Share

Mengingkari Janji

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-08 20:00:47

Mataku terpaku pada bendera kuning yang berkibar di depan rumah Chiara. Tampak orang-orang yang berbisik, langkah-langkah yang tergesa-gesa, dan aroma kemenyan yang samar-samar terbawa angin membuat dadaku terasa semakin sesak.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanganku yang menggenggam setir kini mulai berkeringat, dan napasku terasa berat.

"Siapa yang meninggal?" gumamku bergetar. Pikiran buruk tak mau pergi. Aku siap keluar dari mobil, tapi seketika kesadaran menghentikannya.

Aku menggeleng sambil menahan diri. Kedatanganku hanya akan membuat keributan. Akhirnya kubawa mobilku mundur, hingga berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam terhalang hanya satu rumah dengan rumah Chiara.

Aku sangat gelisah. Begitu penasaran dan ingin segera tahu siapa sebenarnya yang meninggal, tapi jika aku nekat masuk ke dalam rumah Chiara, maka kedatanganku hanya akan menimbulkan masalah. Sehingga mau tak mau, dengan sabar aku menunggu di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fahriani Bidaria
gitu bnget sih Chiara kak...kasian bnget
goodnovel comment avatar
Abi Sarah
kan betul kataku thor pasti suami chiara yg meninggal,mungkin nanti akan kembali sm farhat ya thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mempelai Pengganti

    "Raka! Rakana! Keluar kamu! Jangan sembunyi, atau kubakar pelaminan di depan sana!" Suara wanita yang amat kukenali terdengar menggema. Aku yang baru saja selesai dirias oleh make up artist terkejut bukan main. Brakkk! Aku makin terkesiap, kala pintu ruangan make up di gedung tempat pernikahanku akan berlangsung hari ini, didobrak amat kencang. "Faula?" gumamku pada sosok perempuan yang berhasil menggebrak pintu tadi. Dia adalah sahabatku sejak sekolah SMA. Dulu rumahnya tepat di depan rumahku, tapi sejak satu tahun lalu dia tinggal di luar kota karena mendapatkan pekerjaan di sana. Meski begitu, kami masih sering bertukar kabar melalui ponsel. "Kamu pulang juga akhirnya," ucapku merasa senang sekaligus tak percaya. Dua minggu sebelumnya, Faula mengabarkan tidak bisa datang untuk menjadi Bridesmaids di pernikahanku karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. "Kamu tidak bisa menikah dengan Raka!" ucapnya dengan tangan yang bersilang di depan dada. Matanya seolah memindai pena

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Nahas

    "APA? Dinikahi Bang Fahad? Enggak! Gak bisa! Chiara ini calon istriku. Aku gak setuju Bang Fahad menggantikan posisiku hari ini!"PLAKKK!Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi Rakana dari sang Papa. "Tutup mulutmu! Siapa yang minta pendapatmu? Belum puas mencoreng nama baik keluarga dengan kelakukan menjijikkanmu itu, hah? Lebih kamu diam! Karena tidak ada yang meminta pendapat kamu di sini!" teriak Om Hans di depan wajah putra bungsunya itu."Pokoknya aku tetap gak setuju! Chiara calon istriku, Bang Fahad tidak boleh menikahinya!""Diam kamu! Sudah benar seharusnya kamu memang diam! Kamu harusnya bertanggungjawab atas kehamilanku ini, Raka!" Faula bersuara dengan lantang.Terdengar Rakana mendecih. "Dengar, Fau. Kamu jangan merusak hari bahagiaku dengan Chia. Aku tahu kamu memang terobsesi padaku selama ini. Kamu coba menikung Chia dari belakang untuk mendapatkanku. Tapi aku tidak mungkin sampai membuat kamu hamil! Bayi yang ada dalam perut kamu itu bukan anakku!" bantah Rakana.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Buktikan Malam Ini

    Aku termenung. Kepala menunduk menatap sandal selop bulu yang membungkus kaki. Duduk sendirian di ujung tempat tidur entah sudah berapa lama.Pesta selesai pukul lima sore tadi, lepas itu keluarga lantas berunding, dan keputusan finalnya ialah Bang Fahad memboyongku ke rumah miliknya satu jam kemudian. Papa dan Mama tentu tidak bisa menolak atau menghalangi, karena sekarang aku sudah menjadi istri orang. Kewajiban keduanya sudah selesai.Setibanya di rumah Bang Fahad, ia langsung menunjukkan kamar utama yang akan menjadi kamar kami katanya. Kamar utama ini didominasi warna putih dengan barang-barang berwarna hitam.Hingga perlahan kepalaku mendongak, kemudian menoleh ke belakang dan menatap jam weker di atas nakas yang sudah menunjuk di angka tujuh.Aku masih tidak tahu harus berbuat apa. Andai pernikahanku dan Rakana tidak batal, sudah tentu aku akan serumah dengannya. Melayaninya sebagai suami, seperti yang selalu aku bayangkan sebelum-sebelumnya.Apalagi di luar sedang diguyur huja

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Body Shaming

    "Si—siapa takut?!"Dia jual, aku borong lah!Entah seperti apa nantinya, yang jelas aku bisa membuktikan dan mematahkan tuduhan liarnya itu terhadapku.Bang Fahad tersenyum asimetris seraya menatapku tajam. Perlahan wajahnya kian diturunkan, aku bahkan bisa merasakan hembusan napasnya di wajahku. Bang Fahad makin menunduk, aku mulai merasakan sentuhan pada daun telingaku. Pun terpaan napas hangat yang membuatku merasa geli.Sialan.Dia benar-benar ingin membuktikannya malam ini juga?Detik berikutnya kulit pipiku yang merasakan sentuhan. Ujung hidungnya seolah mengabsen tiap inchi pipiku ini. Astaga, kenapa rasanya merinding?Aku tidak bisa mencegahnya. Kedua tanganku ditahan. Hingga saat ini, kepala Bang Fahad semakin turun seperti menyusup di cerukan leherku.Lagi dan lagi, napasnya terasa hangat menyentuh kulitku. Dan itu, berhasil membuat bulu kudukku meremang.Sebenarnya aku tidak siap dan ... tidak rela andai mahkotaku harus diserahkan malam ini. Apalagi dilakukan dengan orang y

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Tak Berkutik

    "Raka! Apa-apaan kamu? Minggir atau aku akan teriak!" ancamku seketika.Rakana menatapku sayu. "Teriak yang kencang, Chi. Semua ruangan di rumah Abang ini kedap suara. Teriak sampai urat lehermu putus, gak akan ada yang denger," jelasnya dengan suara terdengar lemah."Mau apa kamu?!" Aku bertanya ketus. Tidak mempedulikan jika ancamanku gagal karena aku pun baru tahu kalau ruangan-ruangan di rumah ini kedap suara.Rakana merangsek maju. Refleks aku mundur sampai punggungku membentur dinginnya dinding kamar mandi. Jujur aku takut Rakana berbuat macam-macam terhadapku."Aku gak mau apa-apa, Chi," ucapnya bersama wajah memelas. "Aku cuma mau tanya, kenapa kamu mau saat Bang Fahad menggantikan aku menikahi kamu? Kenapa, Chi? Pesta hari ini adalah pesta untuk kita. Pesta yang kita berdua siapkan dan rancang bersama-sama. Kenapa kamu membiarkan justru Bang Fahad yang menjadi suami kamu?" cecarnya tanpa rasa berdosa.Mataku membola. Memandangnya diikuti gelengan kepala."Masih bisa kamu tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bukan Barang

    "Aku diusir Papa, Chi. Makanya aku ke sini. Mobilku juga disita Papa karena itu memang masih miliknya. Aku hanya mendapat motor butut untuk bisa datang ke sini. Rumah impian kita, sudah Papamu over kredit pada orang lain. Uang muka yang sudah masuk, dibayarkan sepenuhnya, tapi semuanya diambil Papamu, Chi. Aku tidak kebagian sepeserpun. Padahal kamu ingat 'kan, DP rumah itu tujuh puluh lima persennya adalah uangku. Tapi aku hanya gigit jari. Aku kehilangan semuanya, termasuk kamu. Cintaku ...." Rakana berucap dengan lirih. Dagunya terasa bersarang di bahuku. Bohong jika aku merasa biasa saja. Bohong jika aku baik-baik saja. Rakana membuatku kesulitan menentukan sikap.Aku masih mematung. Aku pun baru tahu, kalau rumah di salah satu cluster itu sudah Papa urus. Enam bulan yang lalu, aku dan Rakana memang menandai satu rumah dengan uang muka sebagai tanda jadi. Rumah itu akan kami cicil setelah kami menikah dan langsung menempatinya. Namun rencana tinggalah rencana. Kenyataan tak seinda

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Kita Bercerai Saja

    "Kenapa kamu diam? Tidak mau? Tidak berani 'kan membuktikannya? Kamu takut kalau apa yang saya katakan adalah kebenaran? Artinya, kamu memang sudah tidak pe ra wan!" tegasnya menekan kata yang terakhir karena aku tidak menjawab tantangannya. Jika semula aku marah dan kesal, kali ini aku bertekad akan melawan ucapannya yang hanya tuduhan. "Anda ingin dilayani malam ini?" tanyaku tak gentar seraya menatap sepasang matanya. Bang Fahad mengangguk. "Huum." "Di mana otak Anda? Setelah menghina-hina, merendahkan dan menyudutkan, sekarang Anda meminta untuk dilayani? Ck," aku mendecak. "Jangan harap!" Kurasakan kedua tangan Bang Fahad di sisi tubuhku itu berubah mengepal. Bodo amat kalau dia kesal dengan ucapanku barusan. "Sudah saya duga. Kamu memang sudah tidak perawan! Benar-benar merugikan. Pesta mewah, uang untuk mahar, dan terikat dalam pernikahan, tapi hanya dapat bekas orang. Benar-benar nasib buruk!" cibirnya dengan wajah meledek. Aku tersenyum miring. "Terserah! Terserah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Rasa Itu Masih Sama

    Jari telunjukku masih berada di dalam mulut Bang Fahad, sampai pelan-pelan dikeluarkan dan cairan merah yang mengucur memang telah berkurang.Bang Fahad berlalu dan aku lagi-lagi mengibaskan jariku yang terasa perih sekarang.Bruk!Tak lama Bang Fahad datang, menghempas kotak P3K di atas kitchen set dan kembali mengambil tanganku."Nasib ... nasib kawin sama bocah ingusan!" gerutu Bang Fahad sambil berlalu membawa kotak P3K usai mengobati jariku. Kini, telunjuk tangan kiriku sudah dibalut kassa tipis.Entah obat apa saja yang tadi Bang Fahad gunakan, tapi memang mampu meredakan rasa perih yang biasanya terasa karena luka sayatan."Buruan dibikin sarapannya! Kalau cuma bengong, bisa pingsan saya!" Bang Fahad bicara sambil menyusulku di ruang dapur ini.Aku hanya mengangguk. Melanjutkan apa yang harus kukerjakan sesuai instruksi. Sampai wajan penggorengan sudah diisi nasi putih dan telur orak-arik. Bang Fahad menambahkan bumbu yang dia mau.Setelah selesai, aku coba mengaduknya. Tapi se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mengingkari Janji

    Mataku terpaku pada bendera kuning yang berkibar di depan rumah Chiara. Tampak orang-orang yang berbisik, langkah-langkah yang tergesa-gesa, dan aroma kemenyan yang samar-samar terbawa angin membuat dadaku terasa semakin sesak.Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanganku yang menggenggam setir kini mulai berkeringat, dan napasku terasa berat."Siapa yang meninggal?" gumamku bergetar. Pikiran buruk tak mau pergi. Aku siap keluar dari mobil, tapi seketika kesadaran menghentikannya.Aku menggeleng sambil menahan diri. Kedatanganku hanya akan membuat keributan. Akhirnya kubawa mobilku mundur, hingga berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam terhalang hanya satu rumah dengan rumah Chiara.Aku sangat gelisah. Begitu penasaran dan ingin segera tahu siapa sebenarnya yang meninggal, tapi jika aku nekat masuk ke dalam rumah Chiara, maka kedatanganku hanya akan menimbulkan masalah. Sehingga mau tak mau, dengan sabar aku menunggu di

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Untuk Terakhir Kali

    Langit malam membentang luas di atas kepala, gelap dan tanpa bintang. Aku berjalan lunglai menjauh dari area rumah Chiara tanpa berani menoleh ke belakang .Langkah kaki terasa begitu berat. Suara detak jantungku masih berdentum pelan, tapi rasanya kosong—tidak ada rasa, tidak ada harapan, hanya kehampaan yang menggantung di udara.Sampai kemudian aku berdiri di samping mobilku yang terparkir di sebrang rumah Chiara. Barulah ketika itu, aku berani untuk sekedar menengok ke belakang. Melihat Chiara yang mungkin masih berada di taman samping rumahnya, tapi sayangnya tempat itu sudah kosong. Hanya ada aku di sini sekarang, bersama hembusan angin yang lebih kencang dan dingin menusuk kulit.Kuhembus napas berat seraya masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan melajukan kendaraan ke arah motel kecil yang kutempati sejak datang ke kota ini. Jalanan sudah sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, tapi pikiranku terlalu penuh untuk memedulikan hal itu.Tangan kiriku mencengkeram set

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Akhir Segalanya

    Chiara melangkah melewatiku tanpa sepatah kata, berjalan menuju taman kecil di samping rumahnya. Aku menelan ludah, menenangkan detak jantung yang tak karuan lalu mengikuti langkahnya.Udara malam terasa lebih dingin, tapi dadaku justru terasa sesak. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku sudah mempersiapkan banyak hal untuk dikatakan, tetapi begitu berada di hadapannya, semuanya terasa sia-sia.Chiara berhenti di dekat bangku kayu, tangannya meremas ujung kerudung. "Bicaralah. Saya tidak punya banyak waktu, Tuan Fahad!"Ucapannya terasa menusuk jantung. Saat dia menyebut namaku dengan embel-embel Tuan, entah kenapa rasanya menyakitkan.Bibirku kelu, hingga hanya mampu mengamati wajahnya dalam diam, mencari sesuatu di matanya—kemarahan, kebencian, atau bahkan sedikit sisa perasaan yang dulu pernah ia berikan padaku. Tapi aku tak menemukan apa pun. Hanya kutemukan kehampaan.Chiara yang berdiri di sampingku sa

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Menutup Lembaran Pahit

    Aku berdiri di depan rumah mungil milik Chiara saat malam telah merayap. Seharian, aku berdiam di motel, mengumpulkan segenap keberanian dan nyali untuk bisa ada di sini seperti sekarang.Meski saat ini pun, aku berdiri di teras rumah ini dengan perasaan yang berkecamuk. Tangan kanan terkepal di sisi tubuh, sementara tangan kiri terasa gemetar.Napas pun terasa berat karena ketakutan yang kini menyergap. Takut jika kehadiranku, membuat Chiara kembali terguncang, tapi aku juga tidak bisa berdiam lebih lama.Lagi, aku mengumpulkan keberanian dalam diri, mengangkat tangan sampai akhirnya bisa mengetuk pintu.Tok. Tok. Tok.Ketukan pertama, tidak ada jawaban apapun.Aku menggigit bibir, mencoba menenangkan kegelisahan dalam hati lantas mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras.Baru saja aku menarik napas dalam-dalam, pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar.Sosok lelaki berusia lima puluhan dengan tatapan tajam berdiri di ambang pintu.Bahkan belum sempat mulutku terbuka untuk mengucapkan s

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Tak Bisa Lari

    Setelah mendengar penjelasan sang perawat, seluruh tubuhku terasa lemas. Tanganku mencengkeram lutut, sementara kepala terasa berputar.Bayiku ... anak yang seharusnya kulindungi dengan segenap jiwa dan raga, ternyata tidak pernah sempat melihat dunia.Aku masih terpaku dalam keterkejutan, hingga sang perawat melanjutkan ceritanya."Setelah kehilangan bayinya, kondisi mental Mba Chiara sangat mengkhawatirkan, Pak," lanjutnya dengan nada lirih. "Beliau sempat dirawat cukup lama di sini, didampingi psikologi karena mengalami depresi berat. Hari-hari pertama setelah operasi, Mba Chiara pasti terbangun di malam hari, menangis tanpa suara sambil memegangi perutnya. Seolah-olah masih ada bayi di sana."Aku menelan ludah dengan susah payah. Dadaku terasa semakin sesak."Beliau menolak makan, menolak bicara dengan siapa pun, termasuk dengan keluarganya sendiri. Beberapa kali perawat mendapati Mba Chiara duduk di jendela kamarnya dengan tatapan kosong, seakan kehilangan arah dalam hidup. Itu s

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Kembali Begitu Cepat

    Papa masih terus terisak dan terdengar begitu pilu. Aku pun hanya terdiam, membiarkan Papa menangis hingga akhirnya mulai reda."Kasihan sekali Chiara, Had. Pasti dia sangat terpukul. Kamu yang seharusnya menjaga dia dan anak itu, tapi kamu malah abai," ucap Papa dengan lirih dan sesekali isakannya kembali terdengar.Aku menyentak napas pelan. "Iya, Pa. Aku tahu aku sangat salah, tapi semua sudah terjadi. Andai bisa mengulang waktu, aku pun ingin mengulangnya, Pa. Aku pastikan, tidak akan membiarkan anak itu sampai tiada.""Apa kamu tahu kenapa cucu papa itu sampai tiada?""Aku juga sangat ingin tahu, apa penyebab kematian anakku itu, Pa. Tapi untuk bertanya pada mereka, aku tidak memiliki kesempatan. Aku ... mau pulang saja, Pa. Aku malu untuk menemui mereka lagi," jawabku apa adanya. Berterus terang pada Papa, aku rasa itu lebih baik."Had, kalau kamu pulang sebelum tahu apa yang terjadi dan kamu juga tidak menyampaikan pesan terakhir Mama. Kita hanya akan hidup dalam bayang rasa be

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Izinkan Menebus Semuanya

    "Om Ruslan ...?" ucapku berbisik setelah tahu siapa yang memukul wajahku. Punggung tangan bergerak mengusap sudut bibir bawah yang berdarah. Pukulan tadi memang sangat keras, karena itulah sudut bibirku sampai berdarah."Mau apa kamu ke mari? Mau apa lagi?!" Om Ruslan menghardik. Dia berdiri menjulang di depanku. Wajah dengan rahang mengeras itu menunjukkan bahwa ia tengah diliputi kemarahan. "Setelah tiga tahun berlalu, untuk apalagi kamu menampakkan diri pada Chiara, hah? Belum cukup kamu menyakiti dia sebelumnya? Sekarang Chiara sudah bahagia dan melupakan masa lalu yang buruk bersama kamu. Mau apalagi kamu mengganggu putri saya?!"Aku lantas berusaha bangkit, hingga akhirnya mampu berdiri sekaligus berhadapan dengannya. "Om, saya tidak bermaksud mengganggu Chia. Saya ... ke mari karena memang ingin berbicara pada kalian——""Halah! Sudahlah Fahad, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Sejak tiga tahun yang lalu, kami sudah memutuskan untuk tidak saling mengenal dengan kamu dan kel

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Bisa Kembali Bertemu

    Minuman pesananku baru saja datang, padahal aku berniat untuk berniat. Terpaksa aku menyeruputnya meski sedikit. Karena sudah dibayar, aku pun segera bangkit. Meninggalkan meja dan buru-buru keluar dari resto itu. Masuk ke dalam mobilku lalu duduk di balik setir kemudi. Melepas masker penutup wajah serta topi.Kepala refleks bersandar pada kursi. Obrolan sepasang suami istri tadi terbayang lagi. Aku tidak sanggup lama-lama berada di sana dan terus menguping semuanya. Makin lama hatiku makin nyeri mendengarnya. Bagaimana mereka tampaknya begitu saling menyayangi dan melindungi satu sama lain."Chiara sudah bahagia. Apa aku pulang saja tanpa pernah menemuinya? Karena untuk apalagi aku bertemu? Chiara sudah memiliki kehidupan lain," gumamku dengan tangan mencengkram setir kemudi.Aku sendiri gamang, entah harus bagaimana. Pesan terakhir Mama adalah memintaku untuk meminta maaf pada Chiara dan keluarganya. Tapi aku tidak yakin, Chiara mau bertemu denganku, apalagi keluarganya. Aku sadar k

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Apa Masih Pantas?

    Aku terduduk lesu dengan kedua kaki menekuk, wajahku tenggelam di antara lengan yang bertumpu. Tak kuasa aku menahan tangis, hingga tergugu sendirian di samping pusara anakku sendiri.Apa yang sudah terjadi tiga tahun ke belakang? Apa yang sudah Chiara dan kandungannya lalui? Bagaimana bisa aku mengabaikan mereka hingga kenyataan saat ini benar-benar menamparku.Darah dagingku sudah tiada tanpa aku ketahui. Apa dia sakit? Atau kecelakaan? Atau hal apa yang sudah membuatnya kembali begitu cepat kepada Sang Pencipta?Aku mengangkat wajah yang basah dan mengusapnya meski belum puas menangis. Tanganku kembali terulur pada nisan dari marmer hitam itu dan mengusapnya."Assalamualaikum, Nak ...," ucapku lirih. Aku bahkan baru sadar, kalau aku belum mengucapkan salam sejak mendatangi makam ini."Ini ... papa kamu, Nak. Maaf, papa bahkan baru bisa datang sekarang. Papa pikir kamu sudah tumbuh menggemaskan, tapi ternyata ...." Bibirku rasanya kelu untuk melanjutkan.Aku berusaha untuk meredam t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status