Share

Tak Bisa Lari

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2025-02-05 12:18:57

Setelah mendengar penjelasan sang perawat, seluruh tubuhku terasa lemas. Tanganku mencengkeram lutut, sementara kepala terasa berputar.

Bayiku ... anak yang seharusnya kulindungi dengan segenap jiwa dan raga, ternyata tidak pernah sempat melihat dunia.

Aku masih terpaku dalam keterkejutan, hingga sang perawat melanjutkan ceritanya.

"Setelah kehilangan bayinya, kondisi mental Mba Chiara sangat mengkhawatirkan, Pak," lanjutnya dengan nada lirih. "Beliau sempat dirawat cukup lama di sini, didampingi psikologi karena mengalami depresi berat. Hari-hari pertama setelah operasi, Mba Chiara pasti terbangun di malam hari, menangis tanpa suara sambil memegangi perutnya. Seolah-olah masih ada bayi di sana."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Dadaku terasa semakin sesak.

"Beliau menolak makan, menolak bicara dengan siapa pun, termasuk dengan keluarganya sendiri. Beberapa kali perawat mendapati Mba Chiara duduk di jendela kamarnya dengan tatapan kosong, seakan kehilangan arah dalam hidup. Itu s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Dewi RAMADHAN
...️...️...️...️...️...️...️...️
goodnovel comment avatar
Michelle Salsabilla
selamat ya.. thor.. atas lahiran dek bay.. nya sht" ya thor sukses selalu ...
goodnovel comment avatar
Rahman Nita
maa syaa Allah barokallah fiik kak... semoga debay & ibunya sehat selalu, aamiin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Menutup Lembaran Pahit

    Aku berdiri di depan rumah mungil milik Chiara saat malam telah merayap. Seharian, aku berdiam di motel, mengumpulkan segenap keberanian dan nyali untuk bisa ada di sini seperti sekarang.Meski saat ini pun, aku berdiri di teras rumah ini dengan perasaan yang berkecamuk. Tangan kanan terkepal di sisi tubuh, sementara tangan kiri terasa gemetar.Napas pun terasa berat karena ketakutan yang kini menyergap. Takut jika kehadiranku, membuat Chiara kembali terguncang, tapi aku juga tidak bisa berdiam lebih lama.Lagi, aku mengumpulkan keberanian dalam diri, mengangkat tangan sampai akhirnya bisa mengetuk pintu.Tok. Tok. Tok.Ketukan pertama, tidak ada jawaban apapun.Aku menggigit bibir, mencoba menenangkan kegelisahan dalam hati lantas mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras.Baru saja aku menarik napas dalam-dalam, pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar.Sosok lelaki berusia lima puluhan dengan tatapan tajam berdiri di ambang pintu.Bahkan belum sempat mulutku terbuka untuk mengucapkan s

    Last Updated : 2025-02-06
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Akhir Segalanya

    Chiara melangkah melewatiku tanpa sepatah kata, berjalan menuju taman kecil di samping rumahnya. Aku menelan ludah, menenangkan detak jantung yang tak karuan lalu mengikuti langkahnya.Udara malam terasa lebih dingin, tapi dadaku justru terasa sesak. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku sudah mempersiapkan banyak hal untuk dikatakan, tetapi begitu berada di hadapannya, semuanya terasa sia-sia.Chiara berhenti di dekat bangku kayu, tangannya meremas ujung kerudung. "Bicaralah. Saya tidak punya banyak waktu, Tuan Fahad!"Ucapannya terasa menusuk jantung. Saat dia menyebut namaku dengan embel-embel Tuan, entah kenapa rasanya menyakitkan.Bibirku kelu, hingga hanya mampu mengamati wajahnya dalam diam, mencari sesuatu di matanya—kemarahan, kebencian, atau bahkan sedikit sisa perasaan yang dulu pernah ia berikan padaku. Tapi aku tak menemukan apa pun. Hanya kutemukan kehampaan.Chiara yang berdiri di sampingku sa

    Last Updated : 2025-02-06
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Untuk Terakhir Kali

    Langit malam membentang luas di atas kepala, gelap dan tanpa bintang. Aku berjalan lunglai menjauh dari area rumah Chiara tanpa berani menoleh ke belakang .Langkah kaki terasa begitu berat. Suara detak jantungku masih berdentum pelan, tapi rasanya kosong—tidak ada rasa, tidak ada harapan, hanya kehampaan yang menggantung di udara.Sampai kemudian aku berdiri di samping mobilku yang terparkir di sebrang rumah Chiara. Barulah ketika itu, aku berani untuk sekedar menengok ke belakang. Melihat Chiara yang mungkin masih berada di taman samping rumahnya, tapi sayangnya tempat itu sudah kosong. Hanya ada aku di sini sekarang, bersama hembusan angin yang lebih kencang dan dingin menusuk kulit.Kuhembus napas berat seraya masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan melajukan kendaraan ke arah motel kecil yang kutempati sejak datang ke kota ini. Jalanan sudah sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, tapi pikiranku terlalu penuh untuk memedulikan hal itu.Tangan kiriku mencengkeram set

    Last Updated : 2025-02-07
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mengingkari Janji

    Mataku terpaku pada bendera kuning yang berkibar di depan rumah Chiara. Tampak orang-orang yang berbisik, langkah-langkah yang tergesa-gesa, dan aroma kemenyan yang samar-samar terbawa angin membuat dadaku terasa semakin sesak.Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanganku yang menggenggam setir kini mulai berkeringat, dan napasku terasa berat."Siapa yang meninggal?" gumamku bergetar. Pikiran buruk tak mau pergi. Aku siap keluar dari mobil, tapi seketika kesadaran menghentikannya.Aku menggeleng sambil menahan diri. Kedatanganku hanya akan membuat keributan. Akhirnya kubawa mobilku mundur, hingga berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam terhalang hanya satu rumah dengan rumah Chiara.Aku sangat gelisah. Begitu penasaran dan ingin segera tahu siapa sebenarnya yang meninggal, tapi jika aku nekat masuk ke dalam rumah Chiara, maka kedatanganku hanya akan menimbulkan masalah. Sehingga mau tak mau, dengan sabar aku menunggu di

    Last Updated : 2025-02-08
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Pengecut tak Bernyali

    Setelah satu malam disemayamkan, pagi ini aku turut menyaksikan proses pemakaman dokter muda itu. Aku berdiri di antara para pelayat lain dengan memakai masker kain menutupi hidung dan mulutku, kacamata hitam serta topi agar tidak ada yang tahu wajahku. Aku ingin menyaksikan pemakaman pagi ini tanpa menciptakan kegaduhan.Peti jenazah sudah diturunkan dan baru saja ditutup tanah merah basah. Aroma mawar dan bunga kenanga menyeruak, ditaburkan menutupi badan makam. Langit pagi ini begitu mendung, seperti isyarat bahwa bumi menerima kematian dokter muda itu.Isakan tangis tidak berhenti mengiringi. Sejak papan nisan ditancapkan, tubuh Chiara sudah ambruk di sana. Memeluk papan nisan putih bertuliskan nama sang suami. Menangis tersedu tanpa peduli pakaiannya sudah begitu kotor.Chiara masih dengan wajah yang sama—pucat, kosong, dan penuh luka. Kerudungnya tampak kusut, dan kedua tangannya bergetar saat ia menggenggam segenggam bunga mawar putih, seolah tak sanggup melepaskannya ke atas n

    Last Updated : 2025-02-09
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Satu Kebetulan

    Yaa SiinWal-Qur`aanil-hakiim Innaka laminal-mursaliin 'Alaa shiraatim-mustaqiimTanziilal-'Aziizir-RahiimLitunzira qawmam maaa unzira aabaa`uhum fahum ghaafiluunLaqad haqqal-qawlu 'alaaa aksarihim fahum laa yu`minuun Innaa ja'alnaa fii a'naaqihim aghlaalan fahiya ilal-azqaani fahum muqmahuunWaja'alnaa mim-bayni aydiihim saddanw-wa min khalfihim saddan fa-aghshaynaahum fahum laa yubsiruun Wasawaaaun 'alayhim 'a-anzartahum am lam tunzirhum laa yuminuun....Aku duduk di sudut ruangan, membaur dengan para pelayat yang tengah melantunkan ayat-ayat suci. Wajahku setengah tertunduk, tersembunyi di balik sorban putih yang kupakai dan menutupi mulut serta hidung. Kacamata bulat bening turut terpasang.Aku tidak ingin siapa pun mengenaliku. Aku hanya ingin ada di sini, di dekatnya—meski dalam diam.Lantunan Surah Yasin terus mengalun, tetapi pikiranku justru tertuju pada sosok yang duduk tak jauh dariku, Chiara.Ia tampak begitu rapuh. Tubuhnya bersandar lemah di sofa, selang infus tam

    Last Updated : 2025-02-11
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Tempat Asing

    Satu Minggu berlalu dengan begitu cepat.Tahlilan di rumah Chiara sudah selesai. Tidak ada malam yang ku lewatkan dalam menghadiri tahlilannya. Selain ingin mengirimkan doa terbaik untuk dokter Althaf, aku pergi pun karena ingin melihat kondisi Chiara.Perempuan itu terlihat masih lemah, tapi sedikit lebih baik dibanding hari-hari pertama kematian suaminya. Aku sudah tidak melihatnya menangis seperti malam pertama tahlilan digelar. Chiara ... terlihat lebih tegar dari sebelumnya.Malam ini, karena tidak ada lagi tahlilan, aku sengaja keluar dari rumah yang kusewa dan berdiri di seberang jalan lalu memperhatikan ke arah rumah Chiara.Aku tertegun dengan dahi berkerut."Dijual?" gumamku membaca spanduk yang terpasang menutupi jendela rumah itu.Aku sudah menduganya.Sejak kematian dokter Althaf, rumah itu pasti menyimpan terlalu banyak kenangan yang menyakitkan bagi Chiara. Dia tidak mungkin tetap tinggal di sana, di tempat yang setiap sudutnya mengingatkan pada sosok yang telah pergi.

    Last Updated : 2025-02-19
  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   POV CHIARA

    POV CHIARA #Waktu tujuh hari berjalan dengan begitu lambat. Di mana setiap malamnya aku harus menghadapi kenyataan dengan adanya acara tahlilan di rumahku. Rumah yang selama satu tahun ini aku tempati bersama Mas Althaf.Tempat yang setiap sudutnya menguarkan aroma tubuh dari laki-laki itu, membuat dadaku sesak dan rasanya aku ingin menyusulnya saja.Aku tidak sanggup lebih lama menempati rumah itu seorang diri, karena setiap jengkalnya membangkitkan kenangan bersama Mas Althaf.Laki-laki yang menikahiku satu tahun lalu. Laki-laki yang telah membawa pelangi serta semangat dalam hidupku yang semula gelap dan hancur usai kematian bayi yang sedang aku kandung karena kecelakaan.Setelah aku memutuskan untuk memulai hidup baru tanpa bayang-bayang Bang Fahad, setelah aku mengikhlaskan hubungan kami yang baru seumur jagung itu, aku masih baik-baik saja.Aku juga mampu menjaga kandunganku yang semula d

    Last Updated : 2025-02-19

Latest chapter

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Mereka Itu ....

    Seharian kami menghabiskan waktu di luar vila. Hingga tiba malam hari dan rupanya aku sempat tertidur. Aku terbangun karena suara gaduh dari dapur.Begitu keluar dari kamar, aku menemukan Bang Fahad berdiri dengan celemek bunga-bunga dan di tangannya ada mixer yang sedang menyala.“Abang ngapain?” tanyaku sambil menahan tawa.Dia menoleh dengan ekspresi penuh percaya diri, walau sedikit tepung menempel di pipinya. “Saya lagi bikin kue buat istri tercinta.”Mataku menyipit. “Bikin kue? Emang bisa?”“Bisa dong. Bisa gagal juga sih, tapi ... niatnya aja udah manis kan?”Aku tertawa sambil berjalan mendekat. “Tepungnya aja nempel di hidung. Udah kayak badut ulang tahun.”Dia nyengir, lalu tiba-tiba mencolekkan sedikit adonan dalam wadah ke ujung hidungku. “Nah, sekarang kita kembar.”“Bang! Ini lengket tau!” Aku coba membersihkannya, tapi dia malah kabur ke ruang tengah setelah menyemburkan lagi tepung ke arahku, membuatku harus mengejarnya sambil tertawa-tawa.“Kalau kamu bisa nangkep sa

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Apapun Terasa Indah

    Usai sarapan dan sedikit bersantai di teras vila, Bang Fahad menggandeng tanganku menuju dermaga kecil di belakang vila. Terdapat sebuah perahu kayu mungil sudah terikat di sana, mengapung tenang di atas danau yang berkilau di bawah sinar matahari siang.“Mau keliling danau pakai perahunya?” tanyanya sambil menatapku penuh semangat.Aku menatapnya ragu. "Abang yakin bisa mendayung? Jangan-jangan baru mulai udah nyangkut di tengah.”Dia tertawa renyah, lalu meraih pelampung untukku. “Kalau bersama kamu, saya mendadak seperti petugas damkar, apapun pasti bisa saya lakukan."Kami lantas naik ke perahu pelan-pelan. Perahu mulai bergerak perlahan, menyisakan riak kecil yang tenang di permukaan air.Aku duduk di ujung yang berhadapan langsung dengan Bang Fahad, sementara dia mulai mengayuh dengan tenang dan teratur.Angin menerpa wajah kami, lembut dan menenangkan. Pemandangan sekeliling terasa seperti lukisan hidup, pepohonan rindang, suara burung dari kejauhan, dan sinar matahari yang men

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Siap Mencintai

    Satu bulan usai malam paling romantis itu, kami akhirnya berangkat. Keadaanku tiap harinya kian membaik. Aku sudah mampu berjalan dengan normal lagi, meski sesekali masih ada sakit yang terasa.Hari ini kamu pergi. Bukan ke luar negeri, bukan pula ke kota besar yang ramai dan gemerlap. Hanya ke sebuah vila tersembunyi di daerah perbukitan, tempat di mana suara alam jauh lebih lantang daripada deru kendaraan. Tempat yang dipilih Bang Fahad sendiri, tempat yang katanya sudah lama ingin ia kunjungi bersamaku.Perjalanan kami ditemani udara sejuk dan senyum yang tak pernah lepas dari wajah kami. Aku duduk di kursi penumpang sambil sesekali meliriknya, dan setiap kali itu terjadi, Bang Fahad selalu sempat menangkap pandanganku.“Kamu ngelihatin saya terus, kenapa?” tanyanya sambil nyengir, matanya masih fokus ke jalan.Aku mengangkat bahu dengan wajah sok polos. “Salah, ya? Ngelihatin suami sendiri?”Dia tertawa kecil. “Enggak. Cuma takut kamu gak kuat nahan rasa cinta aja, nanti meledak d

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Menulis Cerita Baru

    Waktu terasa lambat saat aku harus hidup bergantung di kursi roda. Tidak ada hari yang terlewat tanpa obat dan terapi. Tidak ada waktu yang berlalu tanpa bantuan dari Bang Fahad padaku. Hingga detik ini, terhitung sudah lima bulan aku menjalani semuanya. Dukungan dan kesetiaan Bang Fahad tidak perlu diragukan. Dia ada di setiap saat aku membutuhkannya.Tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Pelan tapi pasti, aku sudah mulai bisa berjalan meski hanya baru di dalam rumah. Keadaanku berangsur membaik dan semua ini tidak lepas dari dukungan penuh Bang Fahad selama aku menjalani terapi."Saya senang, akhirnya kamu bisa jalan lagi, meski masih pelan-pelan," ucap Bang Fahad saat kami duduk bersama di sofa ruang televisi pagi hari setelah selesai sarapan."Semua karena bantuan Abang juga. Kalau tanpa Abang, aku gak yakin bisa membaik seperti ini," jawabku apa adanya.Bang Fahad tampak menggeleng. "Enggak, Chi. Semua karena usaha dan kegigihan kamu juga.

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Tidak Harus Sempurna

    Hari demi hari berlalu.Aku belum juga mampu berjalan. Hidupku masih terus bergantung pada kursi roda, tetapi gips yang semula membungkus kakiku sudah dilepaskan. Pergelangan kakiku tidak sempurna bentuknya. Aku masih harus menjalani terapi dan Bang Fahad merawatku dengan sangat telaten selama ini.Seperti pagi ini, dia sudah membawa semangkuk bubur hangat ke kamar dan bersiap menyuapiku. Namun, aku menundanya."Kamu belum laper?" tanya Bang Fahad yang duduk di sisi tempat tidur.Aku menggeleng pelan. "Belum. Tapi ... aku ngerasa gerah banget. Boleh gak minta tolong?"Dia menatapku penuh perhatian. "Boleh, dong. Kamu mau apa?""Aku pengen mandi dulu, mau keramas."Dia mengangguk mantap. "Oke. Ayo, saya bantu."Bang Fahad bergerak cepat menggulung lengan kausnya, mengambil baskom dari lemari kecil, handuk bersih, dan sampo favoritku yang disimpan di rak pojok."Emm, saya gendong aja ya?" tanyanya setelah

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Senja yang Indah

    Pelukan itu masih bertahan.Lama.Seakan tidak ada kata yang lebih tepat selain diam yang saling menyampaikan isi hati. Aku bisa mendengar detak jantungnya yang tenang, ritmenya menyatu dengan napasku yang perlahan mulai normal kembali. Tak ada luka yang benar-benar hilang, tapi pagi ini aku merasa luka itu mulai sembuh lewat cara yang tak pernah kusangka.Setelah beberapa menit, Bang Fahad melepaskan pelukan. Ia menatapku, dan masih dengan sorot rasa bersalah. "Chi?"Aku mengangkat dagu, menatapnya balik.“Boleh saya mulai dari awal?” tanyanya. “Tidak harus langsung. Tidak perlu buru-buru. Tapi ... boleh saya temani kamu dari awal lagi? Belajar ulang tentang kamu, tentang kita?”Jantungku berdetak lebih cepat. Bukan karena gugup, tapi karena pertanyaan itu seperti angin sejuk yang datang setelah badai panjang di musim penghujan.Aku tersenyum kecil. “Mulai dari awal sekali?”D

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Lari ke Pelukanmu

    Malam ini seakan menjadi saksi bisu dari dua hati yang pernah patah dan kini saling menopang. Tidak sempurna, tidak juga langsung sembuh. Tapi setidaknya, kami sepakat untuk saling menggenggam.Bang Fahad mengantarku kembali ke kamar. Sesampainya di ranjang, dia membantu dengan lembut saat aku berpindah dari kursi roda. Tak banyak kata, hanya gerakan-gerakan penuh kehati-hatian yang membuat dadaku hangat.Saat aku sudah rebah dan selimut menutupi tubuh, Bang Fahad duduk di sisi ranjang, tak langsung pergi. Tangannya masih menggenggam jemariku erat, seolah enggan melepas."Kalau kamu butuh apa-apa, panggil saya ya," ucapnya pelan.Aku hanya mengangguk. Suaraku seolah tertinggal di ruang doa tadi. Dia kemudian berdiri, tapi sebelum melangkah ke luar, aku menahannya dengan satu kalimat sederhana."Bang ... boleh duduk di sini sebentar lagi?"Dia menoleh. Wajahnya menegang sesaat, sebelum melunak dan kembali duduk di kursi samping tempat tidurku."Sebentar aja, ya?" Aku menatapnya ragu.B

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Sembuh Bersama

    Aku merasa ada yang runtuh dari dalam diriku. Tembok tinggi yang aku bangun perlahan mulai retak-retak oleh ucapannya yang penuh harap dan doa yang lirih.Air mataku jatuh begitu saja tanpa bisa dicegah. Mungkin ini bukan karena kasihan. Tapi lebih pada ... aku tak pernah menyangka ada seseorang yang begitu bersungguh-sungguh meminta kesempatan kedua, bahkan ketika dia tahu tak ada jaminan untuk diterima.Tanganku gemetar saat menyentuh pegangan kursi roda. Ingin rasanya aku putar balik, kembali ke kamar dan pura-pura tak pernah mendengar apa pun tadi. Tapi langkahnya yang kini berdiri, menoleh, dan langsung terpaku melihatku di sana membuat semuanya terlambat."Chi?" ucapnya sambil buru-buru mengusap wajah, seolah tak ingin aku melihat bekas air matanya. Dia melipat sajadah dengan cepat, lalu menyalakan lampu ruangan hingga terang benderang. Dia berlari, sampai berjongkok di depan kursi rodaku."Ada apa? Kenapa kamu ke luar kamar? Kamu perlu apa? Air minum kamu habis?" Dia mencecar d

  • DINIKAHI CALON KAKAK IPARKU   Aku Kalah

    "Selamat datang di rumah."Bang Fahad berucap dengan begitu lembut ketika baru saja sampai di ruang tamu. Setelah satu Minggu dirawat di rumah sakit, pagi ini aku sudah kembali ke rumah."Kamu mau langsung istirahat dulu di kamar atau makan dulu?" tawar Bang Fahad lagi. Namun, aku belum bereaksi. Aku yang duduk di kursi roda, hanya menatap lurus ke depan. Jujur saja aku merasa kesal karena harus bergantung padanya. "Gak usah sok baik, Bang!" ucapku akhirnya dengan pandangan masih lurus ke arah depan. Kejadian perampokan malam itu, masih sering berkelebat dalam pikiranku. Karena kejadian itu, aku kehilangan mobil, ponsel dan dompet dalam tas. Papa yang sudah mencoba mengusutnya di pihak berwajib, tapi belum menemukan titik terang.Bang Fahad tiba-tiba berjongkok di depan kursi rodaku. Sempat pandangan mata kami bertemu, sebelum kemudian aku memalingkan wajah. Namun saat itu pula, aku malah teringat bagaimana dia menjagaku selam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status