Home / Historical / Reinkarnasi Sang Dewa Perang / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Reinkarnasi Sang Dewa Perang: Chapter 31 - Chapter 40

75 Chapters

Jejak dalam kegelapan

Bab 32: Jejak di Dalam Kegelapan Malam di desa dipenuhi ketegangan. Angin dingin berhembus membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering, menyelinap melalui celah-celah dinding rumah Pak Budi. Di dalamnya, suasana tak kalah suram. Arjuna duduk di dekat perapian, matanya terpaku pada nyala api yang memantul di retakan dinding tanah liat. Namun pikirannya melayang, memutar kembali semua kejadian sejak ia terlibat dalam perang ini. Di sudut lain ruangan, Pak Budi sibuk mencampurkan ramuan herbal di dalam sebuah mangkuk batu. Tangannya bergerak cepat, mencampur dedaunan, akar, dan cairan yang mengeluarkan aroma menyengat. "Kau kelihatan gelisah, Juna," katanya, memecah keheningan tanpa menoleh. Arjuna mengusap wajahnya. "Aku hanya memikirkan apa yang kau katakan tadi, soal portal itu. Aku paham bahayanya, tapi... kenapa harus aku, Pak?" Pak Budi menghentikan pekerjaannya, menatap Arjuna dengan tatapan tajam namun penuh pengertian. “Karena kau adalah Ares, sang dewa perang. Kau terl
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Api yang Terpendam

**Bab 31: Api yang Terpendam** Malam itu, udara di desa terasa berat, seperti menanggung beban yang tidak terlihat. Arjuna berdiri di luar aula desa, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Tatapannya terpaku pada hutan gelap yang tampak tidak berujung. Kegelisahan menguasai dirinya, menyelimuti pikiran dengan rasa bersalah dan ketidakpastian. Suara langkah pelan mendekatinya, memecah keheningan. Ratna muncul dari balik bayangan, wajahnya penuh kekhawatiran. Ia membawa selimut tipis dan menggantungkan senyuman kecil di bibirnya. "Kau di sini lagi, memikirkan hal-hal yang sama," katanya pelan. Arjuna hanya diam, matanya masih menatap ke arah hutan. Ratna mendesah, lalu berdiri di sampingnya. “Kau tidak perlu menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi, Arjuna,” katanya sambil menyerahkan selimut itu. “Kita semua tahu kau melakukan yang terbaik.” Arjuna menerima selimut itu, meski tidak memakainya. "Aku mencoba, Ratna. Tapi mencoba saja tidak cukup. Kekuatan ini... setia
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Pertanda dari Kegelapan

**Bab 33: Pertanda dari Kegelapan** Matahari perlahan menyembul dari balik awan, namun suasana hati kelompok kecil yang berkumpul di rumah Pak Budi tidak selaras dengan kecerahan pagi itu. Mereka semua tahu ancaman Ragnar semakin dekat. Ketegangan tergambar jelas di wajah Ratna, Livia, Bayu, Dani, dan Sarah yang duduk melingkar, mendengarkan rencana Pak Budi. "Kita harus segera menuju kuil tempat keris ini ditempa," ujar Pak Budi sambil mengangkat keris yang kini berada di tangan Arjuna. "Arjuna harus menyelesaikan ujiannya di sana. Kekuatan sejati keris ini hanya bisa terbangkitkan setelah itu. Tanpa kekuatan penuh, kita semua akan kalah." Bayu mengerutkan kening. "Tapi kenapa harus kita semua ikut? Bukannya ini hanya urusan Arjuna?" Ratna mendesah kesal. "Bayu, berhenti mengeluh. Kita semua sudah terlibat sejak awal." "Dia benar," tambah Sarah. "Kita semua di sini untuk me
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Ujian Terakhir di Kuil Tertutup

Bab 34: Ujian Terakhir di Kuil Tertutup Kuil kuno itu menyambut mereka dengan keheningan yang menggema. Cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah dinding batu memancarkan nuansa suram. Arjuna dan yang lain melangkah perlahan, masih diselimuti kesedihan atas kematian Banyu. Meskipun Banyu adalah musuh, ada rasa kehilangan yang membekas di hati mereka. Pak Budi berjalan di depan, menggenggam tongkat kayu yang tampak sederhana namun memancarkan aura kepercayaan diri. "Kalian harus tetap fokus. Ujian di dalam kuil ini tidak akan mudah. Kematian Banyu adalah pengingat bahwa kegelapan bisa menyelimuti siapa saja." Arjuna, masih memegang keris yang kini bercahaya redup, mengangguk pelan. "Aku mengerti, Pak Budi. Tapi apa sebenarnya ujian ini?" Pak Budi berhenti di depan pintu besar berukiran simbol kuno. "Ujian ini bukan hanya untukmu, Arjuna. Kalian semua akan diuji. Kuil ini akan menggali ketakutan terdalam kalian dan memaksa kalian menghadapi sisi gelap diri sendiri." Sarah
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Tempaan di Ambang Kehancuran

Bab 35: Tempaan di Ambang Kehancuran Langkah kaki mereka terdengar berat di lorong yang semakin sunyi setelah kepergian Ragnar. Bayangan ancaman yang ditinggalkan masih terasa di udara. Cahaya keris di tangan Arjuna mulai meredup, namun kehangatan dari senjata itu tetap ada, seolah menjadi pelindung terakhir mereka. Pak Budi berhenti sejenak, menghela napas dalam-dalam. "Kita tidak bisa terus berjalan dalam kondisi seperti ini," katanya sambil menatap mereka satu per satu. "Kalian semua butuh istirahat." Arjuna menggeleng. "Tidak, Pak. Kita harus terus maju. Ragnar bisa saja kembali kapan saja." Livia menaruh tangan di bahu Arjuna, suaranya lembut namun tegas. "Pak Budi benar. Kita sudah terlalu lelah, dan melanjutkan perjalanan tanpa tenaga akan menjadi bunuh diri." Bayu, yang kelelahan namun tetap berusaha tersenyum, duduk di lantai batu dingin. "Aku setuju dengan Livia. Lagipula, aku rasa kakiku sudah tak kuat lagi berdiri." Dani, yang masih gemetar, duduk di samp
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Pengorbanan Seorang Guru

Bab 36: Pengorbanan Seorang Guru Hujan rintik-rintik membasahi kota pagi itu, seakan langit turut menangisi tragedi yang melanda. Di dalam kantor polisi, suasana dingin terasa menusuk, bukan karena cuaca, melainkan karena beban yang dirasakan oleh mereka yang ada di sana. Arjuna, Livia, dan Pak Budi duduk di ruangan yang terpisah, masing-masing menghadapi penyelidikan yang menyesakkan dada. **Ruangan Interogasi Arjuna** Arjuna duduk di kursi kayu yang keras. Tangan gemetar, wajahnya basah oleh keringat dingin. Di hadapannya duduk **Inspektur Aditya**, sosok tegas berusia lima puluhan, dengan wajah penuh guratan pengalaman. "Arjuna Mahendra," suara Inspektur Aditya terdengar datar, namun tegas. "Bisakah kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi di hutan itu?" Arjuna terdiam. Tenggorokannya tercekat. Apa yang bisa ia katakan? Bahwa Ragnar, monster berwuj
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Pertemuan Para Dewa

Bab 37: Pertemuan Para Dewa Arjuna membuka matanya dengan pandangan kabur. Tubuhnya terasa ringan, seperti sedang melayang di udara. Namun, udara di sekitarnya bukan udara yang dingin dari ruang sidang, melainkan aroma tanah dan dedaunan yang menyegarkan. Ketika pandangannya mulai jelas, ia menyadari bahwa dirinya berada di sebuah hamparan tanah luas yang diterangi oleh cahaya keemasan. Di hadapannya berdiri Odin dengan jubah hitam panjang, tongkat Gungnir di tangan. Amaterasu berdiri di sampingnya, memancarkan cahaya lembut yang menenangkan. Namun, sosok yang paling menarik perhatian Arjuna adalah seorang pria bertubuh kekar, berambut pirang panjang, dengan palu besar tergenggam di tangan kanannya. Dada berototnya terbuka lebar, menampakkan aura kekuatan yang luar biasa. "Thor…" gumam Arjuna pelan, mengenali dewa petir dari mitologi Nordik. Thor menatap Arjuna dengan mata biru cerah dan menyeringai. "Jadi, inikah manusia yang dikatakan mewarisi kekuatan Ares?" suaranya ber
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Di Balik Bayang-bayang Pertempurannya

Bab 38: Di Balik Bayang-Bayang Pertempuran Kampus terasa seperti dunia yang berbeda sejak kejadian tragis itu. Suara-suara ramai yang dulu memenuhi lorong kini berubah menjadi bisikan penuh kehati-hatian. Keheningan menyelimuti suasana, seolah-olah seluruh tempat berduka atas kehilangan yang baru saja terjadi. Tidak ada lagi canda tawa Dani yang selalu menghidupkan suasana, atau semangat Bayu yang berapi-api. Semua telah berubah, dan Arjuna merasakannya lebih dari siapa pun. Arjuna berjalan perlahan di lorong kampus, matanya kosong menatap lantai. Pikirannya penuh dengan bayangan teman-temannya yang telah tiada. Ratna, Sarah, Dani, dan Bayu—semua tewas dengan cara yang begitu tragis. Bayangan tubuh mereka yang tergeletak di tanah, wajah mereka yang penuh luka, terus menghantui Arjuna setiap kali ia menutup mata. Livia menyusul dari belakang, langkahnya cepat namun penuh kehati-hatian. “Arjuna!” panggilnya dengan nada lembut, menyentuh bahu Arjuna untuk menghentikannya. Arjuna
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Awal yang Baru

Bab 39: Awal yang Baru Arjuna berjalan pelan di samping Livia, meninggalkan kampus yang sunyi. Kepergian Pak Budi masih menyisakan luka yang menganga di hati mereka, tapi di tengah keputusasaan itu, ada tekad baru yang lahir. Arjuna tahu, kehadiran Livia adalah satu-satunya hal yang bisa membuatnya tetap waras. Namun, ia juga tahu bahaya masih mengintai, dan Livia adalah target berikutnya. Malam semakin larut, angin dingin bertiup lembut, tetapi Arjuna merasa ada kehangatan yang mengalir di sampingnya. Livia menatapnya, wajahnya tampak lelah, namun tetap memancarkan keteguhan. Mereka berjalan tanpa arah, hingga akhirnya tiba di sebuah apartemen kecil yang sederhana. Itu adalah tempat tinggal Livia. Saat mereka tiba di depan pintu apartemen, Arjuna berhenti, menghela napas panjang. "Livia... aku harus mengatakan sesuatu." Livia menoleh, alisnya terangkat sedikit. "Apa?" Arjuna menatapnya dalam-dalam, suaranya serius. "Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian. Dunia ini sudah terlalu
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Latihan dengan Raja Kera

**Bab 40: Latihan dengan Raja Kera** Malam itu, meskipun Arjuna berusaha memejamkan mata, pikirannya terusik oleh pertemuan aneh dengan para dewa. Panggilan itu begitu nyata, seperti mimpi yang meninggalkan bekas di jiwanya. Namun, tubuhnya lelah, dan tanpa sadar, dia kembali terlelap dalam tidur yang dalam. Ketika Arjuna membuka matanya lagi, dia tidak berada di kamar. Tubuhnya berdiri di tengah padang hijau yang luas, dengan awan-awan berarak rendah di langit biru. Udara terasa segar, dan suara burung berkicau mengisi suasana. Tetapi, yang paling menarik perhatiannya adalah sosok yang berdiri tidak jauh darinya. Sosok itu adalah **Sun Wukong**, Raja Kera. Dia mengenakan baju zirah emas yang berkilauan, dengan jubah merah berkibar di punggungnya. Sebuah tongkat emas—**Ruyi Jingu Bang**—tertancap di tanah di sebelahnya, berkilauan dengan aura keemasan. Senyuman lebar terukir di wajahnya, penuh kejenakaan, namun matanya memancarkan kecerdasan tajam. "Selamat datang, Arjuna!" seru
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1234568
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status