Home / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Mempelai yang Tak Diharapkan: Chapter 171 - Chapter 180

188 Chapters

Sikap aneh Gibran

Pov Anindya. "Kejadian saat Gibran dan Ayra----" "Khem... khem..." Kalimat Tante Galuh langsung terputus saat terdengat suara berat dari arah ruang tamu. Tanpa aba-aba kamu menoleh bersamaan. Menatap ke arah suara itu berasal. Astaga..... mataku melotot, memastikan apa yang kulihat benar. Aku menelan ludah melihat sosok yang berdiri tegap dengan mata elangnya. Kulirik tante Galuh pun terkejutnya sepertiku. "Sedang apa kalian?" Suara Gibran memecah keheningan. "Ini sudah jam berapa, kenapa kamu belum tidur?" ucapnya lagi dengan tatapan mata yang menyorot kearahku. Gegas aku berdiri, "Maaf, aku cuma mau ambil minum." Kuangkat botol air minetal yang kubawa. "Tante aku duluan ya," pamitku langsung melangkah cepat meninggal ruangan yang tiba-tiba terasa dingin dan mencekam. Kutinggalkan tante Galuh begitu saja tanpa menungu wanita itu menjawab ucapanku. Aku yakin Gibran tidak akan menyakiti Tantenya. Berbeda denganku, tamparan tadi siang pasti masih membuatnya denda
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Dia kembali.

"----Aku akan merobek wajahmu." Astaghfirullah...... mungkinkah dia? Aku menoleh ke sekitar mencari wanita pemilik buku ini. Rasa takut mulai merayap memenuhi hatiku. Ya Tuhan..... Dimana wanita itu? Dia.... Dengan tangan gemetaran aku membuka kembali hlaaman buku selanjutnya. Mungkin masih ada pesan terakhir karena seperti inilah dulu cara kami berkomunikasi. Degh..... Benar, di halaman terakhir terdapat sebuah kata 'Delusi' dengan huruf awalnya yang dilingkari. Jadi wanita itu,... "Sedang apa kamu di sini?" Suara berat menyentakku. Aku terkejut sampai buku yang kupegang terjatuh juga dengan selembar kertas ancaman itu. "Kau pukir kamu siapa, sampai membuatku harus turun dari mobil?" ucap Gibran dengan mata melotot. Kuhela nafas sambil mengelus dadaku yang terasa sesak karena kaget. Tak kuperdulikan, aku memilih memungut buku dan kertas yang baru saja kujatuhkan. "Tunggu apa ini?" Gibran tiba-tiba merebut kertas bertuliskan ancaman itu. "Oh itu bukan a
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Ipar yang baik.

"Kalau bukan dia siapa?" "Ehhh... itu..." Aku melihat kearah Gibran. Pria itu nampak tenang sekali. Tak ada sedikitpun raut takut apalagi khawatir kelakukan buruknya akan ketahuan. "Dia pasti bikin onar lagi?" Semua langsung menoleh ke arah pintu penghubung ruang tengah dan halaman samping. Mas Satya dan Kak Ganendra berjalan masuk beriringan. Matanya menatapku penuh selidik dan kecurangan. Kuhela nafas, bahkan saudara kandungku saja langsung menuduhku membuat masalah tanpa bertanya dulu apa yang terjadi. "Mas," panggil Mbak Tari. "Lihat wajah dan tangan Anin, pasti seseorang sudah berbuat kasar padanya," sambungnya menunjukkan tangan dan wajahku. "Kenapa lagi, berkelahi dengan temanmu?" tanya Kak Satya. "Masalah apa lagi, kamu bully orang atau ketahuan nyontek saat ujian?" sambungnya memgabsen kesalahan yang dulu pernah kulakukan. "Astaghfirullah..... Kok ngomongnya gitu sih kamu, Mas? Anin itu adik kamu lo! Lihatlah dulu, tanya baik-baik. Jangan asal nuduh gitu," s
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Dikira jatuh cinta.

"Aku akan mengirim beberapa orang lagi untuk berjaga di rumah kalian dan mengawal Anindya," ucap Kak Satya yang langsung membuat hatiku menghangat. Ternyata dibalik sikap kerasnya beberapa bulan ini dia masih tetap peduli dan perhatian padaku, adik yang sudah banyak mengecewakannya. Memang semua ini salahku dan aku janji akan menebusnya. "Kamu juga harus hati-hati dan jangan lagi menyembunyikan apapun dari kami," tambah Mbak Tari. Seperti biasanya dia selalu perhatian padaku. Membuatku tidak pernah merasa sendiri meski di saat kamin berjauhan. "Iya Mbak," jawabku mengurai senyum tipis. "Gibran ikut denganku, kita perlu bicara." Kak Satya memandang Kak Ganendra lalu dua orang itu berjalan lebih dulu ke sebuah kamar yang kutahu sebagai ruang kerja Kak Ganendra. Tak lama Gibran pun bangkit dan mengikuti dua orang itu. Aku menatap punggung lebar itu dengan helaan nafas panjang. Bagaimana bisa prai tenang seperti dia memiliki temperan yang sangat buruk. Gampangan tersingg
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Banyak Rahasia.

"Benar. Itu sebabnya Ayra, putri kedua keluarga Narendra di asingkan keluar negeri selama sepuluh tahun." Jihan berbisik sambil matanya terus mengawasi pintu ruang kerja suaminya. "Hush... kamu jangan bicara sembarangan," tegur Mbak Tari terlihat tak suka. Jihan memberengut, "Dibilangin gak percaya ya sudah," ujarnya. "Emang Kamu tahu dari mana?" tanyaku yang memang sangat penasaran. Kalau saja Gibran tidak pulang semalam Tante Galuh pasti sudah menceritakan semuanya. Kejadian sepuluh tahun lalu yang membuat Ayra diasingkan ke luar negeri. Jihan langsung menatap padaku, sambil melirik ke arah pintu dia berbisik. "Dari istri-istri rekan kerja Mas Ganendra. Setiap kali aku diajak ke pestanya para pengusaha kaya, istri-istri mereka sering membicarakan keluarga mertuamu." "Mereka bilang apa?" Aku sangat penasaran, kumahukan tubuhku ke arah Jihan. "Katanya, keluarga Narendra itu punya skandal memalukan, dua anaknya saling mencintai dan menjalin hubungan terlarang." "Sia
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Rahasia.

"Astaghfirullah... kalian ini kenapa?" Mama Atika berusaha melerai tangan Gibran dan Kak Guntur dari tanganku namun tak bisa. Dua orang pria dewasa itu sama-sama mengeratkan genggamannya di pergelangan tanganku sampai membuat tanganku terasa sakit. "Kalian ini kan sudah dewasa, jangan kayak anak kecil begitu," kata mama lagi terlihat kesal. Aku yang ada ditengah-tengah mereka hanya bisa melongo melihat tingkah dua pria di depanku ini. Jangan berpikir aku besar kepala karena diperebutkan. Aku tahu kenapa Gibran tak mau melepaskan aku. Itu pasti karena dia takut aku mengadukan perbuatannya pada Kak Guntur. "Katakan itu pada anak kesayangan Mama," sahut Kak Guntur. "Nasehati dia, supaya bisa bersikap dewasa dan menerima kenyataan. Dia harus berubah atau dia akan kehilangan semuanya," sambung Kak Guntur mengangkat dagunya. "Kehilangan?" Gibran berdecih. "Lakukan lagi jika kamu bisa. Kali ini kupastikan kau tidak akan bisa menyentuh milikku," tantangnya sambil mengangkat d
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

Rahasia

"Biar aku yang jawab, Kak Gibran sebenarnya......" "Gia!!!" sentak Mama Atika dengan suara keras. Aku yang sebelumnya selalu melihat mama atika sebagai sosok yang lemah lembut dibuat tak percaya. Tubuhku sampai membeku beberapa menit saking kagetnya. "Mama bilang keluar," perintahnya penuh tekanan di setiap kata yang keluar dari mulutnya. Tak lagi membantah, Gia memutar tubuhnya lalu berjalan keluar dari kamar. Suasana pun menjadi hening dan hanya terdengar derap kaki Gia yang menuruni tangga. Mama Atika menghela nafas panjang setelahnya memgambil duduk bibir di sebelahku. Mengambil aloh kotak obat yang ada dipangkuan. Tanpa berbicara dia mengambil salep dan mengoleskan di tangan dan rahangku. "Sakit?" tanyanya yang kujawab dengan gelengan. "Maafkan Mama," ucapnya lagi tanpa berani menatap mataku. "Kenapa Mama minta maaf?" tanyaku. Mama tak menyahut, hanya sibuk mengolesi lebam di pergelangan tanganku lalu berpimdah ke kedua rahangku. "Ini bukan salah Mama kenap
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Curhat.

"Lain kali jaga jarak dengan Kak Guntur dan jangan suka caper di depannya!!" ucap Gibran tegas begitu kami masuk ke dalam rumah. Aku membalikkan badan, menatapnya bingung. Caper? Sikapku yang mana yang bisa dianggap caper? Aku bukan orang bodoh yang gak tahu seperti apa itu cari perhatian. Andai dia tahu dulu aku adalah seorang pemain ulung dalam hal cari perhatian dan drama. Sudah puluhan kali bahkan ratusan kali aku belajar cara mencari perhatian Kak Ganendra dari Danisa. Tapi tidak satu pun cara itu aku gunakan hari ini untuk menarik perhatian kakak sulungnya. Tidak hari ini tidak hari sebelumnya. "Tidak mengerti?" sentaknya yang langsung membuat aku berjingkat kaget. "Astaghfirullah....." gumamku pelan sambil. memegangi dadaku yang mendadak berdetak cepat karena kaget. Lama-lama aku bisa kena serangan jantung kalau terus seperti ini. "Iya, aku mengerti." Tak ingin memperpanjang masalaha aku mengangukkan kepalan saja. "Hanya itu?" Alisnya sudah menukik tajam
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Sikap aneh Gibran.

Hari ini schedule kegiatanku cukup padat. Sebelum jam 7 aku sudah berangkat ke kampus karena ada kelas pagi. Aku bahkan tak sempat sarapan di rumah. Jarak antara ruanh dan kampus lumayan hauh ditambah lagi lalu kontas pagi yang sudah bisa dipastikan macet membuat aku berangkat lebih awal agar tidak terlambat. Pulang dari kampus aku langsung menuju ke tempat bimbingan belajar untuk les privat dengan pengajar yang khusus disewa untuk mengajariku selama dua jam tiga kali dalam seminggu. Sampai di tempat bimbingan belajar yang cukup ternama di kota ini aku langsung turun dan masuk ke dalam. Ada beberapa anak berseragam sekolah juga baru datang dan langsung masuk ke ruangan yang sudah di sediakan. Di setiap ruangan ada beberapa anak yang dikelompokkan sesuai kelasnya. Melihat mereka rasanya aku ingin menertawakan diriku sendiri. Selain aku tak ada anak kuliahan yang menjalani bimbingan belajar di sini. Aku seperti anak SD yang baru masuk sekolah menengah pertama dan butuh tambah
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Karma.

Pagi ini aku bangun dengan tubuh terasa sakit semua. Takut Gibran tiba-tiba masuk ke dalam kamar seperti beberapa hari yang lalu, jadinya aku berjaga semalaman dibalik pintu sampai ketiduran. Dan hasilnya paginya pagi ini tubuh sakit semua. Beruntung hari ini kuliahku dimulai jam setengah sembilan jadinya aku punya waktu tidur sebentar setelah sholat shubuh. Pukul tujuh pagi aku sudah selesai mandi namun aku menahan diri untuk tetap di dalam kamar. Baru setelah mendengar suara mobil Gibran keluar rumah barulah aku turun untuk sarapan. "Selamat pagi Non," ucap Bibi mengurai senyum saat aku mendekati meja makan. "Dari tadi bibi tunggu kok baru turun, Non?" tanyanya sambil merapikan piring bekas makan Gibran. "Kecapean Bi, jadi tadi bangunnya kesiangan." Aku menjawab sambil mendudukan diri di salah satu kursi. Begitu aku duduk bibi langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng serta telur mata sapi. "Aku sarapan roti aja Bik," kataku menolak saat piring
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status