar hijau pepohonan dan rumput menonjolkan kesederhanaan, kerapian, dan kemewahan yang tidak berlebihan.Melihat rumah itu seperti melihat Nikita sendiri. Dahulu, dia seorang perempuan sederhana yang kecantikannya memancar dari dalam."Dadah, Ayah," teriak anak-anak serempak sambil berlari keluar mobil, menghindari kejaran ayah mereka. Aku menyaksikan kebersamaan itu sambil menahan rasa iri dan sakit di dada."Itu Pak Markus. Saya baru tahu dia punya anak," ujar sopir mengalihkan perhatianku."Dia selebritas terkenal. Mungkin dia ingin melindungi privasi keluarganya," jawab Chris menjelaskan."Ayo pergi," kataku pada sopir setelah mengh
Baca selengkapnya

Bab 30 Mengajukan Proposal

Sudut pandang Noah:"Bagaimana aku bisa sampai rumah?" gumamku. Itulah pertanyaan pertama yang muncul di benakku ketika aku membuka mata dan melihat langit-langit kamar tidurku yang familier.Ponselku tiba-tiba berdering. Meskipun masih merasa pusing, aku menyipitkan mata untuk mencari ponsel. Setelah meraihnya dari meja di samping tempat tidur, aku menekan tombol jawab."Ya?" gumamku dengan suara serak. Setelah peneleponku berbicara, aku mencoba duduk tegak."Chris, siapa yang antar aku pulang?" tanyaku sambil merapikan rambut yang jatuh ke dahiku.Aku benar-benar tidak ingat apa yang terjadi malam sebelumnya. Aku terlalu mabuk."Sopir dan Pak Bonar, Pak. Mereka yang memapah Anda ke kamar," jawabnya.Aku meringis ketika rasa sakit dari belakang kepala menjalar ke pelipis. "Apa kamu bisa belikan obat sakit kepala? Kepalaku rasanya mau pecah," kataku padanya.Chris menyanggupi dan menutup telepon. Beberapa menit kemudian, aku mendengar ketukan di pintu. Thomas, kepala pelayanku, berjala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status