Home / Pernikahan / Suamiku, Mari Kita Bercerai / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Suamiku, Mari Kita Bercerai: Chapter 111 - Chapter 120

135 Chapters

111. Tutup Mata

Ariana terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat. Begitu matanya terbuka, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah wajah Nicholas. Pria itu tersenyum. “Kau sudah bangun?” bisiknya, lembut namun jelas. Ariana menarik napas pelan, seakan tubuhnya mencoba menyesuaikan diri dengan rasa nyeri yang samar di perutnya. Ada tekanan aneh yang datang dari bekas sayatan operasi, seperti luka yang belum sepenuhnya sembuh, tapi rasa nyeri itu teredam oleh obat-obatan yang mengalir melalui infus. Nicholas menyentuh tangannya dengan lembut, jari-jarinya menyusuri punggung tangannya yang diselimuti selang infus. “Bagaimana perasaanmu? Apakah kau haus? Bantalmu nyaman?” Nicholas melirik ke arah bantal yang menopang kepalanya. Ariana tersenyum tipis, meski tubuhnya terasa berat dan perutnya sakit. "Bantalnya baik-baik saja," jawabnya lemah. Meski itu adalah kamar VVIP, tempat tidur yang lembut, bantal yang tebal, dan selimut hangat tidak banyak membantu melawan rasa nyeri di perutnya. “Yang
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

112. Penasaran

Ariana masih terjaga, memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih bersih. Perutnya terasa berat dan nyeri samar-samar setiap kali dia menggeser tubuhnya sedikit. Di sebelahnya, Nicholas terlelap menghadap ke arahnya.Ketukan pelan terdengar di pintu kamar, membuat Ariana menoleh. Pintu terbuka sedikit, dan seorang perawat wanita dengan seragam rapi masuk perlahan. Perawat itu tersenyum hangat, menjaga suaranya tetap pelan. Dia membawa alat pengukur tekanan darah dan clipboard di tangannya. “Selamat pagi, Bu Ariana. Saya perawat Jennie,” sapa perawat tersebut, meski pemandangan di luar jendela kamar masih gelap. “Maaf, saya akan mengecek tekanan darah,” imbuhnya sambil tersenyum ramah.Ariana mengangguk, sedikit bergeser untuk memudahkan perawat bekerja. Jennie memasang manset pengukur tekanan darah di lengan Ariana. Ketika alat itu mulai berdesis, Ariana dapat merasakan tekanannya di lengan."Bagaimana tingkat nyeri Anda saat ini, Bu? Skala 1 sampai 10?" tanyanya sambil mem
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

113. Boo & Bee

Nicholas menghentikan tangannya yang tengah mengetik di keyboard laptopnya. Dia mendongak cepat, menatap Ariana. Senyum kecil muncul di bibirnya, berusaha menutupi keterkejutannya. Mata Ariana menyipit sedikit, meski suaranya tetap lembut dan tenang. Jantungnya berdebar cemas. Apakah Nicholas sudah menyadari kalau ponsel itu adalah duplikat? Dia menarik napas panjang, menenangkan debaran di dadanya. Perlahan, Nicholas melepaskan ponsel Ariana dari kabel USB yang terhubung ke laptopnya. Gerakannya begitu santai, seolah hal itu bukan apa-apa. “Oh, aku membawa ponselmu saat melarikanmu ke rumah sakit,” ucapnya ringan. Ariana mengerutkan kening, menatap Nicholas dengan tatapan skeptis. “Lalu, kenapa kau menghubungkannya ke laptopmu?” tanyanya hati-hati. Nicholas mengangkat bahu dan tersenyum kecil. “Karena ponselmu kosong. Jadi, kupikir aku bisa mengisinya dengan sesuatu yang kau suka,” jawabnya beralibi. Dia memasukan lagu ke ponsel Ariana sebagai opsi jawaban kalau kalau aksi mere
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

114. Introvert Stadium Akhir

Ariana hanya bisa mengangguk lagi. Matanya menelusuri tubuh kedua bayi mungilnya yang terbungkus selimut. Keduanya masih belum berkembang sempurna, jari-jari mungil mereka yang nyaris transparan, dada kecil yang naik-turun dengan napas teratur namun lemah. Mesin-mesin medis berdengung pelan, memompa oksigen dan menyalurkan nutrisi ke tubuh mereka yang rapuh.“Kenapa kalian harus datang lebih cepat?” gumamnya dengan suara bergetar, menahan isakan yang menyakitkan dadanya.Ariana menempelkan tangannya di kaca, merasakan dinginnya merambat ke kulit. Matanya tertuju pada tali-tali kecil di tubuh bayinya. Semua itu salahnya. Jika saja dia bisa mempertahankan mereka lebih lama, mungkin mereka tak perlu berjuang sekeras itu hanya untuk bernapas, hanya untuk hidup. Setiap gerakan kecil mereka seolah berusaha meraih dunia yang belum seharusnya mereka masuki.Ariana menggigit bibirnya, menahan tangis. Saat melihat kedua bayinya yang begitu lemah, satu-satunya yang bisa dia pikirkan adalah memas
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

115. Kangaroo Care

Hari berganti minggu, dan berat badan Boo dan Bee mulai naik. Namun, setiap kali Ariana memasuki NICU dan melihat mereka masih terhubung dengan selang-selang bernapas dan kabel-kabel monitor, hatinya kembali sakit. Setiap hari, dia harus menahan napas saat perawat mengecek hasil laboratorium untuk memastikan tidak ada infeksi. Nicholas, pria yang hampir tidak pernah bisa meninggalkan pekerjaannya, kini tidak pernah absen menemani Ariana. Minggu-minggu berlalu. Ketika kedua bayi itu mencapai berat badan lebih dari satu kilogram, mereka akhirnya diperbolehkan melakukan kangaroo care.Ariana duduk di kursi khusus di ruang NICU, mengenakan gaun rumah sakit steril. Udara dingin dan steril begitu terasa. Seorang perawat, menggunakan sarung tangan steril, dengan hati-hati meletakkan Boo di atas dada Ariana.Saat pertama kali perawat menaruh Boo di dadanya, Ariana hampir menangis karena takut.Tubuh mungil dengan kulit yang masih sedikit transparan memperlihatkan pembuluh darah halus di b
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

116. Anxious Notes

Meski Ariana tahu pentingnya makan dengan benar agar ASI yang diproduksinya baik untuk bayi-bayinya, rasa cemasnya sulit diredam. Setiap kali memompa ASI, dia merasa terbebani oleh pertanyaan yang tak terjawab, ‘Apakah ini cukup untuk mereka?’ Rasa khawatir terus menggerogotinya, seolah tak peduli apa yang dia lakukan, itu tidak akan cukup baik.Nicholas memperhatikan Ariana yang duduk di meja makan, menyendok makanan perlahan. Matanya kosong, tatapannya tidak fokus pada apa yang ada di depannya. “Kau harus makan lebih banyak, Claire,” ucap Nicholas lembut.“Aku tahu,” jawab Ariana datar, meskipun perutnya terasa berat dan pikirannya masih terpaku pada monitor di NICU.Setiap hari, Ariana memompa ASI, menaruhnya di lemari pendingin, membawanya ke rumah sakit. Proses itu terasa seperti sebuah ritual yang hampa. “Aku merasa sia-sia, Nick,” gumamnya ketika Nicholas membawakan air hangat dan duduk di sebelahnya. “Mereka minum ASI-ku, tapi aku tidak ada di sana untuk menyusui mereka sendi
last updateLast Updated : 2024-10-10
Read more

117. Got You

Begitu mereka tiba di rumah setelah seharian menyaksikan bayi-bayi mereka di NICU rumah sakit, Ariana langsung menuju kamar mandi.Nicholas yang baru saja membuka pintu kamar mereka, melihat Ariana berjalan cepat melewatinya. Alisnya mengerut, merasa ada yang aneh. "Claire," panggilnya.Ariana berhenti sejenak, menoleh setengah badan. "Apa?" balasnya dengan nada datar.Nicholas melipat tangannya. "Kau mau melakukan apa?""Mandi, tentu saja," jawabnya ketus. "Sebelum kau mendatangkan orang asing untuk memandikanku," tambahnya dengan sindiran.Nicholas tersenyum tipis, melihat kekesalan Ariana. "Apa kau butuh bantuan?""Tidak!" Ariana langsung menjawab tanpa ragu dan melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.Tak lama kemudian, Ariana keluar dari closet room dengan rambut basah, mengenakan piyama longgar yang nyaman. Namun, alih-alih lega, dia mengerutkan dahi saat melihat suasana kamar mereka yang lumayan gelap."Nick, apakah ada penurunan daya listrik?" tanyanya dengan nada curiga,
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

118. Tangisan Boo

Setelah hampir sebelas minggu penuh kecemasan dan kunjungan tanpa henti ke NICU, akhirnya hari yang dinanti tiba. Ariana dan Nicholas dapat membawa pulang kedua bayi kembar mereka. Rumah yang sebelumnya terasa sepi kini dipenuhi dengan tangisan kecil dan gerakan tak terduga dari dua malaikat mungil mereka. Nicholas, yang terbiasa mengelola perusahaannya dengan efisiensi tinggi, kini menerapkan hal yang sama di rumahnya. Dua perawat khusus dipekerjakan untuk menjaga Boo dan Bee, dan seorang ahli pijat pribadi jika Ariana merasa lelah. Malam harinya, setelah Ariana selesai menyusui Bee, Nicholas datang dengan secangkir teh di tangan kanannya. Dia menyodorkan teh itu kepada Ariana sambil duduk di sebelahnya. “Kau tahu, kalau Boo dan Bee terus menangis seperti ini setiap malam, kita mungkin perlu merekrut tim manajemen krisis untuk menangani mereka,” kata Nicholas setengah bercanda sambil menatap Boo yang baru saja mulai terisak lagi. Perawat yang menjaga Boo langsung menggendongn
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

119. Tahu sama Tahu

Keesokan sorenya, Ariana duduk di samping perawat yang sedang mengeringkan tubuh kecil Boo, sementara dirinya tengah memandikan Bee. Dia ingin tetap mengurus sendiri kedua bayinya meskipun ada perawat. "Lihat, dia menyukainya," gumam Ariana sambil mencipratkan air hangat ke perut Bee yang tersenyum lebar Di tengah momen manis itu, Bibi Helen tiba-tiba masuk bersama Rachel. “Nyonya, nyonya Rachel datang,” kata Bibi Helen dengan nada yang hangat. Ariana menoleh dan melihat Rachel berdiri di ambang pintu. Wajah Rachel terlihat cerah. Dia segera melangkah masuk dengan langkah ringan, menyambut kehadiran cucu-cucunya yang telah lama dinantikannya. “Oh, apakah itu kedua cucu ibu?” tanya Rachel, senyumnya mengembang. "Ibu langsung ke sini begitu Nicholas memberitahu Ibu." Ariana tersenyum sopan dan mengangguk. "Kami baru saja selesai memandikan mereka,” Rachel mengangguk dengan antusias. Perawat mengangkat Bee dari bak mandinya, membungkusnya dengan handuk lembut. Kedua bayi yang baru
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

120. Dangerous Secrets

Ciuman mereka semakin dalam, seolah tak ingin berpisah. Nicholas menarik Ariana lebih dekat, tubuhnya menekan ringan ke arah Ariana, dan perlahan menuntunnya ke kamar tidur tanpa melepaskan tautan merekaSaat tumit Ariana menyentuh tepi tempat tidur, tubuhnya rebah pelan di atas seprai yang lembut. Nicholas mengikuti gerakannya, menjatuhkan dirinya di atas Ariana, lengannya yang kokoh menopang badannya agar tidak menekan Ariana. Dengan lembut, dia mengecup sudut bibir Ariana, turun perlahan ke sepanjang rahangnya, sampai tiba di lekukan leher Ariana yang selalu membuatnya berdebar. Dia menghirup aroma kulit Ariana, sebelum menyapukan bibirnya yang panas di sana. Ariana mendesah, tangan kecilnya meraih punggung Nicholas, merasakan otot kokoh pria itu."Nick?" Suara Ariana hampir berbisik sembari menahan tangan Nicholas agar jangan menggodanya lebih banyak lagi.Nicholas menghentikan perbuatannya, menarik diri sedikit untuk menatap wajah Ariana. Dia bisa merasakan denyut halus di leher
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status