Semua Bab MY SWEET CEO: Bab 21 - Bab 30

34 Bab

STEVAN BRENGSEK

"Ya," Sandara mengakui. Ia kembali melirik Anin, yang masih berdiri sendirian. Indi otomatis mengikuti tatapan matanya. "Dia terlihat sedikit bingung, ya?" bisiknya. "Ya." Sandara bergerak gelisah. Mungkin mengundang Anin ke acara seperti ini merupakan kesalahan. Persahabatannya dengan Anin agak meregang sejak perubahan sikap Stevan, ia tidak tahu apa itu karena rasa bersalahnya sendiri atau perasaan Anin yang terluka. Mungkin keduanya." Sebaiknya aku ke sana dan bertanya padanya," ujar Sandara, dan meminta diri, mulai melangkah ke arah Anin, hanya untuk dicegat oleh Anggun. "Kita kehabisan gelas anggur," desis Anggun. "Petugas katering bodoh itu tidak membawa cukup banyak. Aku tidak bisa meminta David..." "Aku akan mengurusnya," Sandara menenangkan. Anggun sudah tegang sejak tiba, dan Sandara menduga itu ada hubungannya dengan kunjungan putra wanita itu. "Aku yakin kita bisa meminjam beberapa." Ia kembali melirik Anin yang semakin terlihat sedih dan kesepian. "Orang-orang m
Baca selengkapnya

CIUMAN

Sandara menegakkan pundak, matanya membara. "Apakah aku terlihat ketakutan,David?" "Apakah kamu benar-benar mau tahu jawaban pertanyaan itu?" Sandara melontarkan tawa bimbang, mengakui maksud David. la merasa sikapnya memang terlihat cukup jelas. "Mungkin tidak." "Menurutku kita perlu mengubah cara kita memandang satu sama lain," lanjut David terlihat tenang, suaranya bernada merenung, tatapannya kembali menyapu Sandara, berlama-lama, lambat. Sandara tahu ia tidak mungkin salah mengartikan atau membayangkan tatapan itu. Tatapan David bagaikan belaian, mata pria itu menyentuh sukma di dalam tubuhnya. "Tentu saja, kita mungkin membutuhkan bantuan praktis dalam hal itu." Hanya David yang akan menggunakan kata praktis dalam suasana seperti ini. Sandara tidak merasa praktis sama sekali. Seluruh tubuhnya bergolak dengan kesadaran, nyeri dengan kebutuhan. "Praktis...?" ulangnya dengan berbisik. "Ya," David membenarkan, dan ia mengangkat tangan untuk menyelipkan sehelai rambut ke bal
Baca selengkapnya

GAIRAH YANG TIDAK BISA DI TOLAK

Saat itu Sandara mulai merasakan kakinya yang telanjang, gaunnya yang menumpuk hampir ke pinggang. Perlahan David meluncurkan tangan di sepanjang kaki telanjang Sandara. Pergelangan kaki, betis, lutut. Sandara tidak tahu betapa erotis sentuhan di kaki. Dan ketika tangan David tiba di pahanya dan diam di sana dengan posesif, jemari pria itu melebar, seolah menyatakan hak milik, Sandara merasa dirinya goyah. Tangan David kokoh dan yakin, menenangkannya. "David" kata Sandara lagi, karena ia ingin tangan David tetap meluncur ke atas. Ia sangat menginginkannya. David tersenyum. Ia tahu apa yang diinginkan Sandara. "Tidak perlu buru-buru," ia mengingatkan gadis itu, dan masih tersenyum, meluncurkan tangan ke atas dan membiarkan ibu jarinya mengelus pakaian dalam Sandara yang halus. Lutut gadis itu langsung lemas. David hampir tidak menyentuhnya, namun itu sudah cukup. Lebih dari cukup, tapi Sandara masih menginginkan lebih. David berlutut di hadapannya, tangan pria itu masih diletakkan
Baca selengkapnya

HANYA SEBUAH AFFAIR

"Aku menginginkanmu Sandara," bisik David saat tubuhnya menyatu dengan Sandara, dan Sandara merasa tubuhnya terbuka di bawah David dan menerima pria itu. Ia takjub karena terasa begitu menyenangkan, begitu mengejutkan begitu tepat. Tidak ada yang aneh dengan momen ini. Tidak ada yang memalukan atau canggung. Menyenangkan. Luar biasa. Dan kemudian Sandara kembali berhenti berpikir, setidaknya secara koheren. Benaknya mengabur bagaikan warna-warni dan ia merasa tubuhnya melengkung dalam penerimaan dan kebutuhan mendalam sembari menarik David mendekat. Ia mengimbangi pria itu dalam setiap dorongan, wajahnya dibenamkan ke lekuk leher David hingga warna-warni memancar dalam pelangi sensasi. Keduanya kembali jatuh ke bantal-bantal licin seakan mereka bintang-bintang yang jatuh ke bumi, dan malam meledak di sekeliling mereka. Tidak seorang pun dari mereka bicara. Sandara memejamkan mata, tubuhnya puas, hatinya lega. Kelegaan itu membuatnya bertindak, lengannya memeluk David, mendekatkan
Baca selengkapnya

PERASAAN YANG MENGGANGGU

Syukurlah aku tidak benar-benar mencintai David, pikir Sandara dengan perasaan lega. Perasaan seperti ini saja sudah cukup buruk baginya. "Aku tidak merasa kamu tidak bisa berubah," kata David akhirnya, dan menurut Sandara pria itu terdengar sedikit kesal. "Kalau begitu, aku kekanak kanakan." "Sandara...." David mengembuskan napas keras, dan Sandara bisa membayangkan betapa menjengkelkan percakapan mengenai perasaan ini bagi David. Ini bukan bagian dari kesepakatan mereka. "Biar kubuatkan kamu sarapan," kata David, dan Sandara tahu lebih baik tidak memaksanya. Ia tidak ingin mendengar David mengatakan padanya bahwa pria itu setuju dengan segala sesuatu yang baru saja ia katakan dan kemudian mengakhirinya dengan pertanyaan "lantas kenapa?" "Baiklah," kata Sandara, dan kemudian mengoreksi jawaban yang agak ketus itu dengan "Thank you. Biasanya aku sarapan roti panggang dan telur rebus pada pagi hari." "Itulah kenapa kamu makan banyak saat makan malam," kata David, melirik geli
Baca selengkapnya

PULANG KERUMAH

David berdiri di ruang depan, memilah percakapan selama beberapa menit terakhir tadi. Ia merasa gelisah serta jengkel dan, anehnya, sedikit terluka. Perasaan terakhir itu menggelikan, karena Sandara jelas bertindak seperti biasanya, seperti yang ia ingin gadis itu lakukan. Lagi pula, ini hanya afair. Sandara... bersikap acuh tak acuh.Jadi, kenapa ia tidak menyukainya?Mengapa ia merasa seakan dirinya baru saja diputuskan? Dengan sengaja?Dialah yang biasanya menjauh, yang pergi setelah kencan satu malam. Satu malam. Namun Sandara baru saja meninggalkannya. Pemikiran itu membuatnya merasa jengkel. Terhina. Terluka. Ia berbalik dari lift, bertekad untuk tidak memikirkan hal itu, atau mengapa Sandara pergi begitu mendadak. Tidak peduli. Banyak hal yang perlu ia lakukan hari ini, termasuk menyusun daftar calon istri yang disinggung Sandara. Lagi pula, ia memang perlu mencari istri.Meski sekarang pemikiran itu memenuhinya dengan perasaan gelisah, ketidakpuasan yang menyakitkan.Sandara b
Baca selengkapnya

AKU MAU KAMU MENIKAH DENGANKU

Sandara keluar dari mobil ayahnya dan mendongak menatap Rumah bergaya klasik dan mewah dengan ngeri serta merasakan firasat yang buruk. David berada di dalam rumah itu. Hanya bayangan akan melihat pria itu lagi saja sudah mengusik benaknya, membuat tangannya berkeringat dan jantungnya berdebar terlalu kencang. "Siap, Sayang?" Ayahnya tersenyum menatapnya yang tampak ragu, dan Sandara kembali diserbu perasaan betapa tua ayahnya terlihat sekarang. Ayahnya tidak terlihat lemah, tapi pria itu melangkah dengan hati- hati di permukaan berbatu yang sedikit menanjak. Sandara menggandeng ayahnya, memantapkan pria itu tanpa terlihat disengaja. "Sepertinya bakal menyenangkan," kata Sandara, berusaha santai. "Pertemuan keluarga yang menyenangkan." Seandainya demikian. Telunjuk ayahnya menunjuk Land Rover yang diparkir di jalan masuk. "Sepertinya Agatha dan Romeo sudah tiba." Untunglah Agatha yang membuka pintu. Saat Sandara diam-diam melirik sekeliling ruang depan yang besar dan luas terse
Baca selengkapnya

PENOLAKAN

Kata-kata yang keluar dari bibir David bergema di benak Sandara, namun itu tidak masuk akal baginya. David jelas tidak mengatakan tidak bermaksud akan melamarnya saat ini juga. "Kamu bilang apa?" kata Sandara, suaranya tidak lebih dari bisikan gemetar. "Aku mau kamu menikah denganku, Sandara. Aku telah memikirkannya sepanjang minggu dan kusadari itu masuk akal." "Masuk akal," ulang Sandara kaku. David terdengar begitu logis. "Sudah kukatakan padamu aku mencari istri..." "Dan kamu juga mengatakan padaku aku tidak termasuk dalam daftar," Sandara mengingatkan. Ia mendengar luka dalam suaranya namun tidak peduli. Ia merasa begitu kewalahan, sangat kesal, terlalu marah untuk menyembunyikan perasaannya.David terlihat agak bingung dengan pernyataan Sandara, namun kemudian ia tersenyum lepas dan membentangkan tangan lebar-lebar. "Aku berubah pikiran." "Oh, begitukah?" Sandara tertawa, singkat dan tajam, bagaikan tembakan senjata. "Jadi, apakah ini sebuah lamaran?" Sandara kembali melih
Baca selengkapnya

PERPISAHAAN

Hujan sudah mulai reda saat Sandara kembali ke kantor setelah libur akhir tahun. Suasana hatinya serupa dengan cuaca suram tersebut, yang ia rasakan sejak percakapan menyakitkan terakhir dengan David. Ia belum bertemu David sejak Hari terakhir mereka makan bersama, David meninggalkan rumah sore itu untuk kembali ke Jakarta dan bekerja. Sekarang, saat menyeret dirinya kembali ke kantor, Sandara bertanya-tanya apakah ia akan bertemu David. Apa yang akan dikatakan pria itu. Apa yang akan dirinya sendiri katakan. Benaknya terasa hampa dari kata-kata, bahkan pikiran. Ia merasa kebas, walau hal itu masih membiarkan dirinya menyadari kesedihan menganga yang mengaburkan sudut-sudut benaknya, ia merasa seolah sedang berseluncur di atas es yang sangat tipis dan bisa jatuh serta tenggelam dalam pusaran emosi kapan saja. Anin menyambutnya di ruang tunggu, terlihat berseri-seri dan gembira. Sepertinya, pikir Sandara dengan lega sekaligus getir, Anin telah pulih dari perlakuan buruk Stevan. "S
Baca selengkapnya

MAKAN SIANG BERSAMA AGATHA

Meski tubuh Sandara mendambakan David dan benaknya berkeras bahwa ini sudah cukup, hatinya lebih tahu. Dan ketika David melepasnya dengan tiba-tiba hingga ia mundur selangkah, Sandara tidak mengatakan apa pun. Davidlah yang berbicara. "Selamat tinggal," katanya dan membelakangi Sandara. Sandara berdiri di sana sesaat, kehilangan, malu, pedih saat air mata muncul serta menyengat matanya. Ia mengerjap-ngerjap, menelan gejolak emosi yang ditimbulkan ciuman David dan meninggalkan ruang kerja pria itu tanpa sepatah kata pun. Seharusnya tidak terasa semenyakitkan ini. David tetap mengarahkan pandangan ke jendela saat mendengar pintu ditutup pelan. Ia berharap mengucapkan selamat tinggal pada Sandara akan memacu tubuh serta benaknya melupakan gadis itu. Lupakan itu. Seluruh tubuhnya nyeri, nyeri dengan pemahaman bahwa ia kehilangan Sandara, ia mencintai Sandara. Tidak. Ia tidak mencintai Sandara Loise. Ia tidak akan menenggelamkan diri dalam perasaan tak berguna itu, resep bagi kesediha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status