Beranda / Romansa / MENGGODA MANTAN ISTRI / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab MENGGODA MANTAN ISTRI: Bab 131 - Bab 140

151 Bab

Bab 131

Alan masuk ke kantor dengan langkah pasti, ekspresinya datar, namun sorot matanya tajam. "Pagi. Semua dokumen yang harus ditandatangani sudah siap?" Sekretaris Wina menyapa Alan dengan hormat. "Selamat pagi, Tuan. Sudah siap." Alan duduk di kursinya, membuka map dokumen dengan cepat dan tegas. Ia memeriksa setiap dokumen dengan detail dan efisien. Alan membuka ponselnya, menghubungi Valeria dengan nada bicara yang singkat. [Halo. Aku sudah sampai di kantor] Suara Valeria terdengar melalui ponsel, tapi sedikit lelah, namun tetap penuh kasih sayang. [Pagi, Sayang. Aku baik. Si kecil juga baik. Sedang bersiap-siap ke sekolah] Alan berdehem pelan. [Oke. Beri tahu mereka jangan nakal] Valeria mengangguk, meskipun Alan tak melihatnya. [Iya. Semoga hari ini lancar, Sayang. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 133

Satia tersenyum lemah dan mengangguk pelan. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya dan fokus pada kesembuhannya. Ia ingin bisa melihat cucunya tumbuh besar. Ia ingin bisa memberikan cinta dan kasih sayang yang penuh untuk keluarga kecilnya. Satia menarik napas dalam-dalam, suaranya bergetar sedikit. "Ayah tahu. Ayah ingin melihat mereka dewasa. Ayah ingin melihat mereka bahagia." Valeria mengusap lembut tangan ayahnya, suaranya bergetar sedikit. "Ayah pasti bisa melihatnya. Ayah harus cepat sembuh. Kita akan bersama-sama menyaksikan mereka dewasa. Kita akan bersama-sama menikmati kebahagiaan mereka." Satia menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia merasakan kehangatan cinta dan kasih sayang Valeria yang menyeruak ke hatinya. Ia merasa terharu melihat ketulusan Valeria yang selalu menyayanginya tanpa syarat. Ia ingin bisa melihat Valer
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 132

Valeria menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk tetap kuat. Ia mendekati kasur tempat ayahnya terbaring lemah. Di samping kasur, terdapat banyak alat kesehatan yang menunjukkan betapa parahnya kondisi ayahnya. Valeria menarik kursi dan duduk di samping ayahnya. Ia menatap wajah ayahnya yang tampak lemah, namun tetap bersinar dengan senyum yang hangat. Valeria mengelus lembut tangan ayahnya, suaranya bergetar sedikit. "Ayah... Kenapa tidak kerumah sakit saja?" Satia tersenyum lemah kepada anak satu-satunya itu. Matanya mencerminkan cinta dan kasih sayang yang mendalam untuk Valeria. Satia menjawab dengan suara yang lemah, namun tetap penuh kehangatan. "Tidak, biar di rumah saja, Sayang. Aku ingin di sini, dekat dengan keluargaku." Valeria menatap wajah ayahnya dengan tatapan yang penuh kesedihan. Ia mencoba untuk menahan air mata yang mengancam mengalir. Ia merasa takut kehilan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 134

Sinar matahari pagi menerobos celah gorden, menyinari kamar dengan lembut. Valeria terbangun dan melihat Alan masih tertidur dengan damai. Ia tersenyum melihat wajah suaminya yang tenang saat tidur. Valeria mengelus lembut rambut Alan dan mencium pipinya. Valeria berbisik pelan, suaranya manis. "Sayang, bangunlah. Hari sudah siang." Alan mengunyah bibirnya dan membuka matanya dengan lambat. Ia menatap wajah Valeria dengan tatapan yang penuh cinta dan kasih sayang. Alan menarik Valeria dekat ke pelukannya, suaranya berbisik lembut. "Pagi, Sayang. Aku masih ingin tidur." Valeria menjawab dengan senyum manis. "Kita harus bangun. Reinhard dan Elsa pasti sudah bangun. Mereka menunggu kita untuk sarapan." Alan menggeleng pelan dan menarik Valeria lebih dekat lagi. Ia mencium lembut kening Valeria. Ia ingin menikmati waktu bersama istrinya selama mungkin. Alan berbisik lembut ke telinga Valeria, suara
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 135

Valeria mengambil sepotong roti panggang dan mengoleskannya dengan selai. "Sayang, aku ingin menjenguk ayah hari ini. Bagaimana kalau kita ke sana setelah menjemput anak-anak dari sekolah?" Alan menatap Valeria dengan senyum hangat. "Tentu saja, Sayang. Aku juga ingin menengok mertuaku. Tapi, sebelum kita ke rumah ayahmu, ada satu hal yang ingin aku lakukan. Bagaimana kalau kita mampir ke mal dulu?" Valeria menatap Alan dengan rasa penasaran. "Ke mal? Untuk apa, Sayang?" Alan mengambil tangan Valeria dan menggenggamnya dengan lembut. "Aku ingin membelikan sesuatu untuk ayahmu. Aku tahu dia sangat menyukai jam tangan. Bagaimana kalau kita cari jam tangan mewah untuknya? Sebagai tanda perhatian kita." Valeria tersenyum terharu mendengar perkataan Alan. Ia terharu dengan perhatian dan kepedulian suaminya terhadap ayahnya. Valeria menjawab dengan senyum yang manis. "Wah, Sayang. Ide bagus! Ayah pasti akan sangat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 136

Valeria duduk di samping ayahnya, Satia, yang sedang bersandar di divan kasurnya. Suasana kamar terasa hangat dan tenang. Valeria memegang tangan ayahnya dengan lembut. "Bagaimana, Ayah? Jam tangan ini Alan yang pilih, lho." Satia menatap jam tangan mewah di pergelangan tangannya, senyumnya lebar. "Bagus sekali! Sangat bagus. Terima kasih sekali lagi, Alan." Alan yang berdiri di ambang pintu mendekati Satia dan Valeria. "Sama-sama, Ayah Satia. Oh iya, bagaimana kalau Anda berobat di Singapura saja? Asistenku akan menemani Anda di sana untuk pencangkokan jantung terbaik. Kita bisa mendapatkan perawatan terbaik di sana." Satia menggeleng pelan, suaranya lemah namun tegas. "Tidak, Nak Alan. Aku hanya ingin di sini, dekat kalian dan cucuku. Aku sudah tua, wajar sakit seperti ini. Aku merasa nyaman di sini, di rumah." Valeria menahan air mata yang hampir jatuh, suaranya bergetar. "Ayah... jangan bic
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 137

Dua hari kemudian telepon Valeria berdering. Ia melihat ID penelepon, itu dari pelayan rumah ayahnya. Valeria menerima panggilan, suaranya sedikit cemas. [Halo?] Suara pelayan terdengar panik di seberang telepon. Dengan suara terbata-bata. [Nona Valeria... Tuan Satia... Tuan Satia tidak sadarkan diri...] Valeria langsung panik. Ia menjatuhkan teleponnya dan berdiri dengan gemetar. Ia langsung menghubungi pengawalnya. Beberapa menit kemudian, Valeria sudah berada di mobil bersama pengawalnya, membelah jalan menuju rumah ayahnya. Wajahnya pucat dan panik terlihat jelas. Sesampainya di rumah Satia, Valeria langsung berlari menuju kamar ayahnya. Ia mendapati kamar ayahnya sudah ramai dengan para pelayan dan seorang dokter yang sedang memeriksa Satia. Valeria berlari menuju kasur tempat Satia berbaring, suaranya gemetar dan penuh deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 138

Valeria terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat dan terlihat sangat lelah. Alan baru saja tiba di rumah setelah perjalanan bisnis yang panjang. Ia langsung menghampiri Valeria dengan wajah khawatir. Alan menyentuh dahi Valeria dengan lembut. "Sayang, kau demam? Kau terlihat sangat pucat. Sejak kapan seperti ini?" Valeria merintih pelan. "Semalam... aku merasa sangat pusing dan mual. Badanku juga sangat lemas." Alan segera mengambil teleponnya. "Tenang Sayang, aku akan menghubungi dokter pribadi kita. Kau tunggu di sini, ok." Alan menghubungi dokter pribadinya dan menjelaskan kondisi Valeria. Ia meminta dokter untuk segera datang ke rumah. Setelah menunggu beberapa waktu, dokter pribadi mereka tiba. Ia membawa tas dokternya dan langsung memeriksa Valeria dengan teliti. Ia memeriksa tekanan darah, suhu tubuh, dan menanyakan beberapa gejala yang dialami Valeria.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 139

Hari-hari berlalu dengan cepat. Kehamilan Valeria semakin terlihat. Perutnya mulai membuncit, dan ia sering merasa lelah. Namun, ia selalu merasa bahagia dan penuh semangat. Alan selalu ada di sisinya, memberikan dukungan dan perhatian penuh. Suatu sore, Alan, Valeria, Reinhard, dan Elsa sedang berkumpul di ruang keluarga. Reinhard dan Elsa sedang asyik bermain, sedangkan Alan dan Valeria sedang berbincang. "Sayang, bagaimana perasaanmu hari ini? Ada yang perlu kubantu?" "Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya sedikit lelah. Tapi, aku merasa sangat bahagia." Alan memeluk Valeria dari samping. "Aku juga, Sayang. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan adik kecil Reinhard dan Elsa." Reinhard dan Elsa berhenti bermain dan mendekati Alan dan Valeria. "Mommy, apakah adikku akan lucu sepertiku?" tanya Reinhard. "Atau cantik sepertiku?" sambar Elsa.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 140

Keesokan harinya, Alan dan Valeria mengunjungi makam Satia. Mereka membawa serta seikat bunga dan beberapa makanan kesukaan Satia. Reinhard dan Elsa ikut serta, meskipun mereka masih terlalu kecil untuk sepenuhnya memahami arti kunjungan tersebut. Valeria berlutut di depan makam Satia, meletakkan bunga. "Ayah... aku datang menjengukmu. Aku membawa Anya, cucu perempuanmu yang sangat cantik. Ia sangat mirip denganmu." Valeria mengusap air matanya. Alan berdiri di sampingnya, menaruh tangannya di pundak Valeria sebagai tanda dukungan. Alan berbicara dengan lembut. "Ayah... kami semua sangat merindukanmu. Keluarga kita baik-baik saja. Anya telah membawa banyak kebahagiaan ke dalam hidup kami." Reinhard dan Elsa meletakkan bunga mereka di atas makam Satia. Mereka masih terlalu kecil untuk mengerti sepenuhnya, namun mereka ikut merasakan kesedihan Valeria dan Alan. Valeria mengambil ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
111213141516
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status