Semua Bab Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Bab 311 - Bab 320

328 Bab

309. Sebuah Keputusan

Suasana ruang makan mendadak hening setelah Amel mengucapkan niatnya untuk bercerai. Hakim menatapnya dengan rahang mengeras, sementara Viona memijit pelipisnya, berusaha mencerna apa yang baru saja ia dengar.“Amel, jangan gegabah,” ujar Hakim setelah beberapa detik yang terasa begitu lama.“Gegabah?” Amel tertawa kecil, tapi tidak ada kebahagiaan di sana. “Mas, aku sudah bertahan cukup lama. Aku sudah mencoba jadi istri yang baik, mencoba menerima Aris, dan menerima masa lalu Anton. Tapi ternyata aku hanya bodoh. Aku pikir, menikah dengan duda yang sudah pernah gagal dalam pernikahan akan membuatnya lebih menghargai istri barunya. Nyatanya, dia masih berputar di masa lalu.”Viona menarik napas panjang. “Amel, Mama tahu kamu sakit hati. Tapi perceraian bukan keputusan yang bisa diambil dalam satu malam.”Amel menatap ibunya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Lalu, Mama mau aku apa? Berpura-pura tidak tahu kalau suamiku masih mengkhawatirkan wanita lain? Kalau dia lebih memikirkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-13
Baca selengkapnya

310. Membujuk

Anton menelan ludah. Ia menunduk, seakan sibuk menuang teh untuk ibunya dan Bude Lasmi. Ia harus hati-hati menjawab pertanyaan ini. Ibunya tidak bodoh, dan semakin ia menghindar, semakin ibunya akan curiga.“Ada sedikit salah paham, Bu,” katanya akhirnya.Ibunya meletakkan cangkir tehnya dengan hati-hati, lalu menatap Anton lekat-lekat. “Salah paham soal apa?”Anton menghela napas. “Amel merasa aku masih terlalu peduli sama Luna.”Bude Lasmi ikut menyimak dengan mata menyipit. “Memangnya kamu masih peduli?”Anton tersenyum hambar. “Bu, Bude, Luna sedang hamil. Anak yang dikandungnya itu anakku.”Ibunya melotot tidak percaya. "Kamu barusan ngomong apa? Luna hamil anak kamu, kok bisa? kapan? Kamu kena---""Bu, tenang dulu." Anton panik. Ia mengusap pundak ibunya perlahan. Tentu saja wanita yang melahirkannya itu syok bukan main mendengar kabar tidak masuk akal ini. "Bagaimana ceritanya Luna bisa hamil? Kamu menghianati istri kamu? Jadi setelah menikah kamu selingkuh? Astaghfirullah!"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

311. Dilema

Anton merasakan dunia seakan berhenti berputar. Kata-kata Amel barusan seperti hantaman keras yang membuatnya goyah.“Amel, jangan ngomong kayak gitu,” ucapnya, suaranya terdengar putus asa.Amel menatapnya lekat-lekat. Matanya yang biasanya penuh kelembutan kini terlihat dingin dan tegas. “Aku serius, Mas. Kalau terus seperti ini, aku yang akan hancur. Aku sudah cukup sabar.”Hakim yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Anton, gue bukan cuma kakaknya Amel. Gue juga suami, dan gue tahu betapa sakitnya kalau kepercayaan pasangan kita terguncang. Tapi bedanya, lo bukan cuma mengguncang kepercayaan Amel, lo juga membuat dia merasa seperti istri kedua di rumah tangganya sendiri.”Anton menoleh ke arah Hakim. “Saya nggak pernah berniat nyakitin Amel.”“Tapi lo tetap melakukannya.”Hening. Anton menunduk, kedua tangannya mengepal di atas lututnya.“Dulu,” lanjut Hakim, “gue pernah kasih lo saran buat benar-benar menutup lembaran lama lo sebelum menikah sama Amel. Tapi lo kayaknya te
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

312. Pertemuan dengan Susan

Maria melangkah santai di dalam mall, menikmati waktu luangnya setelah sekian lama tidak berjalan-jalan sendirian. Biasanya, ia lebih suka pergi bersama Dhuha atau sekadar duduk di rumah sambil membaca buku. Namun, hari ini entah mengapa ia ingin keluar dan menikmati suasana.Saat berjalan melewati sebuah butik, pandangannya tiba-tiba tertuju pada seorang wanita yang juga tengah melihat-lihat koleksi pakaian di etalase. Wajah itu tampak begitu familiar. Maria menyipitkan mata, berusaha mengingat-ingat. Butuh beberapa detik sebelum akhirnya ia tersadar."Susan?" serunya pelan, nyaris tidak percaya.Wanita itu menoleh, terkejut, lalu tersenyum lebar. "Maria? Astaga, ini benar-benar kamu?" keduanya saling melempar senyum bahagia sambil cium pipi kanan dan kiri, kemudian berpelukan erat. Hampir dua puluh tahun sejak terakhir kali mereka bertemu. Maria mengingat masa-masa SMA mereka dulu, bagaimana mereka sering duduk bersama di kantin, berbagi cerita, dan bermimpi tentang masa depan."A
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya

313. Keras Kepala

Dhuha duduk dengan tenang di ruang tamu yang luas dan nyaman. Matanya sesekali melirik ke arah Miranti yang sedang mengaduk teh di cangkirnya. Wanita itu memiliki pembawaan yang tenang dan anggun, khas seorang dokter yang terbiasa menghadapi pasien dengan berbagai kondisi.Sementara itu, Maria dan Susan masih asyik berbicara tentang kenangan masa lalu mereka. Gelak tawa sesekali terdengar di antara mereka, menghangatkan suasana.“Jadi, Om—eh, maksudku Mas Dhuha, pekerjaanmu di bidang apa?” tanya Miranti dengan nada ramah.Dhuha tersenyum kecil. “Aku bekerja di bidang bisnis, lebih tepatnya mengelola beberapa properti dan investasi.”Miranti mengangguk. “Wah, pasti cukup sibuk, ya. Apalagi kalau sudah berurusan dengan properti dan investasi.”“Lumayan,” jawab Dhuha santai. “Tapi pekerjaanmu sebagai dokter pasti lebih sibuk.”Miranti tertawa kecil. “Iya, terutama kalau sedang jadwal jaga. Tapi aku menikmatinya.”"Maaf, Mas Dhuha udah menikah?""Sudah." Dhuha tersenyum lebar. "Wah, kena
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

314. Rencana Maria

Dhuha menghela napas panjang, mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi. Ia sangat mencintai ibunya, tetapi permintaan Maria kali ini benar-benar membuatnya merasa terpojok.“Mama…” Suaranya terdengar lelah. “Tolong jangan seperti ini.”Maria menatap putranya dengan sorot mata penuh harapan dan keteguhan. “Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak. Mama ingin memastikan garis keturunan kita tidak berhenti di kamu.”Dhuha mengusap wajahnya, merasa frustasi. “Tapi Ma, Aini istriku. Aku tidak bisa mengkhianatinya.”Maria bersedekap, ekspresinya masih keras. “Kamu pikir Aini tidak tahu ini bisa terjadi? Sejak awal menikah dengan laki-laki sepertimu, seharusnya dia sudah sadar bahwa poligami itu mungkin terjadi.”Dhuha menatap ibunya tajam. “Mama tidak mengenal Aini. Dia wanita baik. Dia berhak mendapatkan kesetiaan dariku.”Maria mendengus pelan. “Kesetiaan? Bagaimana kalau ternyata Aini memang tidak bisa memberikanmu anak? Apa kamu akan tetap bertahan tanpa keturunan?”Pertanyaan it
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

315. Aku Ikhlas, kok!

Suasana ruang makan berubah hening setelah ucapan terakhir Maria. Aini menunduk, tangannya mengepal di bawah meja. Dhuha menatap ibunya dengan ekspresi tegang, menahan diri agar tidak meledak.“Aini adalah istriku, Ma. Kalau nanti ada anak, itu rezeki. Kalau tidak, aku tidak akan menikah lagi,” ujar Dhuha dengan suara mantap.Maria mendengus, meletakkan sendok di piringnya dengan sedikit keras. “Kamu pikir pernikahan hanya soal cinta, Nak? Kamu anak satu-satunya! Bagaimana kalau kamu tidak punya keturunan? Siapa yang akan meneruskan keluarga kita?”Aini menggigit bibirnya. Hatinya sakit mendengar itu. Seakan-akan ia hanya sebuah alat untuk memberikan keturunan, bukan seseorang yang berharga di sisi Dhuha.“Ma, Aini sudah cukup terluka. Jangan paksa dia mendengar ini,” kata Dhuha, suaranya lebih tenang tetapi tegas.Maria mendesah panjang. “Kalian terlalu emosional. Mama sudah cukup lama hidup untuk tahu bahwa perasaan saja tidak cukup untuk mempertahankan pernikahan. Suatu saat, kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

316. Bertemu Ria

Setelah percakapan tegang dengan Maria, Aini merasa kepalanya penuh sesak. Ia butuh udara segar, butuh menenangkan pikirannya. Satu-satunya tempat yang terpikir oleh Aini adalah Yayasan Cinta Kasih, tempat ia dibesarkan. Sudah lama sekali ia tidak berkunjung, dan kini, ia merasa perlu kembali ke sana.Siang itu, tanpa memberitahu Dhuha, Aini mengendarai mobilnya menuju yayasan. Begitu tiba di depan gerbang, hatinya langsung dipenuhi dengan nostalgia. Bangunan itu masih tampak sama seperti dulu, hanya beberapa bagian yang telah direnovasi. Anak-anak kecil berlarian di halaman, suara mereka yang riang membuat hati Aini terasa lebih ringan.Saat ia melangkah masuk, seorang wanita muda yang sedang bermain dengan beberapa anak menoleh ke arahnya. Mata wanita itu membulat kaget sebelum akhirnya tersenyum lebar."Kak Aini?"Aini terdiam sejenak, mencoba mengenali wajah yang tampak familiar itu. Baru beberapa detik kemudian, ia tersadar. "Ria?"Ria mengangguk antusias dan segera berlari mengh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

317. Sebuah Kesepakatan

Dhuha menatap Aini dengan ekspresi terkejut. Kata-kata istrinya barusan seolah memukulnya keras."Kamu serius, Sayang?" Dhuha melepaskan pelukan mereka, sedikit menjauh agar bisa menatap wajah Aini dengan lebih jelas.Aini mengangguk perlahan. "Semalaman aku memikirkan ini, Mas. Aku tidak banyak teman, baik lelaki dan perempuan. Jadi, tiba-tiba aku teringat seseorang di panti. Aku juga tidak menyangka akan secepat itu menemukan yang cocok, tapi sepertinya Tuhan yang membukakan jalan. Aku tahu ini bukan jalan ideal, tapi kalau memang harus ada orang lain yang mengandung anakmu... aku ingin itu seseorang yang bisa aku percaya. Bukan wanita pilihan mama. Kamu setuju kan, Mas?"Dhuha mengusap wajahnya, mencoba mencerna perkataan Aini. "Siapa yang kamu maksud, Ai?"Aini menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ria. Dia adik asuhku di Yayasan Cinta Kasih. Aku mengenalnya sejak kecil. Dia baik, penyayang, dan dia juga memahami latar belakang kita."Dhuha menggeleng kuat. "Aini, ini gila.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

318.

Aini terdiam mendengar syarat yang diajukan Dhuha. Matanya menatap suaminya, mencari keyakinan di balik permintaannya."Satu tahun, Mas?" ulangnya pelan.Dhuha mengangguk. "Iya, Ai. Kita sudah menunggu sejauh ini. Aku ingin kita memberi waktu untuk pernikahan kita lebih matang sebelum kita mengambil keputusan sebesar ini. Lagipula, dokter bilang kamu masih punya peluang hamil secara alami. Kenapa kita tidak mencoba lebih lama? Kamu bukan tidak bisa hamil, tapi memang belum waktunya. Sayang, aku ingin kita benar-benar yakin akan langkah yang ke depannya kita tempuh ini. Termasuk segala hal berkaitan dengan dampaknya, terutama mama."Aini menggigit bibirnya. Ia tahu suaminya tidak sepenuhnya setuju dengan usulannya, tapi setidaknya Dhuha tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Ini sudah lebih baik daripada tidak ada kompromi sama sekali.Ria, yang sejak tadi memperhatikan mereka, akhirnya ikut angkat bicara. "Menurut saya, keputusan Mas Dhuha masuk akal, Kak Aini. Ini bukan hal kecil.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
282930313233
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status