Home / Rumah Tangga / DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU: Chapter 131 - Chapter 140

149 Chapters

Izinkan Menebus Semuanya

"Om Ruslan ...?" ucapku berbisik setelah tahu siapa yang memukul wajahku. Punggung tangan bergerak mengusap sudut bibir bawah yang berdarah. Pukulan tadi memang sangat keras, karena itulah sudut bibirku sampai berdarah."Mau apa kamu ke mari? Mau apa lagi?!" Om Ruslan menghardik. Dia berdiri menjulang di depanku. Wajah dengan rahang mengeras itu menunjukkan bahwa ia tengah diliputi kemarahan. "Setelah tiga tahun berlalu, untuk apalagi kamu menampakkan diri pada Chiara, hah? Belum cukup kamu menyakiti dia sebelumnya? Sekarang Chiara sudah bahagia dan melupakan masa lalu yang buruk bersama kamu. Mau apalagi kamu mengganggu putri saya?!"Aku lantas berusaha bangkit, hingga akhirnya mampu berdiri sekaligus berhadapan dengannya. "Om, saya tidak bermaksud mengganggu Chia. Saya ... ke mari karena memang ingin berbicara pada kalian——""Halah! Sudahlah Fahad, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Sejak tiga tahun yang lalu, kami sudah memutuskan untuk tidak saling mengenal dengan kamu dan kel
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Kembali Begitu Cepat

Papa masih terus terisak dan terdengar begitu pilu. Aku pun hanya terdiam, membiarkan Papa menangis hingga akhirnya mulai reda."Kasihan sekali Chiara, Had. Pasti dia sangat terpukul. Kamu yang seharusnya menjaga dia dan anak itu, tapi kamu malah abai," ucap Papa dengan lirih dan sesekali isakannya kembali terdengar.Aku menyentak napas pelan. "Iya, Pa. Aku tahu aku sangat salah, tapi semua sudah terjadi. Andai bisa mengulang waktu, aku pun ingin mengulangnya, Pa. Aku pastikan, tidak akan membiarkan anak itu sampai tiada.""Apa kamu tahu kenapa cucu papa itu sampai tiada?""Aku juga sangat ingin tahu, apa penyebab kematian anakku itu, Pa. Tapi untuk bertanya pada mereka, aku tidak memiliki kesempatan. Aku ... mau pulang saja, Pa. Aku malu untuk menemui mereka lagi," jawabku apa adanya. Berterus terang pada Papa, aku rasa itu lebih baik."Had, kalau kamu pulang sebelum tahu apa yang terjadi dan kamu juga tidak menyampaikan pesan terakhir Mama. Kita hanya akan hidup dalam bayang rasa be
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Tak Bisa Lari

Setelah mendengar penjelasan sang perawat, seluruh tubuhku terasa lemas. Tanganku mencengkeram lutut, sementara kepala terasa berputar.Bayiku ... anak yang seharusnya kulindungi dengan segenap jiwa dan raga, ternyata tidak pernah sempat melihat dunia.Aku masih terpaku dalam keterkejutan, hingga sang perawat melanjutkan ceritanya."Setelah kehilangan bayinya, kondisi mental Mba Chiara sangat mengkhawatirkan, Pak," lanjutnya dengan nada lirih. "Beliau sempat dirawat cukup lama di sini, didampingi psikologi karena mengalami depresi berat. Hari-hari pertama setelah operasi, Mba Chiara pasti terbangun di malam hari, menangis tanpa suara sambil memegangi perutnya. Seolah-olah masih ada bayi di sana."Aku menelan ludah dengan susah payah. Dadaku terasa semakin sesak."Beliau menolak makan, menolak bicara dengan siapa pun, termasuk dengan keluarganya sendiri. Beberapa kali perawat mendapati Mba Chiara duduk di jendela kamarnya dengan tatapan kosong, seakan kehilangan arah dalam hidup. Itu s
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Menutup Lembaran Pahit

Aku berdiri di depan rumah mungil milik Chiara saat malam telah merayap. Seharian, aku berdiam di motel, mengumpulkan segenap keberanian dan nyali untuk bisa ada di sini seperti sekarang.Meski saat ini pun, aku berdiri di teras rumah ini dengan perasaan yang berkecamuk. Tangan kanan terkepal di sisi tubuh, sementara tangan kiri terasa gemetar.Napas pun terasa berat karena ketakutan yang kini menyergap. Takut jika kehadiranku, membuat Chiara kembali terguncang, tapi aku juga tidak bisa berdiam lebih lama.Lagi, aku mengumpulkan keberanian dalam diri, mengangkat tangan sampai akhirnya bisa mengetuk pintu.Tok. Tok. Tok.Ketukan pertama, tidak ada jawaban apapun.Aku menggigit bibir, mencoba menenangkan kegelisahan dalam hati lantas mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras.Baru saja aku menarik napas dalam-dalam, pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar.Sosok lelaki berusia lima puluhan dengan tatapan tajam berdiri di ambang pintu.Bahkan belum sempat mulutku terbuka untuk mengucapkan s
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

Akhir Segalanya

Chiara melangkah melewatiku tanpa sepatah kata, berjalan menuju taman kecil di samping rumahnya. Aku menelan ludah, menenangkan detak jantung yang tak karuan lalu mengikuti langkahnya.Udara malam terasa lebih dingin, tapi dadaku justru terasa sesak. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku sudah mempersiapkan banyak hal untuk dikatakan, tetapi begitu berada di hadapannya, semuanya terasa sia-sia.Chiara berhenti di dekat bangku kayu, tangannya meremas ujung kerudung. "Bicaralah. Saya tidak punya banyak waktu, Tuan Fahad!"Ucapannya terasa menusuk jantung. Saat dia menyebut namaku dengan embel-embel Tuan, entah kenapa rasanya menyakitkan.Bibirku kelu, hingga hanya mampu mengamati wajahnya dalam diam, mencari sesuatu di matanya—kemarahan, kebencian, atau bahkan sedikit sisa perasaan yang dulu pernah ia berikan padaku. Tapi aku tak menemukan apa pun. Hanya kutemukan kehampaan.Chiara yang berdiri di sampingku sa
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

Untuk Terakhir Kali

Langit malam membentang luas di atas kepala, gelap dan tanpa bintang. Aku berjalan lunglai menjauh dari area rumah Chiara tanpa berani menoleh ke belakang .Langkah kaki terasa begitu berat. Suara detak jantungku masih berdentum pelan, tapi rasanya kosong—tidak ada rasa, tidak ada harapan, hanya kehampaan yang menggantung di udara.Sampai kemudian aku berdiri di samping mobilku yang terparkir di sebrang rumah Chiara. Barulah ketika itu, aku berani untuk sekedar menengok ke belakang. Melihat Chiara yang mungkin masih berada di taman samping rumahnya, tapi sayangnya tempat itu sudah kosong. Hanya ada aku di sini sekarang, bersama hembusan angin yang lebih kencang dan dingin menusuk kulit.Kuhembus napas berat seraya masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan melajukan kendaraan ke arah motel kecil yang kutempati sejak datang ke kota ini. Jalanan sudah sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, tapi pikiranku terlalu penuh untuk memedulikan hal itu.Tangan kiriku mencengkeram set
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Mengingkari Janji

Mataku terpaku pada bendera kuning yang berkibar di depan rumah Chiara. Tampak orang-orang yang berbisik, langkah-langkah yang tergesa-gesa, dan aroma kemenyan yang samar-samar terbawa angin membuat dadaku terasa semakin sesak.Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanganku yang menggenggam setir kini mulai berkeringat, dan napasku terasa berat."Siapa yang meninggal?" gumamku bergetar. Pikiran buruk tak mau pergi. Aku siap keluar dari mobil, tapi seketika kesadaran menghentikannya.Aku menggeleng sambil menahan diri. Kedatanganku hanya akan membuat keributan. Akhirnya kubawa mobilku mundur, hingga berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam terhalang hanya satu rumah dengan rumah Chiara.Aku sangat gelisah. Begitu penasaran dan ingin segera tahu siapa sebenarnya yang meninggal, tapi jika aku nekat masuk ke dalam rumah Chiara, maka kedatanganku hanya akan menimbulkan masalah. Sehingga mau tak mau, dengan sabar aku menunggu di
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Pengecut tak Bernyali

Setelah satu malam disemayamkan, pagi ini aku turut menyaksikan proses pemakaman dokter muda itu. Aku berdiri di antara para pelayat lain dengan memakai masker kain menutupi hidung dan mulutku, kacamata hitam serta topi agar tidak ada yang tahu wajahku. Aku ingin menyaksikan pemakaman pagi ini tanpa menciptakan kegaduhan.Peti jenazah sudah diturunkan dan baru saja ditutup tanah merah basah. Aroma mawar dan bunga kenanga menyeruak, ditaburkan menutupi badan makam. Langit pagi ini begitu mendung, seperti isyarat bahwa bumi menerima kematian dokter muda itu.Isakan tangis tidak berhenti mengiringi. Sejak papan nisan ditancapkan, tubuh Chiara sudah ambruk di sana. Memeluk papan nisan putih bertuliskan nama sang suami. Menangis tersedu tanpa peduli pakaiannya sudah begitu kotor.Chiara masih dengan wajah yang sama—pucat, kosong, dan penuh luka. Kerudungnya tampak kusut, dan kedua tangannya bergetar saat ia menggenggam segenggam bunga mawar putih, seolah tak sanggup melepaskannya ke atas n
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

Satu Kebetulan

Yaa SiinWal-Qur`aanil-hakiim Innaka laminal-mursaliin 'Alaa shiraatim-mustaqiimTanziilal-'Aziizir-RahiimLitunzira qawmam maaa unzira aabaa`uhum fahum ghaafiluunLaqad haqqal-qawlu 'alaaa aksarihim fahum laa yu`minuun Innaa ja'alnaa fii a'naaqihim aghlaalan fahiya ilal-azqaani fahum muqmahuunWaja'alnaa mim-bayni aydiihim saddanw-wa min khalfihim saddan fa-aghshaynaahum fahum laa yubsiruun Wasawaaaun 'alayhim 'a-anzartahum am lam tunzirhum laa yuminuun....Aku duduk di sudut ruangan, membaur dengan para pelayat yang tengah melantunkan ayat-ayat suci. Wajahku setengah tertunduk, tersembunyi di balik sorban putih yang kupakai dan menutupi mulut serta hidung. Kacamata bulat bening turut terpasang.Aku tidak ingin siapa pun mengenaliku. Aku hanya ingin ada di sini, di dekatnya—meski dalam diam.Lantunan Surah Yasin terus mengalun, tetapi pikiranku justru tertuju pada sosok yang duduk tak jauh dariku, Chiara.Ia tampak begitu rapuh. Tubuhnya bersandar lemah di sofa, selang infus tam
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

Tempat Asing

Satu Minggu berlalu dengan begitu cepat.Tahlilan di rumah Chiara sudah selesai. Tidak ada malam yang ku lewatkan dalam menghadiri tahlilannya. Selain ingin mengirimkan doa terbaik untuk dokter Althaf, aku pergi pun karena ingin melihat kondisi Chiara.Perempuan itu terlihat masih lemah, tapi sedikit lebih baik dibanding hari-hari pertama kematian suaminya. Aku sudah tidak melihatnya menangis seperti malam pertama tahlilan digelar. Chiara ... terlihat lebih tegar dari sebelumnya.Malam ini, karena tidak ada lagi tahlilan, aku sengaja keluar dari rumah yang kusewa dan berdiri di seberang jalan lalu memperhatikan ke arah rumah Chiara.Aku tertegun dengan dahi berkerut."Dijual?" gumamku membaca spanduk yang terpasang menutupi jendela rumah itu.Aku sudah menduganya.Sejak kematian dokter Althaf, rumah itu pasti menyimpan terlalu banyak kenangan yang menyakitkan bagi Chiara. Dia tidak mungkin tetap tinggal di sana, di tempat yang setiap sudutnya mengingatkan pada sosok yang telah pergi.
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more
PREV
1
...
101112131415
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status