Share

Ulah Song Mingyu

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-12-23 22:00:47

Song Mingyu melangkah masuk dengan riang, langsung memeluk Ren Hui erat-erat. Wajahnya penuh kebahagiaan, seperti seorang adik kecil yang lama tak bertemu kakaknya. "Ren Hui, aku sangat merindukanmu!" serunya lantang, membuat suasana rumah beroda kecil itu mendadak riuh.

Ren Hui tersenyum kecut, mencoba melonggarkan pelukan Song Mingyu yang seolah menjerat lehernya. "I... iya, aku tahu kau rindu padaku. Tapi, bisakah kau tidak memelukku seperti itu?" Ia menghela napas, wajahnya memerah sedikit karena ulah pemuda itu.

Sementara Miu Yue membelalakkan matanya menatap pemuda yang baru saja menerobos masuk ke dalam rumah beroda dan membuat keributan. Dia menatap pemuda itu lekat-lekat.

"Tidak akan!" sahut Song Mingyu, kini kedua tangannya malah bergeser memeluk leher Ren Hui lebih erat.

Junjie, yang sejak tadi duduk diam, hanya berdecak kesal. Dalam sekejap, ia sudah berdiri di belakang Song Mingyu, mencengkeram kerah hanfu pemuda itu dan menyeretnya m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Hari-hari Di Kota Hóngshā

    Song Mingyu berdiri mematung di bibir oasis, matanya menyapu keindahan di hadapannya. Oasis merah, surga kecil yang menjadi anomali di tengah gurun pasir merah keemasan yang membentang tanpa ujung. Pohon-pohon kurma menjulang anggun, palem melambai pelan diterpa angin, dan semak jujube berkerumun di berbagai sudut. Di sela bebatuan, bunga-bunga kecil dengan warna-warna cerah tumbuh malu-malu dan di beberapa tempat semak-semak anggur liar mulai memunculkan buahnya, menyajikan kontras hidup di tengah gurun. Aroma samar dedaunan kering bercampur aroma gurun yang khas, menyelusup lembut ke dalam hidungnya."Sejauh mata memandang, hanya pasir merah," gumamnya perlahan. Dia melepaskan kendali Lobak dan membiarkan Baihua, rubah putih kecil yang cerdas, berjalan mengikutinya.Hari ini, dia bertugas membeli bahan makanan. Ren Hui terlalu sibuk menyuling arak, sementara Junjie—seperti biasa—bermalas-malasan di rumah beroda. Bagi Song Mingyu, Junjie adalah personifikasi sifat menyebalkan, meskip

    Last Updated : 2024-12-24
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Sosok Di Balik Jendela Rumah Beroda

    Song Mingyu mengerutkan kening, mencoba menggali ingatannya. Siapa gadis cantik berjubah merah tua itu? Diiringi seorang pelayan, mereka tampak mengenalnya. Namun, baginya, wajah mereka sama sekali asing."Tuan Muda Song, musim dingin kemarin ada rombongan dari ibukota yang singgah di Paviliun Pinus Hijau, bukan?" tanya gadis pelayan dengan sopan, suaranya terdengar lembut seperti angin yang menyapa dedaunan.Ah, kenangan itu mendadak muncul. Kedatangan rombongan dari ibukota yang dipimpin oleh Kasim Han. Mereka mengawal putri Perdana Menteri Kanan Chao ke perbatasan utara. Gadis berjubah merah tua itu ternyata adalah penumpang kereta yang pernah ia lihat melintas di Paviliun Pinus Hijau. Wajahnya tampak begitu murung kala itu, seperti menanggung beban yang tak terlihat.“Nona Muda Pertama Chao, Nona Chao Ping?” gumam Song Mingyu perlahan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.Kedua wanita itu mengangguk pelan, senyum lemah tersungging di bibir mereka. Pelayan yang berdiri di

    Last Updated : 2024-12-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Mengenang Pangeran Yongle

    Pangeran Yongle, atau yang lebih dikenal sebagai Putra Mahkota dalam ingatannya, tidak akan pernah pudar begitu saja. Chao Ping tersenyum samar, tatapannya tetap tertuju pada sosok yang menghilang di balik jendela rumah beroda di tepi oasis. Meski hanya sebentar, dia yakin dia tidak salah melihat, tidak salah mengenali."Putra Mahkota," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desiran angin gurun yang berbisik. Ia menatap rumah beroda itu dengan penuh perhatian, memikirkannya untuk beberapa detik lagi, sebelum akhirnya menghela napas pelan. Dengan langkah yang sedikit ragu, ia berbalik dan mengajak sang pelayan untuk meninggalkan tempat itu."Ayo kita kembali," bisiknya lirih, suaranya hanya terdengar seperti desahan di antara hembusan angin gurun. Dengan hati yang tak menentu, Chao Ping berbalik, langkahnya perlahan, pelan-pelan mengikuti jejak pelayan setianya.Namun, hingga mereka tiba di tendanya dan malam menjelang, sosok di balik jendela rumah beroda tadi masih menghantui

    Last Updated : 2024-12-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Suasana Yang Tidak Seperti Biasanya

    Ketiga pria tampan itu duduk di ruang makan, tapi kehangatan biasanya tidak terasa di antara mereka. Song Mingyu dan Junjie menyantap makanan dengan gerakan pelan, tanpa semangat. Ren Hui, sang pedagang arak, memandang keduanya dengan kening berkerut, berusaha memahami keganjilan yang tiba-tiba menyeruak di antara mereka.Mangkuk nasi Song Mingyu masih hampir penuh. Sumpitnya hanya memindahkan potongan daging tanpa berniat menyuapkannya ke mulut. Sesekali dia menghela napas panjang, seperti ada beban tak kasat mata yang menghimpit dadanya. Ren Hui merasa ada yang salah. Biasanya, Song Mingyu selalu riang, melontarkan lelucon tak berujung atau bahkan berebut makanan dengan Junjie. Tapi kini, kesunyian melingkupi mereka seperti kabut yang enggan pergi.“Kau sakit?” Ren Hui bertanya, memecah keheningan.Song Mingyu menggeleng tanpa berkata, tatapannya menerawang jauh seolah melihat bayangan yang hanya dia yang tahu. Ren Hui semakin bingung.“Kalau be

    Last Updated : 2024-12-27
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Dewa Arak Atau Dewa Pedang?

    Wanita cantik itu melangkah mendekati Ren Hui dengan keanggunan yang memikat. Setiap langkahnya terdengar lembut, seperti rintik embun yang menyentuh daun. Mantel merah tua yang dikenakannya tampak kontras dengan pasir merah keemasan menyelimuti gurun luas itu. Di belakangnya, seorang pelayan dengan pakaian sederhana mengikuti dalam sikap penuh hormat, langkahnya nyaris tak bersuara."Tuan Ren, itu jika Anda tidak keberatan." Suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada halus yang menandakan kegelisahan. Tatapan matanya sebening embun pagi, berusaha menyembunyikan sesuatu yang belum terungkap.Ren Hui, yang duduk santai di anak tangga rumah berodanya, perlahan bangkit. Ia mengibaskan ujung jubah putihnya, meninggalkan jejak lembut di udara sebelum melangkah turun dengan gerakan tenang tetapi sangat santai. Ia berhenti tepat di hadapan wanita itu, menatapnya sekilas."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya, Nona?" tanyanya dengan sopan, sembari menghadirkan se

    Last Updated : 2024-12-27
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertemuan Tak Terduga

    Ren Hui memimpin jalan memasuki rumah beroda. Udara di dalam terasa leluasa, karena jendela-jendela yang terbuka menghadirkan angin gurun yang sekali-kali berhembus sepoi-sepoi. Namun, kehadiran dua tamu tak terduga seketika mengubah suasana. Junjie dan Song Mingyu, yang tengah duduk santai, seolah kehilangan kata-kata. Meski wajah mereka tetap tenang, mata mereka menyiratkan keterkejutan yang sulit disembunyikan."Junjie! Mingyu! Ada dua nona cantik yang mengunjungi rumah kita dan ingin bertemu dengan seseorang. Mungkin salah satu di antara kalian yang nona-nona ini maksud," ujar Ren Hui sambil melirik sekilas pada dua wanita yang berdiri anggun di sebelahnya. Suaranya ringan, tetapi cukup untuk memecah keheningan yang mendadak menyergap.Wanita bermantel merah tua itu melangkah maju, kemudian berlutut di lantai tanpa ragu sedikit pun, diikuti oleh pelayannya. "Yang Mulia Pangeran Yongle, saya Chao Ping memberi hormat!" ucapnya dengan penuh takzim, kepalanya tertunduk dalam-dalam hin

    Last Updated : 2024-12-27
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Berharap Itu Bukan Dia

    Song Mingyu terdiam terpaku. Kakinya terasa berat seperti tertanam di pasir. Napasnya tersendat, dadanya bergemuruh seperti drum perang yang tak pernah berhenti berdetak. Lidahnya kelu, tak tahu harus berkata apa. Sementara itu, wanita bermantel putih melangkah mendekat. Setiap langkahnya terdengar tegas, menciptakan jejak kecil di atas pasir merah yang panas."Jenderal Miu," Ren Hui memecah keheningan. Ia membungkuk sopan, memberikan penghormatan tanpa ragu sedikit pun.Wanita itu mengangguk tipis, rambut panjangnya yang tergerai seperti sutra berkibar-kibar diterpa angin gurun. "Tuan Ren," sapanya dengan nada lembut, tetapi penuh wibawa. "Bisakah Anda mengantarkan beberapa guci arak ke tendaku?"Tidak ada kegugupan dalam suaranya. Kata-katanya seolah tertata sempurna, seperti butiran mutiara yang mengalir dalam kalimat.Ren Hui tersenyum, senyuman cerah yang menular. "Tentu saja. Saya akan mengantarkannya besok pagi," jawabnya dengan riang. Cahaya matahari seakan memantul dari senyu

    Last Updated : 2024-12-28
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Malam Di Tepi Oasis Merah

    Suasana malam di Oasis Merah cukup sepi, meskipun nyala lentera dan lampion yang terpasang di setiap tenda dan kereta menambah kilau kemeriahan yang temaram. Namun, sebagian besar penghuni tenda memilih berdiam diri di dalam kediaman mereka masing-masing, membiarkan angin gurun yang menusuk mengguncang ketenangan malam yang sunyi.Angin gurun semakin terasa dingin, menambah kesunyian malam yang hanya dihiasi oleh suara gemerisik pasir dan desiran angin."Jadi, kau bertemu dengannya?" Junjie bertanya pada pemuda yang duduk di hadapannya, suaranya datar, tetapi memancarkan rasa ingin tahu. Song Mingyu hanya mengangguk pelan, bibirnya rapat, tidak ada kata yang keluar.Mereka bertiga duduk di tepi oasis, menikmati makan malam sederhana yang ditemani arak hangat dan pemandangan indah kota Hóngshā yang terlihat jauh di kejauhan. Langit malam tampak begitu cerah, dengan bulan purnama yang menerangi oasis, menciptakan bayangan yang menari-nari di permukaan air ya

    Last Updated : 2024-12-28

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Siapa Pemilik Paviliun Embun Pagi?

    Di tepi Oasis Merah yang tenang, lima orang itu duduk melingkari meja kayu sederhana yang tampak usang, seolah menyimpan cerita tentang angin gurun yang pernah membelainya. Aroma daging domba panggang berpadu dengan rempah-rempah pedas, melayang di udara seperti melodi yang menggoda indra penciuman. Sesekali, uap dari hot pot yang mendidih bergulung lembut, membaur dengan hawa gurun yang mulai mendingin.Percakapan mengalir akrab, meski ada nada kehati-hatian yang terselip di antara mereka. Junjie, dengan nada serius yang nyaris menusuk keheningan, membuka pembicaraan. "Apakah semua berjalan lancar?" tanyanya, tatapannya tertuju pada dua wanita di hadapannya, Miu Yue dan Dongfang Yu. Tatapannya yang biasanya malas kini tajam bak menembus malam. Miu Yue, seperti biasa, menjawab lebih dulu. Nada suaranya tegas dan lugas, sementara tangannya yang anggun mengaduk isi mangkuk dengan tenang. "Ehm, semua baik-baik saja. Tidak ada masalah."Junjie menga

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kehangatan Malam Di Tepi Oasis

    Suasana di rumah beroda itu kembali hidup. Keberadaan Dongfang Yu dan Miu Yue memecah keheningan yang sebelumnya mendominasi, membawa warna baru di tengah suasana yang mencekam. Cahaya temaram bulan menyelimuti mereka, memantulkan bayangan di permukaan air yang tenang. Kedua wanita cantik itu duduk di batang kayu tua di tepi oasis, menunggu Ren Hui yang sibuk menyiapkan makan malam.Keheningan di antara mereka terasa tegang, seperti tali busur yang ditarik terlalu kencang. Hingga akhirnya, Miu Yue memecah kebekuan dengan suara lembut namun terukur. "Nona Dongfang, saya sudah lama mendengar kabar tentang Anda." Kata-kata itu, meski sederhana, menyeruak seperti riak kecil di atas permukaan air, memulai percakapan yang lama tertunda.Dongfang Yu, dengan wajah yang teduh namun penuh kewaspadaan, menoleh perlahan. Ini pertama kalinya mereka bertemu. Wajar jika suasana terasa canggung. Mereka berasal dari dunia yang berbeda. Miu Yue, putri Keluarga Miu yang dihormati kar

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kristal Salju Di Terik Gurun Merah

    Mereka memang tidak sendirian di Gurun Merah. Hamparan pasir keemasan yang menyala di bawah matahari terik seolah tak berujung. Kota Hóngshā berdiri kecil dan rapuh di tengah padang pasir itu, seperti mutiara yang terselip di antara raksasa tak bernyawa. Di sekitar Oasis Merah, titik kehidupan yang menjadi harapan bagi pedagang dan pengelana, angin menderu membawa aroma pasir dan keheningan yang memekakkan.Bayang-bayang samar yang perlahan mendekati mereka kini semakin jelas, seolah terbuat dari kabut yang terbang membawa harapan atau ancaman. Ren Hui dan Junjie, yang masih terduduk di atas pasir merah yang terik, menatapnya dengan tatapan tajam, seakan berusaha memecahkan misteri yang semakin mendekat."Apa yang sedang kalian lakukan?" Sebuah suara lembut, namun tegas, memecah keheningan. Suara itu menyusup di antara panasnya udara gurun, seolah datang dari jauh namun begitu dekat.Keduanya mendongakkan kepala. Di hadapan mereka berdiri sosok yang mengen

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Benar-benar Bodoh

    Angin gurun menyapu lembut butiran pasir merah yang tak berujung, membawa serta aroma kering dan panas. Di bawah langit biru tak berawan, Ren Hui melangkah perlahan sambil menggenggam tali kendali keledai hitam mereka, Lobak.Ia menundukkan sedikit kepala untuk menghindari terpaan angin yang lebih kencang, sementara Junjie duduk dengan santai di punggung Lobak, tangannya menggantung bebas di sisi tubuh keledai itu."Bagaimana menurutmu?" tanya Ren Hui tiba-tiba, suaranya pelan tetapi tegas, memecah keheningan yang hanya diisi oleh langkah kaki dan desir pasir.Tatapan matanya tetap terpaku ke depan, seakan-akan takut pandangannya melenceng dan mereka tersesat di tengah lautan pasir merah yang tampak tak berujung."Mengenai apa? Ramalanmu? Nona Zhu Ling? Atau Xuan Yu?" Junjie menjawab dengan nada santai, sambil melirik pria yang berjalan di sampingnya.Mata tajamnya mengamati wajah sahabatnya yang tenang, menc

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ramalan Dalam Kristal Biru

    Tirai sutra tipis yang melayang di udara disibakkan perlahan oleh Zhu Ling. Sosok perempuan dengan keanggunan yang memancar dari setiap gerakannya melangkah mendekati meja kayu di sudut tenda besar itu. Di belakangnya, Xuan Yu dengan langkah ringan membawa Ren Hui dan Junjie untuk mendekat. Ada atmosfer misterius yang memenuhi ruangan, seolah-olah tenda itu memisahkan mereka dari dunia luar. "Kristalku dapat melihat apapun yang ada pada dirimu, bahkan ke dalam hatimu yang paling dalam dan gelap," ujar Zhu Ling serius, suaranya rendah tetapi tegas, memecah keheningan. Tangannya membuka kain hitam yang menutupi sebuah benda di atas meja. Ternyata, sebuah bola kristal biru tua yang memancarkan cahaya redup namun memikat berada di sana. Kristal itu tampak berkilauan seperti lautan malam yang penuh rahasia. Sekilas, ia mengingatkan pada Bintang Batu Ilusi, namun ukurannya lebih besar dan aura dinginnya menyerupai mutiara es. "Kemarilah!" Xuan Yu melambaikan tangannya, senyumnya tipis te

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tenda Peramal Ilahi Yang Aneh

    Ren Hui dan Junjie berdiri di hadapan seorang wanita cantik berjubah hitam yang duduk bersandar malas pada kursi panjang beralaskan bantal merah empuk. Meski tirai tipis menghalangi, pemandangan di baliknya tersaji dengan jelas dan nyata. Mata wanita itu tajam, memperhatikan kedua tamunya yang baru datang seolah membaca jiwa mereka. Tudung hitam yang dikenakannya hanya menambah kesan misterius pada dirinya."Jika aku tahu nasib dan takdir di masa depan, tentu aku tidak akan kemari, bukan?" Ren Hui menjawab santai, nada suaranya bercampur antara kelakar dan kejujuran.Tawa renyah yang merdu menggema di tenda yang cukup luas itu. Wanita itu mengubah posisinya, kini duduk tegak dengan sikap yang lebih anggun. Tatapannya tetap tertuju pada mereka, seolah tak ingin melewatkan gerak-gerik sekecil apa pun."Ah, Tuan-tuan! Selamat datang!" Sebuah suara lain memecah suasana. Seorang pemuda berjubah hitam muncul dari sudut tenda, langkahnya tenang, wajahnya ramah. Ia membungkukkan tubuh dengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Peramal Ilahi Di Oasis Merah

    Ren Hui dan Junjie melangkah perlahan di antara keramaian pedagang yang berlomba menawarkan dagangan mereka dengan suara lantang. Aroma rempah dan daging panggang bercampur dengan wangi buah-buahan kering yang tertata rapi di atas kain-kain berwarna cerah. Di bawah sinar matahari yang terik, suasana oasis itu terasa begitu hidup, seolah menggambarkan napas pengelana yang datang dan pergi tanpa henti. Junjie menggenggam tali kendali Lobak sementara Ren Hui berjalan di sisinya, matanya sibuk mengamati keadaan sekitar."Meski pasar di pusat kota Hóngshā lebih lengkap, kehadiran para pedagang dan pengelana di sini cukup membantu menghidupkan suasana," ujar Junjie, suaranya rendah meski terdengar sangat jelas, seperti gumaman seorang pemikir yang enggan mengeluarkan tenaga berlebih.Ren Hui mengangguk pelan, menambahkan, "Setidaknya orang-orang di sini tidak perlu bersusah payah pergi ke kota untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perjalanan itu cukup jauh dan memakan waktu."Junjie menghela nap

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pengunjung Baru Di Oasis Merah

    Suasana di Oasis Merah tetap seperti biasanya. Langit biru membentang luas, dengan matahari pagi yang memantulkan kilau keemasan di atas hamparan pasir. Penduduk lokal sibuk dengan rutinitasnya, mengambil air dari sumur, menjajakan barang dagangan, atau berburu di sekitar oasis. Hiruk-pikuk pusat kota Hóngshā terdengar dari kejauhan, menggema di antara deburan angin gurun. Para prajurit Kekaisaran Shenguang terus menjaga ketertiban, berpatroli di sekitar kemah militer dengan disiplin tanpa cela.Namun, di balik kesibukan itu, ada bayang-bayang yang mengintai. Dari kejauhan, serombongan pria berjubah hitam dengan topeng hantu mengawasi Oasis Merah. Mereka berdiri di atas bukit kecil, di bawah naungan bayangan sebuah batu besar. Mata-mata mereka memantulkan ketegangan dan kesungguhan yang mengisyaratkan sesuatu tengah direncanakan."Sama sekali tidak ada pergerakan," gumam salah satu dari mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng menyeramkan, hanya suaranya yang berat dan tegas terde

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Keputusan Junjie Dan Ren Hui

    Ren Hui meletakkan teko berisi teh yang baru diseduh di atas meja kayu yang terbuat dari pohon pinus berumur ratusan tahun. Aromanya yang harum segera mengisi udara pagi yang sejuk. Suasana di rumah beroda terasa tenang, dengan sinar matahari yang perlahan menyinari ruang tengah. Dia lalu kembali ke dapur dan segera kembali lagi membawa sepiring roti pita, salad kurma dan kacang almond, serta kue kacang hijau yang baru saja dipanggang. Pagi ini, dia memilih sarapan ringan yang menenangkan, terasa seperti pelukan hangat di pagi yang dingin."Junjie, apa semua sudah siap?" Ren Hui bertanya, suaranya lembut namun mengandung ketegasan. Matanya menatap pria itu yang masih duduk dengan tubuh santai di dekat jendela, tatapannya terfokus pada hamparan oasis di kejauhan. "Makanlah!" Tegurnya lagi dengan lembut, seakan mengajak Junjie keluar dari lamunannya.Junjie menoleh, matanya tak berkedip menatap meja di ruang tengah, penuh dengan hidangan yang tak biasa disajikan oleh Ren Hui. Tak biasan

DMCA.com Protection Status