Home / Horor / Kutukan Wasiat Kakek / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Kutukan Wasiat Kakek : Chapter 41 - Chapter 50

74 Chapters

Bab 41

Narendra menggenggam erat tangan Alya, menariknya ke sudut gudang yang tampak lebih gelap dari bagian lainnya. Mereka berdua berjongkok, mencoba menahan napas di tengah suasana yang terasa begitu mencekam.“Ya Tuhan, Naren ... apa yang barusan kita lihat itu?” bisik Alya dengan suara yang nyaris tak terdengar, matanya masih menatap ke arah sosok yang kini menghilang di balik kegelapan.Narendra menjawab dengan nada serak, “Aku nggak tahu, Alya. Tapi apa pun itu, kita harus keluar dari sini.”“Tapi gimana caranya? Pintu gudangnya ketutup. Dan ... dan tadi itu, astaga, apa itu manusia atau bukan?” Suara Alya mulai meninggi, menandakan panik yang semakin tak bisa ia kendalikan.Narendra segera menyentuh pundaknya, mencoba menenangkan meskipun ia sendiri merasa gemetar. “Hei, dengar, kita nggak boleh kehilangan akal sekarang. Aku akan cari cara keluar. Kalau kita terus di sini, aku nggak yakin kita akan selamat.”Alya menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang mulai menggenang. Ia me
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 42

Setelah berhasil keluar dari gudang dengan perasaan campur aduk antara lega dan takut, Alya dan Narendra kembali ke dalam rumah. Matahari sudah naik, tetapi sinarnya yang hangat terasa sia-sia. Aura mencekam masih menyelimuti rumah itu, seolah kejadian di gudang tadi belum sepenuhnya berakhir.Alya menarik napas panjang, menguatkan dirinya. “Kamu pasti capek, Naren. Duduk dulu, aku ambilkan minum.”Narendra mengangguk, membiarkan tubuhnya tenggelam di sofa ruang tamu. “Iya, terima kasih, Alya. Tapi kita harus bicara tentang apa yang baru saja terjadi. Ini nggak bisa dianggap remeh.”Namun, sebelum Alya sempat melangkah ke dapur, suara langkah berat terdengar dari arah tangga. Pak Bowo muncul dengan sorot mata tajam, wajahnya menunjukkan ketidaksukaan begitu melihat Narendra.“Alya, kenapa dia masih di sini?” suara Pak Bowo terdengar datar, tetapi jelas penuh tekanan.“Om—” Narendra hendak menyapa sopan, tetapi Pak Bowo mengangkat tangannya, menghentikannya.“Pagi-pagi begini sudah no
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 43

Malam tiba, tetapi tak ada kelegaan di hati Alya. Ia terus memeluk lututnya, meringkuk di atas ranjang, matanya sembab setelah seharian menangis. Sunyi menyelimuti kamarnya, hanya sesekali terdengar suara derik jangkrik dari luar.Di tengah keheningan itu, hawa dingin tiba-tiba merambat masuk melalui celah jendela. Alya mengangkat kepala, mengernyit. Ia yakin tadi sudah menutup jendela rapat-rapat. Namun, kini tirai berayun perlahan, seolah ada angin yang masuk tanpa diundang.“Aneh,” gumam Alya pelan, suaranya serak.Saat ia hendak turun dari ranjang untuk memeriksa, sebuah suara lirih terdengar dari sudut kamar."Alya ...," suara itu parau, menyerupai bisikan yang mendirikan bulu kuduk.Alya terpaku, tubuhnya gemetar. Ia menoleh perlahan ke arah suara itu, tetapi tidak ada siapa pun. “Siapa itu?!” serunya, mencoba tegar meskipun suaranya terdengar bergetar.Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang semakin mencekam. Namun, saat Alya kembali menoleh ke arah jendela, ia melihatnya.So
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 44

"Pak Bowo! Ibu Tina! Ada apa ini?!" teriak salah satu tetangga, mencoba membuka pintu.Namun, pintu terkunci rapat, dan di dalam rumah, suasana semakin kacau. Suara tawa Alya yang menggema membuat beberapa tetangga mundur, wajah mereka pucat."Kang Suhadi mana?!" salah satu tetangga bertanya panik.Seorang pria tua yang baru tiba, Suhadi, tampak berlari tergesa-gesa ke arah rumah sambil membawa lampu minyak. "Saya sudah panggil Mbah Karso! Beliau dalam perjalanan bersama anak buah saya."Sementara itu, di dalam kamar, Alya mulai memanjat dinding dengan cara yang tidak masuk akal, tangannya mencengkeram tembok seperti seekor laba-laba. Ia bergerak ke sudut atap kamar, menatap kedua orang tuanya dari atas."Kalian takut, ya?" bisiknya, suaranya seperti berlapis. "Sebentar lagi, kalian akan tahu apa itu ketakutan yang sesungguhnya!"Tiba-tiba, Alya menjatuhkan dirinya dari atas, langsung menyerang Pak Bowo. Ia menjerit histeris, mencakar dan memukul tanpa ampun. Tina berteriak, mencoba m
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 45

Tina duduk di kursi tunggu, menggenggam tangan Suhadi erat-erat sambil terus menangis. Bowo berdiri dengan gelisah, mondar-mandir di koridor tanpa henti. Setiap suara langkah perawat yang melintas membuatnya berharap pintu ruang gawat darurat akan terbuka dan dokter memberi kabar baik.Namun, waktu terus berlalu, dan tidak ada seorang pun yang keluar."Mbah Karso bilang apa tadi, Kang?" tanya Tina dengan suara serak, memecah keheningan.Suhadi menghela napas berat. "Beliau bilang ini belum selesai. Mahluk-mahluk itu hanya pergi sementara, tapi akar masalahnya masih ada. Kita harus mencari cara untuk memutuskan kutukan ini sepenuhnya."Bowo berhenti berjalan, menoleh dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Kutukan? Apa maksudnya, Kang?""Kalian tahu sendiri kalau Alya ... dia terhubung dengan sesuatu dari masa lalu. Ada kaitannya dengan keluarga kita, atau ... mungkin dengan tempat itu."Mendengar kata tempat itu, wajah Bowo berubah tegang. Ia tahu apa yang dimaksud Suhadi. Rumah tua kelu
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 46

"Akhirnya istirahat juga setelah konsul terkahir."Narendra terbaring di atas kasur, matanya perlahan terpejam setelah seharian bekerja. Ia juga berusaha mengosongkan pikiran dari kekhawatiran tentang Alya, tetapi bayangan sahabatnya itu terus menghantui pikirannya. Entah kenapa, sejak siang tadi, ada firasat aneh yang mengganggu hatinya.Ketika akhirnya ia terlelap, tidurnya tidak nyenyak. Di dalam mimpinya, ia berada di sebuah hutan yang gelap. Pepohonan menjulang tinggi dengan ranting-ranting yang seperti tangan-tangan kurus merayap. Suara angin berdesir seperti bisikan mengerikan.Tidak ada jawaban. Hanya gema suaranya sendiri yang memantul di tengah kesunyian. Ia berjalan semakin jauh, sampai tiba-tiba kakinya menginjak sesuatu yang licin dan dingin. Ia menunduk, dan matanya membelalak melihat seekor ular besar melingkar di atas tanah, menghalangi jalannya.Tubuh ular itu hitam legam, dengan sisik yang berkilau di bawah cahaya samar. Mata ular itu merah menyala, menatap Narendr
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 47

Matahari mulai merangkak naik ketika Narendra tiba di kediaman Alya. Meski mentari pagi mencoba menghangatkan udara, hawa dingin ganjil masih menyelimuti rumah besar itu. Ia memarkir motornya di depan gerbang yang sudah setengah terbuka. Langkahnya terasa berat, seperti ada yang menahan, tetapi rasa penasaran dan kekhawatiran mendorongnya maju.Pintu utama rumah itu terbuka sedikit, menampakkan bayangan seseorang yang berdiri di dalam. Narendra mengetuk pelan, berharap ada yang menjawab.“Mbah Karso?” tanyanya, agak ragu saat melihat lelaki tua itu muncul dari balik pintu.Mbah Karso mengangguk sambil membuka pintu lebih lebar. Wajahnya tampak letih, seperti tidak tidur semalaman. “Masuklah, Naren. Kau pasti mencari kabar Alya.”Narendra mengangguk. Ia melangkah masuk, langsung disambut aroma dupa yang masih menyelimuti ruangan. Seperti biasa, rumah itu terasa sunyi, tetapi hari ini ada aura yang lebih seram dan menyesakkan.“Kenapa rumah ini terasa aneh, Mbah? Di mana Alya?” tanyany
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 48

Narendra duduk bersila di lantai depan kamar Bibi Nayu, bersama Mbah Karso dan beberapa orang-orang kepercayaan pria sepuh itu. Mereka adalah orang-orang sepuh yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual untuk membantu ritual. Udara di rumah itu terasa berat, seolah dinding-dindingnya menyimpan rahasia gelap yang siap meledak kapan saja.Mbah Karso menyiapkan dupa dan mangkuk air putih yang sudah diberi daun-daun tertentu. Di depannya, sebuah kitab tua terbuka, memuat doa-doa dalam aksara Jawa kuno yang hanya bisa dimengerti oleh segelintir orang.“Semua sudah siap?” tanya Mbah Karso dengan suara rendah dan tegas, matanya menyapu wajah-wajah di sekitarnya.“Siap, Mbah,” jawab seorang lelaki tua dengan kain sarung yang melilit tubuhnya.Narendra hanya bisa mengangguk pelan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selain mengikuti arahan. Pikirannya terus tertuju pada Alya yang masih terbaring di rumah sakit.“Baik,” kata Mbah Karso. “Kita akan memulai dengan doa penolakan. Doa ini harus
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 49

Mbah Karso duduk bersila di depan peti, tangannya menggenggam segenggam bunga setaman yang ia taburkan di atas tutup peti. Lalu, ia mulai melantunkan mantra dalam bahasa Jawa kuno, suaranya pelan, tapi mengalun seperti gelombang yang menembus udara.Narendra memperhatikan dengan saksama, mencoba memahami setiap kata yang keluar dari mulut Mbah Karso. Namun, sebagian besar terdengar asing. Beberapa kalimat seperti terucap dari zaman yang sudah lama terkubur: “Ojo nganti suwe, ojo nganti gawe petaka. Sira sing ndhelik ing peti iki, bali marang papanmu. Kowe dudu panguwasa ing jagad iki.”Mantra itu terasa menggetarkan, seolah memanggil sesuatu dari dimensi lain. Hawa di dalam kamar semakin berat, dan Narendra merasa sulit bernapas. Tiba-tiba, peti itu bergetar sendiri, menimbulkan suara gemeretak kayu yang membuat jantung Narendra berdetak lebih cepat.“Mbah, apa yang terjadi?” tanya Narendra panik, melangkah mundur sedikit.“Peti ini tidak mau melepaskan isinya begitu saja,” jawab Mba
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Chapter 50

Mbah Karso tampak tidak terganggu. Ia malah semakin menajamkan pegangannya pada kitab itu dan melanjutkan mantranya. Namun, getaran itu semakin kuat, membuat beberapa murid terlihat mulai gelisah."Mbah, apa ini normal?" tanya salah satu murid yang berdiri di sebelah kanan Mbah Karso."Tetap tenang," jawab Mbah Karso sambil melanjutkan doanya. "Kita harus menyelesaikan ini."Akhirnya, setelah hampir setengah jam memantrai kitab itu, Mbah Karso memberi aba-aba. "Siapkan api!"Narendra memperhatikan salah satu murid menuangkan cairan minyak tanah ke dalam tong tempat kitab itu akan dibakar. Semua orang terlihat tegang.Mbah Karso mengangkat kitab itu tinggi-tinggi, lalu dengan hati-hati menempatkannya di dalam tong. "Mulai bakar ...!"Salah seorang murid menyalakan korek dan melemparkannya ke dalam tong. Api segera menyala besar, menjilat-jilat ke arah kitab yang berada di tengahnya. Namun, yang terjadi selanjutnya membuat semua orang terkejut.Api itu seolah menolak menyentuh kitab te
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status