Home / Horor / Kutukan Wasiat Kakek / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Kutukan Wasiat Kakek : Chapter 21 - Chapter 30

42 Chapters

Tak Ada yang Bisa Dipercaya

Keesokan Paginya Langit tampak mendung, tetapi tidak cukup gelap untuk menghalangi sinar matahari yang mencoba menembus awan. Alya terbangun dengan tubuh lelah, semalam hanya tidur beberapa jam. Sejak pertama kali terbangun, pikirannya terus terngiang-ngiang akan kejadian semalam, jus apel yang tiba-tiba berubah bau, dan makhluk-makhluk menjijikkan yang muncul di atasnya. Namun, ia berusaha menenangkan diri. Mungkin itu hanya halusinasi, pikirnya. Toh, dirinya sudah sering kali terjebak dalam bayang-bayang ketakutan yang menipu. Setelah mencuci muka, Alya berjalan keluar dari kamar, menuju ruang makan. Dari sana, ia melihat Nayu sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Alya memilih untuk diam-diam mengamati, hati dan pikirannya berputar. Ia tidak ingin menunjukan kecurigaannya. Jadi, hari ini, ia memilih untuk mengawasi, mengikuti setiap gerak-gerik bibinya. “Bibi, mau dibantuin apa?” tanya Alya setengah berteriak, seraya duduk di meja makan. Nayu menoleh, bibirnya tersenyum leb
Read more

BAB 22

Suara hujan rintik di luar jendela membuat malam terasa semakin sunyi dan dingin. Alya duduk di atas ranjang, menatap layar ponselnya. Kedua orang tuanya masih sibuk mengurus pekerjaan, dan sahabatnya, Narendra, sedang berjaga di rumah sakit. Hanya ada dirinya, Bibi Nayu, dan kelurga Paman Suhadi di rumah besar ini.Alya sering merasa kesepian akhir-akhir ini, meskipun ia tidak pernah menyampaikannya. Kadang, ia merasa kehadiran Paman Suhadi yang jarang berbicara dan lebih suka menyendiri membuat suasana rumah ini semakin hening. Namun, untunglah ada Bibi Nayu yang selalu bersikap hangat dan memperlakukannya seperti anak sendiri."Wajar, istrinya paman juga suka ngurung diri di kamar. Jarang keluar. Keluar-keluar kalau mau makan atau ada tamu yang nyariin saja. Kalau Bibi mungkin karena kangen anaknya, makanya nemenin aku terus. Sejak dulu memang Bibi yang paling dekat denganku dari semua saudara-saudara ibu," gumam gadis cantik itu.Dirinya beranjak ke tempat tidur, membawa perasaan
Read more

BAB 23

Malam itu, suara hujan yang semakin deras di luar terasa memenuhi rumah besar itu, menciptakan suasana ganjil di balik kehangatan yang muncul seiring kepulangan kedua orang tua Alya dari lembur. Saat ibunya melepas sepatu di depan pintu, Alya segera menghampirinya dengan raut wajah tegang."Bu, boleh ikut ke kamarku sebentar?" tanyanya lirih, tapi nadanya mendesak.Tina terdiam sejenak, heran melihat sikap putrinya yang tiba-tiba cemas. Namun, tanpa banyak bicara, ia mengikuti Alya menuju kamar. Begitu pintu kamar tertutup, Alya duduk di tepi ranjang, menggigit bibir sejenak."Ibu, aku mau cerita soal Paman Suhadi," katanya pelan.Tina memandang putrinya dengan sorot serius, mengangguk. "Ada apa, Nak? Kamu kelihatan resah sekali."Alya menghela napas, ragu-ragu. "Beberapa hari ini aku lihat Paman melakukan hal-hal yang aneh. Kemarin dia bawa dupa sama botol-botol kecil ke kamar yang biasanya nggak boleh dibuka itu. Dan tadi pagi, aku lihat dia kayak … melakukan sesuatu di halaman bel
Read more

Chapter 24

Alya menempelkan tubuhnya ke dinding, mencoba mengatur napas yang terengah-engah, tetapi suara langkah kaki yang kian mendekat membuatnya semakin sulit untuk tetap tenang. Suara derit kayu lantai lorong terdengar pelan, setiap langkah seperti menggema di telinganya. Bayangan samar sosok Nayu perlahan muncul di ujung lorong, diterangi cahaya redup dari lampu yang menggantung di langit-langit.Tubuh Alya mulai gemetar. Dalam hati ia terus memohon, berharap bibinya tidak melihat ke arahnya. Tangannya mencengkeram erat tepian dinding, keringat dingin mengalir deras di pelipisnya. Suasana begitu mencekam, seakan-akan waktu berhenti sejenak, hanya suara langkah kaki dan detak jantungnya yang terdengar.Bayangan Nayu semakin jelas. Wanita itu kini hanya beberapa langkah dari tempat Alya bersembunyi. Sorot matanya tajam, seperti sedang mencari sesuatu. Sesekali ia berhenti, celingak-celinguk, seolah mencium ada yang tidak beres. Alya merasa udara di sekitarnya begitu dingin, seperti diseli
Read more

BAB 25

Langit berwarna abu-abu pekat saat Alya kembali memasuki rumah tua itu. Angin dingin merayap masuk melalui celah-celah jendela, menambah kesan suram di dalam rumah. Suara detak jam dinding terdengar begitu nyaring, seolah menghitung waktu yang perlahan menyeretnya ke dalam jurang ketakutan. Langkah kakinya terasa berat saat menaiki anak tangga yang berderit setiap kali diinjak. Jantungnya berdetak keras, seperti genderang perang yang tak kunjung berhenti. Udara di lorong kamar bibinya terasa lebih dingin dari biasanya.Ketika tiba di depan pintu kamar bibi Nayu, ia berhenti. Napasnya terengah-engah, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Pintu kayu itu terlihat begitu menakutkan. Ia menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian.Dengan tangan gemetar, Alya meraih gagang pintu. Perlahan, ia memutarnya, berusaha tidak menimbulkan suara. Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan bayangan samar-samar di dalam kamar yang remang. Hanya cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai,
Read more

BAB 26

Selesai membantu membuat kue, Alya buru-buru kembali ke kamarnya. Ia memastikan pintu terkunci rapat sebelum menarik buku itu dari balik bantal. "Duh, aku harus cepat keluar dari sini," gumamnya dengan napas terburu. "Aku harus cepet-cepet ketemu Naren, kayaknya cuma dia yang bisa bantu." Ia memasukkan buku itu ke dalam tas kecil yang ia bawa, lalu mengenakan jaket. Namun, sebelum ia sempat keluar, suara ketukan di pintu membuatnya terdiam. Alya segera membukanya, sekejap kemudian manik beningnya membola lebar mendapati bibi Nayu berdiri di hadapannya. "Alya, kamu mau ke mana?" suara Nayu terdengar lagi, kali ini lebih dingin. Alya memandang tasnya, lalu pintu di depannya. "Mau ke luar sebentar, Bi. Aku ada urusan," jawabnya, lirih. Keheningan terjadi beberapa detik, kesempatan itu dimanfaatkan Alya untuk langsung melenggang pergi dari hadapan Bibinya. Mengira sudah tak ada lagi yang ingin dibicarakan wanita paruh baya itu. Alya berlari menuju garasi dengan napas memburu. Hat
Read more

27 || Dibersihkan

Alya menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu kamar bibinya. Suara engsel pintu berdecit, membuatnya merinding. Ia melangkah perlahan ke arah lemari kayu di pojok kamar. Kakinya gemetar, tetapi ia memaksa dirinya untuk tetap tenang. Buku kuno itu terasa berat di tangannya.Dengan hati-hati, ia membuka pintu lemari. Bau kayu tua bercampur aroma dupa langsung menyeruak. Ia meletakkan buku itu di tempat semula, mengatur posisinya agar tidak tampak pernah dipindahkan. Setelah memastikan semuanya tampak seperti sebelumnya, Alya segera menutup lemari itu.Namun, saat ia berbalik menuju pintu keluar, langkahnya terhenti.Sebuah suara samar terdengar, seperti bisikan, datang dari arah tempat tidur.“Alya .…”Ia membeku. Jantungnya berpacu. “Cuma halusinasiku. Ya, cuma halusinasiku,” ucapnya pelan.Ia mencoba mengabaikan suara itu dan mempercepat langkahnya. Tangannya sudah berada di gagang pintu ketika tiba-tiba pintu it
Read more

28 || Ritual Pembersihan

Alya menatap pintu rumah tua itu dengan ragu. Papan-papan kayunya sudah lapuk, ditumbuhi lumut di beberapa bagian. Di atas pintu, tergantung sebuah hiasan anyaman daun kelapa yang mulai cokelat. Udara sekitar terasa berat, dingin yang menusuk tulang meski tidak ada angin berembus.Tina menggenggam tangan Alya erat, seolah memberikan kekuatan. “Ayo, Nak. Jangan takut,” katanya pelan.Alya menelan ludah, menahan diri agar tidak mundur. “Bu, tempat ini kenapa rasanya seperti ... aneh?” tanyanya ragu.Tina melirik putrinya, wajahnya tegang. “Ini bukan tempat aneh, Nduk. Ini tempat orang pintar yang bisa bantu kita. Sudah, nurut saja. Jangan banyak tanya.”Sebelum Alya bisa membalas, pintu rumah itu tiba-tiba terbuka. Engselnya berderit nyaring, seperti suara seseorang yang menjerit tertahan. Di balik pintu, berdiri seorang pria tua dengan tubuh tegap dan sorot mata tajam. Rambut putihnya tertutup blangkon, dan tubuh ringkih itu dibalut kain batik yang warnanya mulai pudar.“Kalian sudah
Read more

29 || Penagih

Dalam gelap, suara langkah kaki menggema, lambat dan semakin mendekat. Alya merasakan hawa dingin menyentuh lehernya, seperti napas seseorang yang tidak terlihat. "Bu, dia ada di sini," bisik Alya dengan suara hampir tak terdengar. Tina tidak menjawab, hanya memeluk putrinya lebih erat. Namun, dari pelukannya, Alya tahu ibunya juga ketakutan. Tubuh Tina terasa kaku, seperti menahan sesuatu yang sangat berat. "Kalian tidak boleh gentar," kata Mbah Karso dengan suara tegas. "Dia hanya bisa masuk jika kalian mengizinkannya." "Aaargh ...!" Alya memekik hebat, merasakan sesuatu menyentuh bahunya, seperti kuku-kuku panjang yang tajam. Mbah Karso menyalakan lampu minyak dengan cepat. Cahaya kembali menerangi ruangan, tapi hanya sebentar. Sosok itu terlihat melayang di sudut, lebih besar dan lebih menyeramkan dari sebelumnya. "Gadis itu milik kami ...." Suara mahluk itu menggema, berat dan serak seperti bisikan kematian. "Tidak, dia bukan milikmu!" Mbah Karso menghentakkan tongka
Read more

30 || Perjanjian

Alya berusaha mengumpulkan sisa keberanian di tengah gemetar tubuhnya. Mata merah yang menyala itu kini seperti menembus langsung ke jiwanya. Bayangan hitam itu mendekat perlahan, setiap langkahnya membuat lantai kayu berderak seperti direnggut oleh kekuatan yang tidak kasat mata.“Pergi dari sini! Ini bukan tempatmu!” seru Mbah Karso, menghentakkan tongkatnya ke lantai. Getarannya terasa sampai ke telapak kaki, tetapi bayangan itu hanya tertawa pelan, suaranya seperti dengungan ribuan lebah yang menggema di ruangan.Tina semakin erat memeluk Alya, tangannya bergetar hebat. "Mbah, dia makin dekat! Apa yang harus kita lakukan?""Alya!" suara Mbah Karso menggema dengan tegas. "Tatap aku! Jangan lihat dia!"Namun, Alya seperti terpaku. Matanya tak bisa lepas dari sosok itu. Ada daya tarik aneh yang memaksanya untuk terus menatap. Bayangan itu mengulurkan tangan panjang, dengan kuku-kuku hitam melengkung tajam. Jari-jari itu bergerak pelan, seolah-olah ingin meraih Alya."Mbah, aku ... a
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status