Home / Romansa / Terjerat Cinta CEO Dingin / Chapter 221 - Chapter 230

All Chapters of Terjerat Cinta CEO Dingin: Chapter 221 - Chapter 230

249 Chapters

Bab 221: Jago Bela Diri Semua

Clara langsung berhambur ke pelukan Stevan, langkahnya cepat seperti angin yang berlari ke arah cakrawala. Pelukan itu begitu erat, seolah-olah jika ia melepaskannya, dunia akan runtuh.Harumnya begitu akrab, membangkitkan ribuan kenangan yang tertidur di sudut hatinya selama delapan tahun terakhir.Stevan terkekeh kecil, suara tawanya yang hangat seperti matahari pagi yang membelai dedaunan embun.Ia membiarkan wanita muda itu melingkarkan lengannya di tubuhnya dengan begitu erat, menikmati kehangatan yang selama ini ia rindukan.“Uncle jahat! Delapan tahun tidak pernah pulang sekali pun,” gumam Clara dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca, memukul-mukul dadanya dengan lembut.“Sorry,” balas Stevan, suaranya terdengar penuh penyesalan, namun ada kelembutan di sana.Tangannya bergerak pelan, menyusuri surai rambut Clara yang halus, memberikan sentuhan yang mampu meredakan segala keresahan di hatinya.Clara hanya mempererat pelukannya, mengabaikan tatapan geli dari kedua orang tuan
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 222: Tunggu Aku Pulang

Rooftop yang sunyi itu diselimuti aroma melankolia, angin malam berembus pelan, membawa serta keharuman samar dari bunga-bunga liar yang tumbuh di tepi atap.Clara meneguk minuman sari melon dari gelas transparan di tangannya, matanya menatap jauh ke dalam kegelapan malam, seolah mencari jawaban yang tak pernah datang."Berapa lama Uncle di sini?" Suaranya lembut, seperti bisikan angin, namun cukup kuat untuk menyentuh hati yang mendengarnya.Stevan menarik napas panjang, matanya menyapu langit yang dihiasi bintang-bintang seperti taburan berlian di kanvas hitam. "Hanya satu minggu, Clara," jawabnya dengan nada datar yang mengandung rasa letih yang sulit dijelaskan.Clara terdiam. Ia menunduk sejenak, lalu kembali menatap ke depan, tempat gedung-gedung tinggi berdiri seperti raksasa tak berjiwa."Ayahmu terlalu memforsilmu, Uncle," ujarnya dengan nada yang mulai mengeras, seperti bara api kecil yang siap berkobar. "Bukankah dia memiliki seorang putra? Kenapa tidak dia saja yang kerja
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

Bab 223: Kemarahan Stevan

Satu minggu berlalu dalam kesenyapan yang melekat seperti embun pagi di jendela kaca, dingin dan penuh tanda tanya yang tak terjawab.Di ruang kerjanya yang luas namun terasa sempit oleh bayang-bayang beban, Stevan termenung, tenggelam dalam ketenangan yang justru lebih berisik daripada gemuruh kota.“Bersiaplah, Stevan. Rapat pemegang saham akan segera dimulai.” Suara Lisa—sang ibu—pecah seperti lonceng di udara sunyi.Wanita itu melangkah masuk dengan elegansi seorang ratu, tatapannya tajam seperti pisau yang mencoba menembus kabut pikiran Stevan.Stevan mengalihkan pandangannya perlahan, menatap ibunya dengan ekspresi yang sulit ditebak, lalu menghela napas panjang—napas yang seolah membawa beban dunia.“Apa yang terjadi selama aku di New York selama satu minggu kemarin, Ibu?” tanyanya, suaranya seperti angin yang berbisik di sela dedaunan musim gugur.Lisa menaikkan alis, memberikan pandangan yang tak kalah tajam. “Berjalan seperti biasanya, Stevan. Ayahmu menghandle semua pekerja
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 224: Sudah Mencuri semua Ide milik Stevan

"Aku minta maaf, Stevan." Lisa memandang wajah anaknya yang menyiratkan kekecewaan begitu dalam, seolah-olah seluruh dunia telah meruntuhkan tembok-tembok harapan yang ia bangun.Namun, sinar matanya tidak menunjukkan getaran penyesalan. Bibirnya mengucap maaf, tetapi jiwanya tetap dingin seperti angin musim gugur yang menghempaskan daun-daun tanpa ampun."Kau pun tahu jika aku tidak memiliki kuasa atas keputusan Randy," ucap Lisa, suaranya lembut namun kosong, seperti angin yang berbisik di sela pepohonan mati.Stevan berdiri kaku di depannya, tangannya terkepal erat hingga buku-bukunya memutih, menyimpan amarah yang mendidih seperti magma yang siap meletus."Kalian semua penjahat! Tidak punya hati!" Teriaknya, suaranya menggema seperti petir yang memecah langit kelam.Matanya menatap ibunya dengan amarah yang tak mampu ia sembunyikan, meski dalam hatinya terselip rasa pedih yang tak terlukiskan."Aku sudah berusaha keras membangun perusahaan suamimu, dan ini balasan yang kau berikan
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 225:Kembali ke Rumah Ternyaman

Malam itu, Stevan memutuskan kembali ke New York, meninggalkan hiruk-pikuk rapat pemegang saham yang hanya menyisakan rasa muak di dadanya. Perjalanan panjang selama tujuh jam terasa seperti lorong tanpa ujung, membawa pikirannya melayang pada wajah-wajah yang tak pernah benar-benar hilang dari benaknya. Ketika ia tiba di pagi hari, langit masih kelabu, seperti menyimpan rahasia dingin yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang terjaga.Ia berdiri di depan sebuah rumah megah yang menjulang angkuh, rumah milik kakak angkatnya—Mark. Udara pagi yang menusuk kulit seperti menggigit tulang, tetapi Stevan hanya menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir beban yang menggantung berat di dadanya.Pintu utama terbuka, dan Samuel muncul dari dalam, wajahnya yang segar bercampur kebingungan. “Uncle Stevan?” panggilnya dengan suara riang sebelum menghampiri dan memeluk pria yang selama ini ia kagumi. Pelukan itu, meski hangat, tak mampu mengusir bayang suram di mata Stevan.“Apa kabar, Sam?
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 226: Entah apa yang Akan Mark Lakukan

“Keluargamu hanya memanfaatkan prestasi dan kreativitasmu, Stevan. Aku rasa, sebaiknya jangan datang lagi ke sana sebab kau hanya akan dijadikan babu di sana.” Kata-kata Mark meluncur seperti palu yang menghantam permukaan kaca, tegas dan tanpa kompromi. Sorot matanya tajam, penuh dengan keprihatinan yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ia mendengarkan cerita Stevan dengan cermat, tetapi tak bisa menyembunyikan bara kecil yang membakar dadanya.Stevan hanya menundukkan kepala, jemarinya yang kokoh meremas sandaran kursi di depannya. Wajahnya tertunduk, bayangan lampu mengguratkan kelelahan di bawah matanya yang cekung. “Aku sudah memutuskan, Kak,” ucapnya dengan suara yang hampir berbisik, seolah tak ingin kata-katanya diterbangkan angin. “Aku tidak akan datang lagi ke London kecuali ada pekerjaan di sana.”Ia menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya yang terlihat ringkih meski berdiri tegak. “Sejak awal pun sebenarnya aku sudah malas berada di sana,” lanjutnya, suaranya
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 227: Emosi Mark yang Mengguncang

“Ayah?” Mark mengerutkan keningnya saat melihat Sean melangkah masuk ke kantornya di pagi yang dingin itu.Langit kelabu di luar jendela besar kantornya seolah mencerminkan suasana hati yang menggantung di antara mereka.“Apa kau sedang sibuk, Mark?” tanya Sean, suaranya serak dengan nada kelelahan yang tak bisa disembunyikan.Usianya yang kini telah menginjak enam puluh delapan tahun tampak dari setiap kerutan di wajahnya, tetapi sorot matanya tetap tajam, menyiratkan pengalaman hidup yang penuh gejolak.“Vicky masih menyiapkan materi untuk meeting nanti. Sekitar dua jam lagi. Ada apa, Ayah?” tanya Mark, penasaran, sembari meletakkan dokumen di tangannya.Tatapannya terfokus, seperti ingin menangkap setiap kata yang akan keluar dari mulut Sean.Sean mengempaskan tubuhnya ke sofa, menghela napas panjang seperti seorang pelaut tua yang baru saja meninggalkan lautan penuh badai.Udara di ruangan itu terasa berat, seakan keheningan ikut menyaksikan percakapan mereka. “Kau sudah tahu soal
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 228: Argumen Menggelikan Keluarga Mark

“Wow! My Dad is amazing!” seru Clara dengan nada ceria yang begitu khasnya, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja mendapat hadiah impian.Ia menggeleng-gelengkan kepala sembari bertepuk tangan, seolah ingin menyambut kabar dari Mark dengan sorak kemenangan.Aura antusiasnya memenuhi ruang itu, melengkapi suasana penuh rencana yang menggantung di udara.“Stevan sudah tahu soal ini, Mark?” tanya Dania, suaranya lembut namun sarat perhatian, sembari menyuapkan anggur hijau ke bibirnya yang merah alami.Matanya menatap Mark penuh rasa ingin tahu, seolah mencari tahu apa yang sebenarnya direncanakan oleh suaminya itu.Mark menggeleng pelan, bibirnya tersungging dengan senyuman kecil yang penuh rahasia. “Belum,” jawabnya santai, sembari melipat kedua tangannya di atas meja.“Aku akan mengumpulkan jajaran terlebih dahulu untuk memberitahu bahwa Kv’s Group akan dipimpin oleh Stevan. Ini akan menjadi kejutan untuknya.”“Well, Dad,” sela Samuel, suara beratnya memotong percakapan s
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 229: Sebuah Keputusan Besar

Gedung Kv’s Group berdiri megah dengan desain modern nan elegan, mencerminkan kesuksesan yang telah dibangun selama bertahun-tahun.Di salah satu ruangan di lantai tertinggi, Stevan duduk di hadapan Mark, kakaknya, yang kini memimpin perusahaan itu.Di tangannya, sebuah dokumen tebal dengan kop surat resmi Kv’s Group tampak mencolok. Wajah Stevan dipenuhi kebingungan.“Apa ini, Kak?” tanya Stevan, keningnya mengerut saat membaca baris pertama dokumen tersebut. Ia melirik Mark yang duduk tenang di kursinya, dengan ekspresi penuh percaya diri.Mark melipat tangannya di atas meja kaca besar. “Sudah satu bulan lamanya kami berunding untuk posisi CEO di Kv’s Group yang sudah hampir tujuh belas tahun ini masih aku pegang,” katanya pelan namun tegas, menatap adiknya dengan tatapan tajam.Stevan mengangkat wajahnya dari dokumen itu, menatap Mark yang terlihat begitu serius.“Menunggu Samuel masih lama,” lanjut Mark, menyebut nama putra sulungnya. “Mungkin tujuh sampai delapan tahun baru bisa
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 230: I have Something for You

Stevan berdiri di samping mobilnya, melipat lengan di depan dada sambil mengamati gerbang megah kampus tempat Clara menuntut ilmu.Langit sore mulai memerah, memberikan nuansa hangat yang kontras dengan suasana hatinya yang tengah diliputi beragam pikiran. Langkah cepat Clara yang mendekatinya menariknya kembali ke kenyataan.“Sudah lama, menunggu?” tanya Stevan seraya melirik ke arah wanita muda itu.Clara mendengus kecil, kedua tangannya terlipat di dada, matanya menatapnya tajam. “Ya! Setengah jam lamanya aku menunggumu, Uncle!” protes Clara dengan nada setengah manja, bibirnya mengerucut seperti anak kecil yang sedang merajuk.Stevan hanya terkekeh menanggapi. Dengan lembut, ia mengusap pucuk kepala Clara, membuat rambut panjangnya sedikit berantakan.“Maafkan aku. Jalanan macet,” balasnya dengan nada menggoda.Clara mendengus lagi, tapi kali ini dengan nada menyerah. “Huh, alasanmu selalu macet.”Setelah itu, keduanya masuk ke dalam mobil. Stevan memutar kunci, dan suara mesin ya
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more
PREV
1
...
202122232425
DMCA.com Protection Status