Home / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Mempelai yang Tak Diharapkan: Chapter 191 - Chapter 200

207 Chapters

Cinta? Apa mungkin bisa mencintai jika sering disakiti?

"Tunggu!" Atika menahan lengan Gibran. "Papamu menelpon," katanya sambil menunjukkan ponselnya yang bergetar. Gibran menghentikan langkahnya. "Kenapa Papa nelpon?" Gibran mengerutkan dahinya. Mendengar itu Anindya memegangi lengan Guntur lalu menariknya kembali bersembunyi. "Papa pasti mencari kita, sebaiknya kita segera kembali." Ayra menyahut. "Halo Pa," Atika menerima panggilan suara dari ponsel suaminya. "Iya Pa. Ini Mama nyari Anindya Pa. Iya...iya... Mama balik sekarang Pa," jawab Atika sebelum mengakhiri panggilan. "Papa kalian marah-marah. Katanya, malu sama keluarga Kaisar karena semuanya pergi tinggal Papa dan Gia saja." "Kak Guntur kemana?" tanya Gibran. "Tadi dia pamit angkat telpon. Mungkin sekarang ada di luar," jawab Atika."Telpon dari siapa? Kenapa lama sekali?" tanya Gibran lagi, merasa curiga. "Sudah-sudah gak usah bicarakan anak itu, kita balik aja keburu Papamu tambah marah." Atika menarik tangan Ayra dan Gibran. Namun Gibran menolak. "Mama s
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Memasang topeng gadis polos.

Sudah jam sembilan pagi namun kendaraan milik Gibran masih terparkir di halaman rumah. Itu menandakan pria itu belum berangkat ke kantor. Padahal hari ini bukan hari libur tapi kenapa pria itu belum juga berangkat kerja. Berbeda dengan Gibran, hari ini Anindya tidak ada kelas karena kemarin baru selesai ujian. Dua jam sudah gadis berwajah manis itu duduk di sofa dekat jendela kamarnya. Matanya setia memandang ke arah halaman rumah yang ada di bawah. Tepatnya pada mobil hitam milik suaminya. "Kenapa belum berangkat juga?" keluhnya sedikit kesal. "Apa dia gak kerja hari ini? Kan masih hari jum'at." Monolognya pada diri sendiri. Bibirnya mengerucut karena kesal dan lapar. Semalam dia tidak menghabiskan makan malamnya karena buru-buru mengikuti Gibran dan Ayra. Sampai rumah moodnya jelek jadi tidak berminat untuk makan lagi. Jadilah sejak selesai solat shubuh perutnya meronta-ronta minta segera diisi. Gadis itu mendengus kasar, dielus-elus perut rampingnya yang kembali berbunyi.
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Tiba-tiba menghilang

Tak terasa seminggu sudah berlalu dan tibalah hari dimana acara akad nikah Ayra dan Kaisar akan digelar. Di sebuah hotel mewah milik keluarga besar Gibran. Kaisar dan keluarganya yang berasal dari Singapura sudah datang sejak sehari sebelumnya. Tak hanya keluarga Kaisar, kerabat dekat dan jauh keluarga Ayra juga sudah datang dan menginap di hotel. Berbeda dengan keluarganya, Gibran dan Anindya masih berada di rumah mereka. Gibran menolak saat diminta ikut menginap di hotel. "Aku akan datang pagi-pagi sekali. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau Anin, terserah sama dia," tolak Gibran saat makan malam di rumah orang tuanya dua hari sebelum hari H. Sama seperti suaminya. "Aku bareng Mas Gibran aja Ma. Suami istri kan datang dan pergi harus bareng Ma," ucap Anindya ikut menolak saat sang mertua memaksanya untuk ikut menginap di hotel. Namun Atika seperti tak mau menyerah, wanita itu terus membujuk Anindya dengan rayuan dan banyak kata-kata manis. "Ikut ya An
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Terperangkap.

"Apa? Menghilang?" sahut Ayra denga suara lantang, "Jangan-jangan mereka kabur bersama," "Tidak mungkin." Suara Ibra keras dan tegas. Pria itu melangkah maju berdiri tegap di depan keluarganya. "Anindya, keponakanku tidak berbuat hal memalukan seperti itu." Sambungnya bak garda terdepan untuk melindungi semua orang-orang yang dianggapnya keluarga. "Lalu dimana dia sekarang?" sahut Atika yang biasanya diam kini tiba-tiba lantang berbicara di depan semua orang. "Tanyakan itu pada Gibran." Tari menunjuk Gibran. Gibran mengerutkan dahinya. "Bukankah kamu yang kuminta menjemputnya?" "Iya, benar. Tadi Tari menjemput di kamar yang sebutkan tapi kata temannya orang suruhanmu sudah membawanya," sahut Satya berusaha tenang, ada sang putri berada dalam gendongannya. Tari menarik tangan Renata maju. Menyuruh teman Anindya itu untuk berbicara. "Katakan," suruhnya. Renata menatap Gibran lalu berkata, "Iya, tadi sekitar dua jam yang lalu seorang wanita menjemput Anindya, katanya
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Terjebak 2.

"Wanita itu," desis Tari menatap kepergian Ayra dan Atika dengan tatapan kesal. "Aku merasa wanita itu sangat berbahaya. Di depan semua orang dia terlihat kalem dan lemah lembut. Tapi dari tatapan matanya aku merasa di sangat egois dan licik," terang Jihan. "Kamu benar, apa sebaiknya kita ikut? tanya Tari menoleh pada Jihan. "Ya, lebih baik begitu. Takutnya dia playing victim dan memperdaya semua orang dengan ucapannya," jawab Jihan. "Aku setuju." Tari mengangguk. Sebelum pergi Tari berpesan pada Aisyah untuk menunggu di restoran bersama Renata dan tiga orang pengawal. Setelahnya Tari dan Jihan bergegas menyusul gerombolannya orang-orang tadi yang ternyata sudah menaiki lif menuju lantai paling atas. "Ayo cepat." Tari menarik tangan Jihan masuk ke lift begitu benda beso itu terbuka. Saat keluar dari lift, Tari sempat melihat Ayra masuk kesebuah kamar. Dengan bergandengan tangan Tari dna Jihan berlari menyusul rombongan itu. "Kaisar?" pekik Monika saat Tari da
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Terbongkar.

"Tapi kamu mencintai Gibran." Jantung Gibran serasa hampir lepas dari tempatnya. Matanya membelalak menatap tak percaya Anindya seberani itu membuka rahasianya dan Ayra. Gadis yang biasanya penurut itu mendadak berani dan seolah sudah bisa membaca situasi setiap ucapan juga bantahan terlontar dengan sangat lancar dari celah diantara dua bibirnya. "Benar kan, Gibran?" "Jangan bicara sembarangan kamu," bentak Ayra dengan wajah mendadak pucat. Wanita dengan make up yang sudah sedikit luntur itu jadi salah tingkah saat menyadari semua mata menatap kearahnya dan Gibran. Apalagi saat ini kedua tangan Gibran memeluk tubuh rampingnya dari belakang. Mendadak suasana menjadi hening. "Gil* mencintai saudaranya sendiri," celetuk Sifa dengan tatapan jijik. Merasa ditipu Erlangga marah besar. "Apa ini maksudnya semua ini? Jelaskan!!!" Erlangga meminta penjelasan pada Ario, sebagai ayah Ayra dan Gibran. Ario terlihat marah dan juga bingung. Tidak yahu harus berkata apa. Pria itu gel
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Penjelasan

"Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Gibran. Dan juga tentang kejadian kemarin, ceritakan dengan jelas!" peringah Satya menatap intens pada gadis manis yang duduk di hadapannya. Pagi ini setelah sarapan Satya mengumpulkan semua anggota keluarganya untuk mendengar penjelasan tentang rumah tangga adiknya, Anindya. Jika kemarin Anindya bisa menghindar dengan alasan capek. Tapi tidak hari ini tidak bisa lagi. Suami Tari itu memutuskan untuk tinggal di rumah orang tuanya untuk beberapa sampai masalah Anindya dan Gibran selesai. Dan setelahnya baru akan kembali ke Surabaya. "Jangan diam saja. Katakan ada masalah apa sebenarnya?" sambung Aisyah tidak sabar. Anindya yang jadi fokus utama semua orang hanya menatap datar dan menghela nafas. Mimik wajahnya memelas. "Ceritanya panjang, Ma. Bingung aku Kak, mau cerita dari mana?" Gadis itu menatap Aisyah dan Satya bergantian. Wajahnya cemberut seolah enggan untuk bercerita tentang apa yang sudah diriny
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Penjelasan Gibran.

"Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu." Satya menatap tajam pria berwajah kusut di depannya. Sudah sepuluh menit Satya dan Tari menunggu tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulut Gibran. "Kau ingin bicara atau tidak?" geram Satya mulai habis kesabaran. "Mas, bersabarlah." Tari memegang lengan suaminya yang sudah mengepal diatas meja. "Apa kamu tidak lihat dia sedang kebingungan," sambungnya dengan tatapan mengarah pada pria yang sudah berulang kali mengusap wajahnya. Gibran seperti orang yang sedang gelisah. Tatapannya sayu dan wajahnya pucat. Satya menarik nafas panjang, berusaha meredam emosinya. Setelah mengetahui perbuatan Gibran pada Anindya membuat suami Tari itu kesulitan menahan emasinya. Meski begitu Satya sadar, dirinya juga bersalah karena tidak mendengarkan Tari untuk membatalkan perjodohan Anindya dna Gibran. "Mas, tadi janji apa? Kalau kayak gini mending tadi gak usah datang," ujar Tari mengingatkan janji yang sudah diucapkan Satya sebelum bera
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Penjelasan Gibran 2

"Pukul dan hajar aku sesukamu. Aku tidak minta untuk dimaafkan. Tapi aku mohon izin aku bertemu dengan Anindya sekali saja," mohon Gibran sambil memegang kaki Satya. "Ada yang harus aku jelaskan," "Bangunlah, jangan seperti ini?" Satya melihat ke sekelilingnya. Beberapa pengunjung kafe melihat kearah mereka. "Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu berjanji mengizinkan aku bertemu Anindya," tolak Gibran kekeh pada pendiriannya. "Semua keputusan bukan di tanganku. Sekalipun aku mengizinkanmu belum tentu Anindya mau bertemu denganmu," ujar Satya dengan tatapan kesal. "Mas Satya benar. Anindya sudah memutuskan untuk mengajukan perceraian dan pergi ke luar negeri untuk sekolah." Tari menyahut. "Apa?" Gibran langsung bangkit. "Kamu serius?" tanyanya menatap Tari dengan tatapan melas. "Duduklah," suruh Tari dan pria itu langsung menurut. Satya menghembuskan nafas kasar. Melihat Gibran seperti melihat dirinya sendiri empat tahun lalu. Saat dirinya dipaksa menceraikan
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Danisa ikut berperan membantu Anindya,

"Katakan!!" Sentak Satya marah. "Mas, tenanglah.." Tari memegangi lengan suaminya. Meminta pria itu untuk tenang. "Anin, aku minta maaf karena aku tidak bisa membantumu membatalkan perjodohan itu. Tapi kamu tahu kan, kita semua sayang sama kamu. Jadi kumohon jujurlah, apa kamu berhubungan lagi dengan wanita itu?" tanya Tari menatap Anindya lekat. Anindya menatap Tari melas. "Mbak lebih percaya sama Gibran? Semua yang pria itu katakan bohong. Gibran dan mamanya itu sangat licik Mbak," Tari terdiam, matanya menatap Anindya dengan sorot kecewa. Dia tidak yakin Gibran jujur tapi dia tahu Anindya sedang berbohong. Bukannya menjawab Anindya berusaha mengalahkan dengan menjelekkan Gibran dan mamanya. "Ganendra sudah menyelidiki semuanya. Lima menit yang lalu dia menelponku. Katanya, ada indikasi campur tangan Danisa dalam kejadian kemarin. Masih mau berbohong?" ujar Satya menahan geram. Kecewa, pasti. Dia tidak menyangka adiknya masih saja berhubungan dengan wanita yang dulu
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more
PREV
1
...
161718192021
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status