Home / Pendekar / PENGENDALI ANGIN PETIR / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of PENGENDALI ANGIN PETIR: Chapter 81 - Chapter 90

191 Chapters

Bab 081

Mereka berlima ditambah Lasmini berkumpul di ruang pertemuan. "Sepertinya kelompok aliran putih sudah mulai menyerang," duga Soca Srenggi, ketua perguruan Elang Setan. "Mata-mata melaporkan mereka memang sudah bergerak, tetapi mendadak lenyap begitu saja setelah dekat dengan desa ini," sambung Kalacakra, ketua perguruan Gunung Sindu. Sementara dari tadi Kupra memperhatikan langit yang gelap, tetapi dia tampak tenang saja walau hatinya bertanya-tanya karena hal yang aneh ini. "Saat ini aku hanya menantikan Panji. Apa mungkin dia sudah bisa mengendalikan hujan atau air. Atau mengendalikan angin untuk membawa hujan?" batin Kupra. Lalu datanglah salah satu anggota melaporkan bahwa memang kelompok golongan putih sudah mengepung desa. Ini sungguh mengejutkan karena pergerakan golongan putih tidak terdeteksi ketika sudah dekat ke markas mereka. Akhirnya Agnibali memerintahkan keempat wakilnya untuk me
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 082

Hampir semua anak buah yang dibawa Kalacakra akhirnya tewas. Sedangkan yang tersisa tidak kuat lagi menahan gigitan racun dari dalam tubuh sehingga ambruk dengan sendirinya. Termasuk Kalacakra, kini dia terdesak hebat. Tongkat Ki Hanggareksa yang bisa memanjang dan memendek sudah berkali-kali memberikan luka di tubuhnya. Awalnya memang bisa menahan dengan tenaga dalam yang ada, tapi lama-lama tenaganya melemah juga. Apalagi Ki Hanggareksa menghantamkan tongkatnya ke bagian yang berbahaya. Takk! Bukk! Bukk! Senjata cakra yang terbang sudah entah ke mana hilangnya. Senjata yang satunya pun bisa dikatakan tidak berguna lagi. Hanya benda yang digenggam di tangan saja, tapi tak bisa memberikan perlawanan. "Kalian licik!" seru Kalacakra menyadari kalau dia terkena racun, walau tidak tahu siapa dan bagaimana cara racun itu masuk ke tubuhnya. "Ah, baru sekali ini saja. Kalian sendiri melakukan kelicika
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 083

Kupra berpindah tempat, meloncat ke atas atap. Kedua tangannya diputar-putar. Kepalanya terus mendongak ke langit. Dia mengerahkan kekuatan apinya lebih besar lagi. Seketika di seluruh tempat sampai ke pelosok desa diselimuti hawa panas terik bagai di siang hari di musim kemarau. Bahkan tidak terasa sedikit pun semilir angin yang memberikan kesejukan. Perubahan cuaca ini dirasakan dampaknya pada mereka yang tengah bertempur baik anak buah Kupra sendiri atau pendekar golongan putih. Apalagi warga desa yang merupakan orang biasa tidak memiliki kepandaian apa-apa. Mereka merasakan seperti dipanggang. Banyak yang langsung berlari menuju sungai agar tidak kepanasan. Di dalam ruang bawah tanah, Iblis Petir merasakan hawa panas yang disebarkan muridnya itu. "Sepertinya muridku mendapat lawan yang berat. Aku harus membantunya. Kau tetap di sini, kalau kau keluar maka tubuhmu akan seperti dipanggang api sangat panas!"
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 084

Iblis Petir yang tadinya duduk bersila segera meloncat ke atas ikut berdiri di sebelah Kupra di atas atap. Pasalnya dia merasakan hawa dingin meresap dari tanah. Guru dan murid ini mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Tubuh Agnibali mulai dikabari api, sedangkan Iblis Petir melindungi dirinya dengan zirah yang terbuat dari kilatan-kilatan petir. Hawa panas kedua orang ini berusaha menyeruak tindihan hawa dingin dari atas dan bawah. Bahkan akhirnya sosok kedua orang ini ditutupi oleh kobaran api. Tentu saja keduanya tidak merasakan panas karena ini adalah kekuatan dari mereka sendiri. Kobaran api itu untuk melindungi diri dari hawa dingin yang menyerang. Sementara itu wanita berpakaian dan bercadar hitam menarik nafas lega setelah adanya hawa dingin dari bawah dan langit tampak meredup. Dia tidak perlu mengerahkan tenaga lebih banyak lagi seperti sebelumnya. Yang ditunggu-tunggu sepertinya telah tiba.
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 085

Seperti gurunya, tubuh Kupra juga hancur berserakan. Seakan tidak puas, ibu dan anak ini sampai menginjak-injak serpihan tubuh Kupra yang menjadi seperti pasir. Pertempuran berakhir. Dua tokoh golongan hitam paling kuat saat ini telah menemui ajalnya. Sementara itu Bayu dan Asmarini sudah tidak ada di tempatnya. Mereka sudah berjalan meninggalkan wilayah desa Rancawaru. "Sekarang ceritakan, bagaimana kau bisa jadi pawang hujan?" Asmarini mendengkus kesal. "Pawang hujan, pawang hujan!" "Oh, ya, ya! Bidadari Pengendali Air!" Akhirnya Asmarini tersenyum. Kemudian sambil berjalan gadis ini menceritakan pengalamannya. "Setelah kita berpisah waktu itu, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku gurunya ibuku!" "Nenek Pancasari?" Bayu tahu karena pernah mendengar dari ayahnya. "Benar!" "Lalu?" Nenek Pancasari yang dulu telah mengu
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 086

"Waaalikum salam. Sepertinya ayah ada keperluan sehingga lebih dulu menghadang sebelum aku sampai ke rumah!" "Jangan dulu pulang. Teruskan saja petualanganmu!" Bayu tidak ingin bertanya apa pun mengenai perintah ayahnya ini. Dia akan tahu segala sesuatunya setelah di tempat yang dimaksud. "Ingat, agar kau tetap menjadi orang biasa saja seperti tidak memiliki kesaktian luar biasa. Pergunakan ilmu sesuai dengan lawanmu. Rasakan perjuangan dari bawah lagi, tapi jangan menyesali setiap apa yang terjadi!" "Baik, Ayah!" "Aku kagum dan bangga kau bisa mengatasi kekacauan dengan ilmu barumu. Tidak disangka calon istrimu hebat juga jadi pawang hujan. He... he... he...!" "Kalau dia dengar bisa ngambek, dia maunya disebut Bidadari Pengendali Air!" "Ah, biar saja cuma kita-kita saja yang bilang pawang hujan. Oh, ya, kau ingin punya adik laki-laki atau perempuan?" "Hah!" Bayu h
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 087

Memang dia merasa seperti dipanggang. Semakin dalam semakin panas, bahkan Amoksa sudah tidak merasakan lagi tubuhnya. Setelah sosok Amoksa tak terlihat lagi, Nini Manjeti berpaling ke arah Ki Rembong dan Soca Srenggi. "Kalian silakan cari tempat istirahat masing-masing. Tunggu hasilnya dan jangan khawatir, anak muda itu sebentar lagi akan menjelma jadi manusia tersakti di jagat raya!" Setelah bicara begitu Nini Manjeti tiba-tiba lenyap bagai ditelan angin. Dua dedengkot hanya saling pandang kemudian segera menjauh dari tempat tersebut. Mereka mencari tempat sejuk. Beberapa saat kemudian mereka mendengar suara gemuruh dari dalam lubang itu walau jaraknya cukup jauh dari tempat mereka sekarang. "Kita harus yakin dan percaya saja. Nenek tua itu tidak mungkin menipu!" ujar Soca Srenggi. "Tunggu hasilnya saja. Siapa Naga Sangkala itu,
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 088

Kembali Bayu menatap satu persatu orang-orang di hadapannya. Mereka semua memandangnya sinis. Jangan-jangan benar mereka bersekongkol. "Tidak-tidak, kau pasti salah lihat!" sanggah Bayu. Suwirya menggeleng pelan. "Aku tidak salah lihat, aku ingat semua, jelas sekali aku masih ingat. Kau orangnya!" Bayu mendengkus kesal. Apakah ini jebakan? Cuma kongkalikong Suwirya dan kepala kampung saja? "Bagaimana Bayu, saksi satu-satunya sudah memberikan keterangan yang jelas?" tanya Ki Kartala. "Jadi aku harus bagaimana?" Bayu menahan perasaannya. "Jadi mau mengaku?" desak Madara. "Tentu saja tidak, karena aku benar-benar bukan pelakunya!" "Apa kau bisa membuktikannya?" Ki Kartala menatap tajam penuh selidik. Seketika Bayu terdiam. Memang dirinya tidak bisa membuktikan kalau dia tidak bersalah. Masalahnya kenapa Suwirya mengaku dirinya yang melakukan?
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 089

"Aku sudah mengirim pesan ke istana di Kawali agar mengirim pasukan untuk meringkus kalian!" Kali ini baru mereka terkejut. Yang mereka dengar, Panji alias Pendekar Angin Petir memiliki hubungan dekat dengan penguasa Sunda. Mereka tidak tahu kalau yang ada di hadapan mereka adalah Bayu, anaknya Panji Saksana. "Baiklah, karena kau sudah masuk terlalu dalam. Maka kami tidak akan membiarkanmu lagi. Apa tindakan pihak kerajaan jika kau kami sandera?" Ki Tandaka memberi tanda. Ki Kartala, Madara, Suwirya dan sekitar dua puluh orang sudah mengepung Bayu. Termasuk Ki Tandaka sendiri sudah siap. "Jangan biarkan lolos, tangkap hidup-hidup!" Kecuali Ki Tandaka, semuanya serentak menyerbu dengan serangan terpola. Pertama lima orang maju dengan senjata golok mengarah ke lima titik berbahaya. Bayu tidak berniat buru-buru menuntaskan permainan ini. Dia ingin bertahap. Lima serangan awal ini te
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 090

Penginapan yang aneh karena letaknya di tempat yang sepi, jauh dari keramaian desa. Tapi rasanya pantas, penginapan ini sebagai penghubung antara dua desa yang berjauhan jaraknya. Jadi orang seperti Bayu ini bisa menginap dulu sebelum melanjutkan perjalanan. "Selamat datang Ki Sanak!" Sapa seseorang di pintu masuk begitu melihat Bayu datang. Logat bicaranya agak aneh. Setelah diperhatikan ternyata orang ini bukan pribumi, tapi sudah mampu berbahasa orang sini. Dia memang memakai pakaian orang pribumi, tapi wajah dan kulitnya sangat berbeda. Terutama kedua matanya yang agak sipit. Gaya rambutnya digelung tapi masih ada yang terurai ke bawah. "Apa masih ada kamar kosong?" "Masih, Ki Sanak. Silakan!" Lelaki yang agak kurus ini menunjukan jalan. Bayu baru melihat penginapan sebesar ini. Ada dua lantai. Lantai bawah sebagian dijadikan kedai. Setelah bertemu pemiliknya yang menunggu di
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more
PREV
1
...
7891011
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status