Home / Romansa / ISTRI SIRI TENTARA ALIM / Chapter 281 - Chapter 290

All Chapters of ISTRI SIRI TENTARA ALIM: Chapter 281 - Chapter 290

368 Chapters

Bab 284. Tamu malam-malam

Lani bersandar di kepala ranjang, mengusap perutnya yang semakin membesar. Matanya sayu, tapi hatinya terasa penuh. Alzam duduk di sampingnya, tangannya tak lepas dari perut Lani."Kamu udah capek, Mas," ujar Lani sambil mengusap lengan suaminya. "Habis nyetir jauh, masih aja sibuk gini. Tidurlah."Alzam tertawa pelan. "Nggak ngerasa capek. Aku cuma kepikiran, besok anak kita udah dengerin ayat-ayat ini dari dalam perutnya."Bibirnya mendekat ke perut Lani, lalu berbisik pelan, membaca ayat-ayat yang membuat hati Lani terasa tenang. Terlebih untuk buah hati mereka.Lani tertawa kecil, mengusap kepala suaminya. "Suaramu bikin geli, Mas. Kayak siapa gitu."Alzam pura-pura tersinggung. "Wah, jangan-jangan mirip suara Gusdur?"Lani terkekeh. "Nggak semerdu itu juga!"Mereka terdiam sejenak. Lani memainkan jari Alzam yang masih bertumpu di perutnya."Besok kita periksa, ya?" ujar Lani. "Kayaknya mulai sekarang harus sering kontrol. Udah masuk delapan bulan.""Gimana kalau kita pindaah ruma
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 285. Tanggung jawab

Alzam menatap Lani yang masih berdiri di teras. Senyum perempuan itu membuat hatinya hangat, tapi ada perasaan tak nyaman sejak semalam. Pikirannya terus berputar, terlebih sejak tamu tak diundang datang larut malam."Kita tunda periksanya besok, ya?" ujar Alzam sambil mengelus pipi istrinya.Lani mengangguk. "Nggak apa-apa. Aku nunggu kamu pulang dulu."Sebuah mobil berhenti di depan rumah. Lani menatap kendaraan itu sekilas, lalu menghela napas pelan.Seorang lelaki di dalamnya hanya duduk tanpa berusaha keluar. Sikapnya dingin, tanpa basa-basi.Alzam berpamitan, mencium kening istrinya, lalu bergegas menuju mobil. Melihat semua itu, orang itu malah berpaling muka, seolah muak melihatnya.Dari ambang pintu, Towirah mengamati dengan raut tak senang.Sementara itu, Wagimin yang baru saja bersiap pergi ke kebun jeruk ikut menggeleng."Orang nggak punya etika," gumam Wagimin. "Malam-malam gedor pintu orang, pagi-pagi udah datang ngajak orang pergi, tapi sopan santunnya nggak ada."Towir
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 286. Persiapan

Subuh-subuh, rumah keluarga Atmajaya sudah ramai meski matahari belum muncul. Maya duduk di meja makan sambil menyeruput teh, memperhatikan Rey yang entah kenapa sudah bangun pagi-pagi."Kok tumben? Biasanya kalau Minggu gini kamu masih gulung-gulung di kasur," sindir Maya dengan tatapan penuh arti.Rey yang sedang mengunyah roti hanya bisa meringis."Mama, jangan buka rahasia aku di depan Mira, dong. Nanti dia berubah pikiran, nggak jadi nikah sama aku," ucapnya setengah bercanda.Maya tertawa kecil, tapi Mira yang baru keluar dari kamar hanya tersenyum sambil mengambil mukena."Rey, imami aku?" pinta Mira lembut.Rey menoleh cepat, seolah Mira baru saja meminta hal paling sulit dalam hidupnya."Gimana caranya? Aku hafal tiga ayat pusaka doang—Al-Falaq, An-Nas, sama Al-Ikhlas. Nggak pernah jadi imam juga," gumamnya, sedikit panik.Atmajaya yang duduk di teras terkekeh. "Makanya kalau disuruh ngaji, belajar yang bener. Jangan main tawuran aja."Mira menatap Rey, terkejut. "Tawuran?"T
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 287. Apa benar?

"Tanggung jawab apa maksudnya?" tanya Manda.Belum juga Arya menjawab pertanyaan Manda, ada yang datang.Alzam menatap sosok yang baru saja muncul di hadapannya. Armand tampak lebih tua dari yang ia ingat, namun masih menyimpan sikap ramahnya. Pria itu berjalan mendekat, menepuk bahu Alzam dengan senyum tipis."Ada apa kok jauh-jauh ke sini?"Nada suaranya ringan, seolah kunjungan mendadak ini tidak membangkitkan kecurigaan.Namun, tidak demikian dengan Arhand. Dari sudut ruangan, pria itu berdiri dengan rahang mengatup. Mata tajamnya menusuk ke arah Alzam dan Arya.“Sepertinya kalian datang bukan sekadar silaturahmi.”Alzam menarik napas. Tak ada gunanya bertele-tele. Ia menatap lurus ke arah Arhand.“Aku ingin bicara.”Arhand menyilangkan tangan di dada. “Bicara? Setelah bertahun-tahun kamu meninggalkan masalah tanpa penyelesaian?”Arya yang sejak tadi diam, akhirnya membuka suara.“Kami tidak datang untuk basa-basi. Ini tentang Agna.”Arhand terkesiap sesaat, namun buru-buru menyem
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 28. Mas kawin

Rumah keluarga Atmajaya masih ramai meski masih pagi. Maya dan Rere sibuk membahas dekorasi pernikahan, tapi Rey dan Mira punya agenda lain."Mira, kamu sudah siap?" tanya Rey, menatap Mira yang berdiri di depan cermin.Mata Rey sedikit melebar saat melihat Mira mengenakan baju yang dibelikannya diam-diam kemarin.Mira menoleh, mengangkat alis. "Terima kasih ya, tapi... kamu kok bisa tahu ukuranku, pas banget dipakainya."Rey menyeringai. "Setiap inci tubuhmu sudah terekam dalam ingatanku."Alih-alih tersenyum senang, wajah Mira justru berubah. Tatapannya penuh arti, tapi sulit ditebak.Rey berkedip. "Salah aku ngomong?"Mira tak langsung menjawab. Bibirnya sedikit mengerucut, seolah sedang berpikir keras."Kamu nggak bayangin aku yang bukan-bukan, kan?" gumamnya akhirnya, menatap Rey dengan penuh selidik. Dia tau, Rey bukan anak kecil lagi.Rey tertawa kecil. "Apa yang ada di kepalamu, Sayang? Kamu pikir aku bayangin hal begituan dengan mengenang dirimu? Mending aku tunggu nanti, pr
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 288. Kamu tak sendiri

Suasana ruangan masih mencekam. Yasmin menatap Arhand dengan napas tersengal, matanya yang dulu penuh kelembutan kini menyiratkan kekecewaan yang dalam."Aku ingin mendengar langsung darimu," katanya, suaranya tegang. "Apakah ini benar?"Arhand menelan ludah. Dadanya naik turun, pikirannya berputar, mencoba mencari celah untuk menghindar. Tapi di hadapan Yasmin, yang sekarang tidak memberi ruang untuk alasan, ia tahu tak ada tempat bersembunyi."Yasmin… aku…" suaranya lirih."Aku tidak mau dengar penjelasan berputar-putar, Arhand." Yasmin menyela, suaranya bergetar menahan emosi. "Aku hanya ingin tahu satu hal—apakah bayi itu milikmu?"Arhand masih diam.Arya menatapnya tajam, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Jawab, Arhand."Arhand menutup mata, mengusap wajah dengan telapak tangannya. Seluruh tubuhnya terasa lemas, seolah beban berton-ton baru saja diletakkan di pundaknya.Akhirnya, dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia mengaku."Ya."Seperti kaca yang jatuh dan pecah berke
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 289. Al Ihlas?

"Apa?"Rey masih menatap Mira dengan kening berkerut. Dia benar-benar tidak menyangka kalau permintaan mas kawin Mira akan seunik ini."Aku ingin kamu bacakan Ar-Rahman untukku," ulang Mira.Rey menghela napas panjang. "Mira, yang lain saja, ya? Mungkin emas, berapapun, sama seperangkat alat salat, atau. yang lebih unik kayak tanggal yang disesuaikan dengan uang."Mira menggeleng."Mungkin Surat Al-Ikhlas? Kan itu surat top banget," tawar Rey.Mira memutar bola mata. "Rey, ini impianku dari dulu. Aku pernah nonton di YouTube, ada dokter yang hafal Ar-Rahman dan membacakannya saat menikah dengan perempuan yang taaruf dengannya.""Terus?""Ya, kalau dokter saja bisa, kenapa kamu nggak? Padahal kita kenalnya udah lama, udah lengket malah. Masa kamu nggak bisa bacain buat aku?" Mira menatap Rey dengan penuh harap. Bahkan, kedua tangannya dikatupkan di depan dada seperti sedang memohon.Rey menghela napas. Kenapa Mira selalu punya ide aneh begini? Ini bukan pertama kalinya. Dan, sialnya,
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 291. Kecewa

Malam di desa Sendang Agung masih ramai dengan suara orang-orang yang baru melaksanakan tarawih. Di desa itu ada dua masjid dengan dua faham yang berbeda. Namun hidup rukun.Rey berdiri di depan rumah yang gelap dan terkunci. Tangannya menyentuh gagang pintu, berharap keajaiban terjadi—mungkin ada yang lupa mengunci, mungkin Tukiran masih di dalam. Tapi tidak mungkin, bukankah tadi mereka bersama ke masjid?Pintu benar-benar terkunci rapat.Matanya melirik ke arah masjid. Beberapa orang masih di sana, melaksanakan sholat tarowih, walau ada yang duduk rehat sebentar. Cahaya lampu menerangi wajah mereka yang penuh semangat, khusu' dalam sholatnya yang baru mulai hari ini tarowih. Salah satunya Mira, berdiri di dekat ibunya, Marni.Rey menelan ludah. Kalau masuk dari pintu depan sekarang, sudah pasti nggak enak dilihat ada yang masih di serambi rehat. Tukiran bakal mengomel soal kenapa pulang lebih cepat. Marni bakal bertanya-tanya. Dan Mira—ah, dia pasti akan memandang dengan ekspresi
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Bab 292. Khawatir

Alzam memarkir mobil di depan rumah sakit. Bangunan dua lantai itu terlihat lebih kecil dibanding rumah sakit yang sebelumnya mereka datangi.Lani turun perlahan, satu tangannya menyangga perut yang semakin membesar. Nafasnya sedikit berat.“Pelan-pelan,” Alzam mengulurkan tangan.Lani menerima uluran itu, lalu berjalan di sampingnya. Begitu masuk, hawa sejuk dari pendingin ruangan langsung menyergap. Beberapa pasien menunggu giliran di kursi antrean. Seorang perawat dengan seragam biru muda mendekat, tersenyum ramah.“Pemeriksaan kehamilan, Bu?”Lani mengangguk.“Baru pertama kali ke sini?”Alzam yang menjawab, “Iya, kami pindahan dari rumah sakit di Surabaya, Mbak.”Perawat mencatat sesuatu, lalu memberikan formulir. “Silakan isi dulu datanya.”Mereka duduk di pojok ruangan. Lani mengambil pulpen, mulai menuliskan informasi yang dibutuhkan. Nama, usia kandungan, riwayat pemeriksaan sebelumnya.Alzam melirik, membaca sekilas. “Seharusnya nggak perlu banyak tanya kalau kita bawa reka
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Bab 293. Layakkah?

Rey keluar kamar dengan langkah mantap. Seragam hijau tua itu melekat rapi di tubuhnya, menunjukkan kedisiplinan seorang tentara. Pangkat Mayor di bahunya memberi kesan berwibawa. Sepatu hitam mengkilap, semirnya sempurna, mencerminkan kebiasaan hidup yang tertata.Di meja makan, Marni yang tengah merapikan piring setelah dipakai sahur tadi, menoleh. Matanya berbinar melihat calon menantunyanya dalam balutan seragam resmi."MasyaAllah..." gumamnya, tersenyum bangga. "Kamu tampak gagah, Le."Rey tertawa kecil. "Bu, biasa saja. Jangan berlebihan. Rey jadi malu." Dia memang malu teringat apa yang terjadi semalam.Marni menggeleng. "Nggak bisa biasa. Kamu ini kebanggaan keluarga ini sekarang. "Tukiran yang duduk di ruang depan, sedang membaca Al Qur'an, menoleh pelan. Wajahnya memancarkan kebanggaan yang tak bisa disembunyikan."Tadi malam orang-orang di serambi sudah ribut soal kita yang bakal mantu habis Lebaran," katanya dengan suara berat. "Mereka semua kagum calon mantuku tentara,
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more
PREV
1
...
2728293031
...
37
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status