All Chapters of Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Chapter 291 - Chapter 300

305 Chapters

289. Janji Anton

Pagi menyapa dengan keheningan yang menusuk. Amel membuka mata, mendapati dirinya masih berada di kamar tamu rumah Lea. Sekelebat ingatan semalam kembali menyerangnya. Luna hamil. Anton merahasiakannya. Dan sekarang, hidupnya terasa seakan di ambang kehancuran.Dari luar, ia bisa mendengar suara Lea yang sedang berbincang dengan seseorang. Mungkin sekadar obrolan pagi dengan pembantu rumah tangga atau tetangga yang mampir. Tapi Amel tak peduli. Dadanya masih sesak, pikirannya masih dipenuhi pertanyaan yang tak bisa ia jawab.Ponselnya tergeletak di samping bantal. Layarnya berkedip, menampilkan serangkaian panggilan tak terjawab dari Anton. Ada juga beberapa pesan dari suaminya itu.Mas Anton: Mel, aku tahu kamu marah. Tolong kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya.Mas Anton: Aku nggak pernah berniat menyakitimu, aku juga kaget dengan kabar ini.Mas Anton: Pulanglah, sayang. Kita bisa bicara baik-baik.Mas Anton: Aku menunggumu, Mel.Amel menarik napas panjang, lalu membuangnya de
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

290. Maria Sakit

Suara dering ponsel mengusik pagi yang tenang. Dhuha baru saja selesai solat subuh ketika melihat nama “Mama” terpampang di layar. Ia segera menjawab.“Halo, Ma?”Suara Maria terdengar lemah di seberang sana. “Dhuha… Mama nggak enak badan.”Dhuha langsung tegang. “Mama kenapa? Udah ke dokter belum?”Maria menghela napas panjang. “Bibik pulang kampung, nggak ada yang jaga Mama. Kamu sibuk, kan? Mama nggak mau ganggu. Tapi Mama butuh seseorang buat ngurusin Mama di rumah…”Dhuha mengusap wajahnya. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. “Ma, aku bisa suruh perawat buat jagain Mama.”“Perawat?” Maria mendengus pelan. “Mama nggak butuh orang asing. Mama mau Aini yang jaga.”Dhuha terdiam. Mamanya memang belum juga menerima Aini sepenuhnya, apalagi setelah pernikahan mereka yang tetap berlangsung meski tanpa restunya. Jadi, permintaan ini terdengar ganjil.“Aini?” Dhuha memastikan, sedikit ragu. “Mama yakin?”“Ya,” jawab Maria mantap. “Kamu bisa antar dia ke sini sebelum berangkat kerja?”Dh
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

291. Apa Kelebihan Aini?

Maria terdiam cukup lama. Matanya mengamati wajah Aini dengan tajam, seolah mencari celah untuk menemukan ketidaktulusan di sana. Namun, menantunya itu tetap tersenyum, tidak goyah sedikit pun.“Hm.” Maria mengalihkan pandangan. “Ambilkan bantal kecil di lemari.”Aini segera melaksanakan permintaan itu. Ketika ia membuka lemari dan mencari bantal yang dimaksud, Maria memandang punggungnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.Maria tidak pernah menyetujui pernikahan mereka. Baginya, Aini adalah penghalang. Perempuan yang kembali masuk ke dalam kehidupan putranya setelah bertahun-tahun berpisah. Jika bukan karena cinta Dhuha yang begitu besar, Maria yakin putranya bisa mendapatkan wanita yang lebih baik—wanita yang benar-benar berasal dari keluarga terhormat, bukan janda dari pernikahan yang gagal. Ditambah pernah menjadi pemulung juga. Namun, semakin Maria menguji, semakin sulit menemukan alasan untuk membenci Aini.Aini kembali ke sisi ranjang dan menyerahkan bantal kecil itu. “Ini, M
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

292. Gagal Move On

"Ayo, Izzam, kita coba lagi. Tiga kali tiga berapa?" Zita bertanya dengan lembut, duduk di samping bocah itu yang tengah menekuni buku catatannya.Izzam mengernyitkan dahi, menggigit ujung pensilnya. "Sembilan?" jawabnya ragu."Benar! Pintar sekali kamu!" Zita tersenyum, memberikan pujian dengan tulus.Mata Izzam berbinar senang. "Aku bisa! Aku bisa!" serunya sambil melompat kecil di kursinya.Intan, adiknya yang duduk di seberang mereka, ikut tersenyum melihat kakaknya bersemangat. "Mas Izzam pintar! Mas Izzam pintar!"Zita tertawa kecil. "Tentu saja, nanti kita belajar lagi supaya semakin pintar, ya. Apa ada PR lain dari sekolah, Mas?""Nggak ada, ini saja ada lima soal saja.""Dan Izzam mengerjakannya dengan hebat. Sebelum tidur, nanti hapalan perkalian tiga dan juga murojaah surah Al qoriah ya."Izzam mengangguk mantap. "Iya, makasih Mbak Zita udah nemenin aku belajar. Tuh, lihat sendiri PR dan tugas sekolah aku nilainya jadi bagus semua." Zita membuka buku Izzam dan tersenyum sen
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

293. Menikah Lagi Tak Semudah Itu

Alex masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan yang berkecamuk. Pikirannya penuh dengan kata-kata ibunya barusan. Dekati Zita? Itu ide yang gila.Ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang gelap. Zita memang sosok yang baik, penyabar, dan perhatian terhadap anak-anaknya. Namun, menjadikannya sebagai istri? Tidak. Ia belum siap untuk membuka hati, apalagi mengulang pernikahan yang dulu berakhir dengan begitu menyakitkan.Tapi... kata-kata Dika juga terus terngiang di kepalanya."Menikah tidak perlu modal cinta karena banyak yang modal cinta, akhirnya gagal di tengah jalan."Alex memejamkan mata. Mungkin ada benarnya. Pernikahannya dengan Aini dulu penuh cinta, tapi akhirnya tetap hancur.Ia menarik napas dalam. Perlukah ia mencoba memulai kembali?Namun, bayangan Aini yang tersenyum bahagia di samping Dhuha kembali menghantam dadanya. Luka itu masih ada.Ia menghela napas kasar. Besok adalah hari lain. Mungkin pikirannya akan lebih jernih setelah tidur. T
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

294. Deg-degan

Alex duduk di kamarnya, ponsel masih tergenggam di tangan. Ia menatap layar dengan ragu sebelum akhirnya menghubungi sang mama.“Halo, Lex?” suara ibunya terdengar lembut namun penuh harapan.“Ma, aku mau bicara.”“Tentang apa? tumben malam-malam gini, apa ada masalah sama anak-anak?"Alex menarik napas panjang sebelum menjawab, “Tentang Zita.”Hening sejenak di seberang telepon. Lalu, suara ibunya kembali terdengar, kali ini lebih antusias. “Akhirnya kamu mempertimbangkannya?”“Aku masih belum yakin, Ma. Aku hanya ingin tahu... kalau misalnya aku serius mempertimbangkan untuk menikahi Zita, menurut Mama, bagaimana?”Sang ibu tertawa kecil. “Tentu saja Mama setuju! Zita itu gadis baik, sabar, perhatian sama anak-anak. Sejak dia datang, rumah ini lebih hidup, kan? Gak papa dia janda, kamu juga duda kan. Lagian Zita itu pernah sekolah D1 guru TK, pantesan bisa dekat anak-anak."Alex mengangguk, meskipun ibunya tak bisa melihatnya. “Iya, itu benar. Tapi aku masih ragu. Aku takut jika ini
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

295. Jika Dia Bahagia, maka Aku Pun Juga

POV ZitaAku masih berdiri di ruang tamu, memandangi punggung Pak Alex yang baru saja masuk ke kamar setelah pembicaraan kami. Hatiku masih berdebar kencang, seakan tak percaya dengan keputusan yang baru saja aku ambil.Menikah lagi.Itu adalah sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan sejak pernikahan pertamaku berakhir dengan begitu banyak luka. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak terjebak dalam hubungan yang bisa menyakitiku lagi. Aku ingin hidup tenang, cukup dengan pekerjaanku dan anak-anak Pak Alex yang sudah seperti keluarga bagiku.Tapi Pak Alex…Dia datang dengan tawaran yang berbeda. Bukan dengan janji-janji manis, bukan dengan rayuan. Hanya dengan kejujuran dan rasa tanggung jawab yang bisa aku lihat dari caranya memperlakukan anak-anaknya.Aku kembali duduk di sofa, menatap ke arah tanganku yang saling menggenggam.Apakah aku melakukan kesalahan?Aku menggeleng pelan, mencoba menepis keraguan yang mulai mengusik. Aku sudah memikirkannya selama berhari-hari. Aku s
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

296. Tidak Perlu Menjadi Sempurna

Aku mengambil piring dim sum yang diulurkan Pak Alex, uap panasnya masih mengepul, dan aroma jahe yang khas tercium samar. Hatiku masih berdebar dengan apa yang baru saja terjadi. Aku sudah menerima lamarannya di hadapan keluarganya, tapi aku masih butuh waktu untuk benar-benar menyesuaikan diri dengan semua ini.“Terima kasih, Pak,” ucapku pelan.Pak Alex tersenyum, lalu duduk di sebelahku di sofa ruang keluarga. Lampu temaram memberikan suasana hangat di ruangan ini. Dari kamar anak-anak, terdengar suara Intan yang bergumam dalam tidurnya. Aku tersenyum kecil, membayangkan bagaimana nanti kehidupanku akan berubah sepenuhnya setelah pernikahan ini.Malam ini pak Alex memutuskan untuk menginap di rumah bu Asma karena ingin menemani mamanya. Lagian, saudara masih pada asik bercakap-cakap. Tentu pak Alex tidak mungkin pulang begitu saja. Aku tersenyum melihat ke arah pintu masuk rumah besar bu Asma. Sebentar lagi, aku bukan hanya pengasuh cucunya, tapi aku akan menjadi menanti beliau .
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

297. Hati-hati dengan Mantan

“Ibu, kok perut Ibu buncit? ada adiknya ya?”Luna yang sedang duduk di sofa, mengelus perutnya refleks, menatap anak lelakinya, Aris, dengan senyum tipis. Bocah lima tahun itu baru saja tiba di apartemennya untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Namun, ketajaman mata anak sekecil itu ternyata bisa menangkap perubahan pada tubuhnya.“Ibu cuma kekenyangan, Sayang,” Luna berusaha mengelak, mengacak rambut Aris pelan.“Tapi perut Ibu gendut banget. Apa Ibu gemuk?,” protes Aris, mendekatkan wajahnya ke perut Luna, seakan ingin mendengar sesuatu dari dalam sana. “Apa ada adik di dalamnya?”Luna menelan ludah, menahan debar yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia belum siap menghadapi pertanyaan seperti ini, apalagi dari Aris yang masih polos.“Aris, Ibu cuma makan kebanyakan tadi. Makanya perut Ibu begini,” katanya, mencoba terdengar santai.Namun, ekspresi Aris masih penuh selidik. Ia memiringkan kepala kecilnya, lalu mengangkat bahu. “Ya udah. Tapi kalau nanti Ibu perutnya makin sakit, bil
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

298. Maju Kena, Mundur Kena.

Anton menatap layar ponselnya yang kini gelap setelah Amel menutup telepon dengan kasar. Dadanya terasa sesak. Ia tahu Amel marah—bukan hanya marah, tapi juga kecewa dan merasa dikhianati. Namun, meninggalkan Luna dalam kondisi seperti ini? Itu bukan pilihan.Ia mendesah panjang, menatap Aris yang masih menunggu jawaban darinya. Mata polos anak itu dipenuhi kebingungan."Bapak,di perut Ibu beneran ada adiknya Aris, ya?"Anton menelan ludah. Ia berjongkok, menyamakan tinggi dengan putranya, lalu menggenggam tangan kecilnya dengan lembut."Iya, Nak," jawabnya pelan. "Ibu hamil, dan kamu akan punya adik." Ia terpaksa mengatakan hal ini pada Aris, karena putranya terlanjur mendengar ucapan dokter tadi. Aris terdiam, seakan mencoba memahami kata-kata ayahnya. Perlahan, ia menatap perut ibunya yang masih tertutup selimut."Adiknya Aris siapa?" tanyanya polos.Anton tersenyum tipis. "Kita belum tahu. Nanti kalau sudah lahir, baru bisa kita beri nama."Anak itu tampak berpikir sebentar sebel
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more
PREV
1
...
262728293031
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status