Semua Bab Kembalinya Sang Dewa Pedang: Bab 321 - Bab 330

402 Bab

Song Mingyu Kembali

Setelah cukup sibuk di dapur ditemani Miu Yue, Ren Hui membawa kelinci panggang dan sup kelinci yang sudah matang ke ruang tengah. Aroma gurih dari daging panggang dan rempah-rempah memenuhi udara, berpadu dengan hangatnya ruangan rumah beroda itu. Ia meletakkan piring dan bejana berisi sup beserta tungkunya di atas meja, mengatur semuanya dengan rapi."Junjie, ayo kita makan!" serunya kepada pria pemalas yang masih duduk bertopang dagu di dekat jendela, menatap keluar dengan pandangan kosong.Junjie menghela napas panjang sebelum akhirnya berdiri, meregangkan tubuhnya dengan gerakan malas. "Akhirnya," gumamnya. Meski dari pagi hanya duduk menulis balasan surat dan mengirimkannya lewat burung-burung merpati, tubuhnya terasa pegal-pegal."Jenderal Miu, Anda juga duduklah bersama kami," ujar Ren Hui ramah kepada wanita yang sejak tadi menemaninya di dapur.Miu Yue menatap Ren Hui, lalu mengangguk. "Aku tidak pandai urusan dapur," katanya sambil dudu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Ulah Song Mingyu

Song Mingyu melangkah masuk dengan riang, langsung memeluk Ren Hui erat-erat. Wajahnya penuh kebahagiaan, seperti seorang adik kecil yang lama tak bertemu kakaknya. "Ren Hui, aku sangat merindukanmu!" serunya lantang, membuat suasana rumah beroda kecil itu mendadak riuh.Ren Hui tersenyum kecut, mencoba melonggarkan pelukan Song Mingyu yang seolah menjerat lehernya. "I... iya, aku tahu kau rindu padaku. Tapi, bisakah kau tidak memelukku seperti itu?" Ia menghela napas, wajahnya memerah sedikit karena ulah pemuda itu.Sementara Miu Yue membelalakkan matanya menatap pemuda yang baru saja menerobos masuk ke dalam rumah beroda dan membuat keributan. Dia menatap pemuda itu lekat-lekat."Tidak akan!" sahut Song Mingyu, kini kedua tangannya malah bergeser memeluk leher Ren Hui lebih erat.Junjie, yang sejak tadi duduk diam, hanya berdecak kesal. Dalam sekejap, ia sudah berdiri di belakang Song Mingyu, mencengkeram kerah hanfu pemuda itu dan menyeretnya m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

Hari-hari Di Kota Hóngshā

Song Mingyu berdiri mematung di bibir oasis, matanya menyapu keindahan di hadapannya. Oasis merah, surga kecil yang menjadi anomali di tengah gurun pasir merah keemasan yang membentang tanpa ujung. Pohon-pohon kurma menjulang anggun, palem melambai pelan diterpa angin, dan semak jujube berkerumun di berbagai sudut. Di sela bebatuan, bunga-bunga kecil dengan warna-warna cerah tumbuh malu-malu dan di beberapa tempat semak-semak anggur liar mulai memunculkan buahnya, menyajikan kontras hidup di tengah gurun. Aroma samar dedaunan kering bercampur aroma gurun yang khas, menyelusup lembut ke dalam hidungnya."Sejauh mata memandang, hanya pasir merah," gumamnya perlahan. Dia melepaskan kendali Lobak dan membiarkan Baihua, rubah putih kecil yang cerdas, berjalan mengikutinya.Hari ini, dia bertugas membeli bahan makanan. Ren Hui terlalu sibuk menyuling arak, sementara Junjie—seperti biasa—bermalas-malasan di rumah beroda. Bagi Song Mingyu, Junjie adalah personifikasi sifat menyebalkan, meskip
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

Sosok Di Balik Jendela Rumah Beroda

Song Mingyu mengerutkan kening, mencoba menggali ingatannya. Siapa gadis cantik berjubah merah tua itu? Diiringi seorang pelayan, mereka tampak mengenalnya. Namun, baginya, wajah mereka sama sekali asing."Tuan Muda Song, musim dingin kemarin ada rombongan dari ibukota yang singgah di Paviliun Pinus Hijau, bukan?" tanya gadis pelayan dengan sopan, suaranya terdengar lembut seperti angin yang menyapa dedaunan.Ah, kenangan itu mendadak muncul. Kedatangan rombongan dari ibukota yang dipimpin oleh Kasim Han. Mereka mengawal putri Perdana Menteri Kanan Chao ke perbatasan utara. Gadis berjubah merah tua itu ternyata adalah penumpang kereta yang pernah ia lihat melintas di Paviliun Pinus Hijau. Wajahnya tampak begitu murung kala itu, seperti menanggung beban yang tak terlihat.“Nona Muda Pertama Chao, Nona Chao Ping?” gumam Song Mingyu perlahan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.Kedua wanita itu mengangguk pelan, senyum lemah tersungging di bibir mereka. Pelayan yang berdiri di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Mengenang Pangeran Yongle

Pangeran Yongle, atau yang lebih dikenal sebagai Putra Mahkota dalam ingatannya, tidak akan pernah pudar begitu saja. Chao Ping tersenyum samar, tatapannya tetap tertuju pada sosok yang menghilang di balik jendela rumah beroda di tepi oasis. Meski hanya sebentar, dia yakin dia tidak salah melihat, tidak salah mengenali."Putra Mahkota," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desiran angin gurun yang berbisik. Ia menatap rumah beroda itu dengan penuh perhatian, memikirkannya untuk beberapa detik lagi, sebelum akhirnya menghela napas pelan. Dengan langkah yang sedikit ragu, ia berbalik dan mengajak sang pelayan untuk meninggalkan tempat itu."Ayo kita kembali," bisiknya lirih, suaranya hanya terdengar seperti desahan di antara hembusan angin gurun. Dengan hati yang tak menentu, Chao Ping berbalik, langkahnya perlahan, pelan-pelan mengikuti jejak pelayan setianya.Namun, hingga mereka tiba di tendanya dan malam menjelang, sosok di balik jendela rumah beroda tadi masih menghantui
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Suasana Yang Tidak Seperti Biasanya

Ketiga pria tampan itu duduk di ruang makan, tapi kehangatan biasanya tidak terasa di antara mereka. Song Mingyu dan Junjie menyantap makanan dengan gerakan pelan, tanpa semangat. Ren Hui, sang pedagang arak, memandang keduanya dengan kening berkerut, berusaha memahami keganjilan yang tiba-tiba menyeruak di antara mereka.Mangkuk nasi Song Mingyu masih hampir penuh. Sumpitnya hanya memindahkan potongan daging tanpa berniat menyuapkannya ke mulut. Sesekali dia menghela napas panjang, seperti ada beban tak kasat mata yang menghimpit dadanya. Ren Hui merasa ada yang salah. Biasanya, Song Mingyu selalu riang, melontarkan lelucon tak berujung atau bahkan berebut makanan dengan Junjie. Tapi kini, kesunyian melingkupi mereka seperti kabut yang enggan pergi.“Kau sakit?” Ren Hui bertanya, memecah keheningan.Song Mingyu menggeleng tanpa berkata, tatapannya menerawang jauh seolah melihat bayangan yang hanya dia yang tahu. Ren Hui semakin bingung.“Kalau be
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

Dewa Arak Atau Dewa Pedang?

Wanita cantik itu melangkah mendekati Ren Hui dengan keanggunan yang memikat. Setiap langkahnya terdengar lembut, seperti rintik embun yang menyentuh daun. Mantel merah tua yang dikenakannya tampak kontras dengan pasir merah keemasan menyelimuti gurun luas itu. Di belakangnya, seorang pelayan dengan pakaian sederhana mengikuti dalam sikap penuh hormat, langkahnya nyaris tak bersuara."Tuan Ren, itu jika Anda tidak keberatan." Suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada halus yang menandakan kegelisahan. Tatapan matanya sebening embun pagi, berusaha menyembunyikan sesuatu yang belum terungkap.Ren Hui, yang duduk santai di anak tangga rumah berodanya, perlahan bangkit. Ia mengibaskan ujung jubah putihnya, meninggalkan jejak lembut di udara sebelum melangkah turun dengan gerakan tenang tetapi sangat santai. Ia berhenti tepat di hadapan wanita itu, menatapnya sekilas."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya, Nona?" tanyanya dengan sopan, sembari menghadirkan se
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

Pertemuan Tak Terduga

Ren Hui memimpin jalan memasuki rumah beroda. Udara di dalam terasa leluasa, karena jendela-jendela yang terbuka menghadirkan angin gurun yang sekali-kali berhembus sepoi-sepoi. Namun, kehadiran dua tamu tak terduga seketika mengubah suasana. Junjie dan Song Mingyu, yang tengah duduk santai, seolah kehilangan kata-kata. Meski wajah mereka tetap tenang, mata mereka menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan."Junjie! Mingyu! Ada dua nona cantik yang mengunjungi rumah kita dan ingin bertemu dengan seseorang. Mungkin salah satu di antara kalian yang nona-nona ini maksud," ujar Ren Hui sambil melirik sekilas pada dua wanita yang berdiri anggun di sebelahnya. Suaranya ringan, tetapi cukup untuk memecah keheningan yang mendadak menyergap.Wanita bermantel merah tua itu melangkah maju, kemudian berlutut di lantai tanpa ragu sedikit pun, diikuti oleh pelayannya. "Yang Mulia Pangeran Yongle, saya Chao Ping memberi hormat!" ucapnya dengan penuh takzim, kepalanya tertunduk dalam-dalam hin
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-27
Baca selengkapnya

Aku Berharap Itu Bukan Dia

Song Mingyu terdiam terpaku. Kakinya terasa berat seperti tertanam di pasir. Napasnya tersendat, dadanya bergemuruh seperti drum perang yang tak pernah berhenti berdetak. Lidahnya kelu, tak tahu harus berkata apa. Sementara itu, wanita bermantel putih melangkah mendekat. Setiap langkahnya terdengar tegas, menciptakan jejak kecil di atas pasir merah yang panas."Jenderal Miu," Ren Hui memecah keheningan. Ia membungkuk sopan, memberikan penghormatan tanpa ragu sedikit pun.Wanita itu mengangguk tipis, rambut panjangnya yang tergerai seperti sutra berkibar-kibar diterpa angin gurun. "Tuan Ren," sapanya dengan nada lembut, tetapi penuh wibawa. "Bisakah Anda mengantarkan beberapa guci arak ke tendaku?"Tidak ada kegugupan dalam suaranya. Kata-katanya seolah tertata sempurna, seperti butiran mutiara yang mengalir dalam kalimat.Ren Hui tersenyum, senyuman cerah yang menular. "Tentu saja. Saya akan mengantarkannya besok pagi," jawabnya dengan riang. Cahaya matahari seakan memantul dari senyu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya

Malam Di Tepi Oasis Merah

Suasana malam di Oasis Merah cukup sepi, meskipun nyala lentera dan lampion yang terpasang di setiap tenda dan kereta menambah kilau kemeriahan yang temaram. Namun, sebagian besar penghuni tenda memilih berdiam diri di dalam kediaman mereka masing-masing, membiarkan angin gurun yang menusuk mengguncang ketenangan malam yang sunyi.Angin gurun semakin terasa dingin, menambah kesunyian malam yang hanya dihiasi oleh suara gemerisik pasir dan desiran angin."Jadi, kau bertemu dengannya?" Junjie bertanya pada pemuda yang duduk di hadapannya, suaranya datar, tetapi memancarkan rasa ingin tahu. Song Mingyu hanya mengangguk pelan, bibirnya rapat, tidak ada kata yang keluar.Mereka bertiga duduk di tepi oasis, menikmati makan malam sederhana yang ditemani arak hangat dan pemandangan indah kota Hóngshā yang terlihat jauh di kejauhan. Langit malam tampak begitu cerah, dengan bulan purnama yang menerangi oasis, menciptakan bayangan yang menari-nari di permukaan air ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3132333435
...
41
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status