Home / Romansa / Mempelai yang Tak Diharapkan / Memasang topeng gadis polos.

Share

Memasang topeng gadis polos.

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2025-01-08 22:07:36

Sudah jam sembilan pagi namun kendaraan milik Gibran masih terparkir di halaman rumah. Itu menandakan pria itu belum berangkat ke kantor. Padahal hari ini bukan hari libur tapi kenapa pria itu belum juga berangkat kerja.

Berbeda dengan Gibran, hari ini Anindya tidak ada kelas karena kemarin baru selesai ujian. Dua jam sudah gadis berwajah manis itu duduk di sofa dekat jendela kamarnya. Matanya setia memandang ke arah halaman rumah yang ada di bawah. Tepatnya pada mobil hitam milik suaminya.

"Kenapa belum berangkat juga?" keluhnya sedikit kesal. "Apa dia gak kerja hari ini? Kan masih hari jum'at." Monolognya pada diri sendiri. Bibirnya mengerucut karena kesal dan lapar.

Semalam dia tidak menghabiskan makan malamnya karena buru-buru mengikuti Gibran dan Ayra. Sampai rumah moodnya jelek jadi tidak berminat untuk makan lagi. Jadilah sejak selesai solat shubuh perutnya meronta-ronta minta segera diisi.

Gadis itu mendengus kasar, dielus-elus perut rampingnya yang kembali berbunyi.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Hema Yunita
yg bnyak kk dong kk ...
goodnovel comment avatar
Fitria Endaryanto
ayooo Aninn cantikk kaamu gak boleh kalah sama ayriot sama si gibrun ituu
goodnovel comment avatar
Farija Farija
nunggu nya 24 jam bacanya cuman 1 kedip mata terus upnya cuman 1...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tiba-tiba menghilang

    Tak terasa seminggu sudah berlalu dan tibalah hari dimana acara akad nikah Ayra dan Kaisar akan digelar. Di sebuah hotel mewah milik keluarga besar Gibran. Kaisar dan keluarganya yang berasal dari Singapura sudah datang sejak sehari sebelumnya. Tak hanya keluarga Kaisar, kerabat dekat dan jauh keluarga Ayra juga sudah datang dan menginap di hotel. Berbeda dengan keluarganya, Gibran dan Anindya masih berada di rumah mereka. Gibran menolak saat diminta ikut menginap di hotel. "Aku akan datang pagi-pagi sekali. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau Anin, terserah sama dia," tolak Gibran saat makan malam di rumah orang tuanya dua hari sebelum hari H. Sama seperti suaminya. "Aku bareng Mas Gibran aja Ma. Suami istri kan datang dan pergi harus bareng Ma," ucap Anindya ikut menolak saat sang mertua memaksanya untuk ikut menginap di hotel. Namun Atika seperti tak mau menyerah, wanita itu terus membujuk Anindya dengan rayuan dan banyak kata-kata manis. "Ikut ya An

    Last Updated : 2025-01-08
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terperangkap.

    "Apa? Menghilang?" sahut Ayra denga suara lantang, "Jangan-jangan mereka kabur bersama," "Tidak mungkin." Suara Ibra keras dan tegas. Pria itu melangkah maju berdiri tegap di depan keluarganya. "Anindya, keponakanku tidak berbuat hal memalukan seperti itu." Sambungnya bak garda terdepan untuk melindungi semua orang-orang yang dianggapnya keluarga. "Lalu dimana dia sekarang?" sahut Atika yang biasanya diam kini tiba-tiba lantang berbicara di depan semua orang. "Tanyakan itu pada Gibran." Tari menunjuk Gibran. Gibran mengerutkan dahinya. "Bukankah kamu yang kuminta menjemputnya?" "Iya, benar. Tadi Tari menjemput di kamar yang sebutkan tapi kata temannya orang suruhanmu sudah membawanya," sahut Satya berusaha tenang, ada sang putri berada dalam gendongannya. Tari menarik tangan Renata maju. Menyuruh teman Anindya itu untuk berbicara. "Katakan," suruhnya. Renata menatap Gibran lalu berkata, "Iya, tadi sekitar dua jam yang lalu seorang wanita menjemput Anindya, katanya

    Last Updated : 2025-01-09
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terjebak 2.

    "Wanita itu," desis Tari menatap kepergian Ayra dan Atika dengan tatapan kesal. "Aku merasa wanita itu sangat berbahaya. Di depan semua orang dia terlihat kalem dan lemah lembut. Tapi dari tatapan matanya aku merasa di sangat egois dan licik," terang Jihan. "Kamu benar, apa sebaiknya kita ikut? tanya Tari menoleh pada Jihan. "Ya, lebih baik begitu. Takutnya dia playing victim dan memperdaya semua orang dengan ucapannya," jawab Jihan. "Aku setuju." Tari mengangguk. Sebelum pergi Tari berpesan pada Aisyah untuk menunggu di restoran bersama Renata dan tiga orang pengawal. Setelahnya Tari dan Jihan bergegas menyusul gerombolannya orang-orang tadi yang ternyata sudah menaiki lif menuju lantai paling atas. "Ayo cepat." Tari menarik tangan Jihan masuk ke lift begitu benda beso itu terbuka. Saat keluar dari lift, Tari sempat melihat Ayra masuk kesebuah kamar. Dengan bergandengan tangan Tari dna Jihan berlari menyusul rombongan itu. "Kaisar?" pekik Monika saat Tari d

    Last Updated : 2025-01-09
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pertengkaran

    "Berhenti bersikap seolah kamu istri yang baik di depan keluargaku, Tari." Ucapan Kak Abisatya membuatku yang tengah menunduk hendak melepas sepatu high heels, terkesiap. Aku sudah sangat lelah setelah makan malam di keluarga mertuaku. Perlukah kami bertengkar lagi malam ini? "Kamu dengar, tidak? Jawab!!" sentaknya dengan suara keras yang hampir membuat jantungku copot dari tempatnya. Pelan, aku mengelus dadaku karena kaget. "Maaf." Hanya kata itu yang kurasa aman untuk kuucapkan. Aku sadar membela diri akan semakin membuatnya marah. Namun, mengapa Kak Abisatya malah menatapku tajam? Sepertinya aku memilih kata yang salah. "Maaf? Tidak perlu minta maaf jika kamu terus mengulangi kesalahan yang sama," ucapnya, "Ingat baik-baik, Tari. Pernikahan kita hanya di atas kertas. Jika bukan karena Ganendra yang memintaku, aku tidak sudi menikahimu. Jangan pernah lupa, aku menikahimu hanya—" "—untuk membantu menutupi aib keluargaku akibat kesalahanku memilih calon suami," poton

    Last Updated : 2024-07-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Awal Mula Bencana

    Enam bulan sebelumnya, keluarga besarku tengah menyiapkan acara pernikahan. Rumah sudah bising dengan suara orang beraktivitas. Saudara dari Mama dan Papaku sudah berkumpul semua untuk akad esok hari. Aku begitu khawatir mengingat akan melepas status gadis yang selama 20 tahun ini aku sandang. Bukannya tak senang, hanya saja aku merasa masih belum benar-benar siap untuk memasuki tahap berumah tangga. Kuliahku saja masih semester 4. Jadi, aku tidak yakin jika aku bisa menjalankan peran seorang istri dengan baik. Jika bukan karena kesungguhan Bagas, kekasihku, dalam membujuk orang tuaku, sekarang aku pasti masih sedang menghabiskan waktu di mall bersama teman dan sepupuku. Ya, dialah tersangka utamanya! Pria itu sudah tidak sabar mempersunting diriku. Katanya, takut kehilangan aku. Alasan yang terlalu mengada-ngada. Aku bahkan merasa jengah mendengar gombalan dan ungkapan Bagas yang kurasa sangat berlebihan. Tapi, entahlah … aku dan keluargaku merasa Bagas adalah

    Last Updated : 2024-07-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Berita Mengejutkan

    "Brengsek!" umpat Kak Ganendra seketika. Bugh! Dengan penuh amarah, kakakku itu menghadiahkan bogem mentah tepat di wajah tampan Bagas, hingga pria itu tersungkur. Di sisi lain, aku hanya menatap kosong ke arah dua orang yang sedang berkelahi itu. Entah terbang ke mana perginya rasa belas kasihku melihat Bagas dipukuli? Suara teriakan dan jeritan di sekitarku pun tak membuatku berempati. Berbeda denganku, wanita yang mengaku istrinya Bagas itu terlihat begitu khawatir bahkan sampai menangis melihat keadaan suaminya yang babak belur. Sambil marah-marah, wanita itu membantu Bagas berdiri meski pria itu berulang kali menepis tangannya kasar. "Lepas!" sentak Bagas kembali menepis tangan istri yang dinikahinya empat bulan lalu tanpa sepengetahuanku itu. Aku menoleh saat sebuah tangan merangkulku dari samping. Sandra menatapku sedih. "Sabar," ucapnya. Sabar? Bisakah aku sabar? Kecewa, marah, bercampur malu. Itu yang saat ini berjejalan di otakku. "Pernikahan kamu

    Last Updated : 2024-07-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Jauh dari Kenyataan

    "Maaf. Tapi, tolong dengarkan penjelasanku. Aku sama sekali tidak–" "Aku tidak butuh penjelasanmu!" potong Kak Abisatya dengan tatapan tajamnya, hingga bibirku langsung terkatup rapat. "Dengar dan ingat baik-baik ucapanku ini, Tari. Jangan pernah menyentuh barang-barangku, jangan memasak atau mencuci pakaianku. Jangan melakukan pekerjaan rumah meski itu hanya menyapu lantai kamarku,” tambahnya, “Dan yang paling penting, berpura-puralah tidak saling mengenal jika kita bertemu di luar rumah." Tubuhku seketika kaku. Dan air mata luruh begitu saja. Jika waktu bisa diputar…. "Mbak Tari!" panggil Bik Sumi. Asisten rumah tangga mama mertuaku itu menepuk pundakku pelan. Aku mengerjap, tersadar dari lamunanku. "Dari tadi dipanggil, tapi Mbak Tari nggak denger." "Maaf Bik," ucapku mengedipkan kedua mata yang terasa panas, lalu menarik kedua sudut bibirku paksa, "Ada apa ya Bik?" "Kalau sudah mau magrib, masuk rumah. Jangan malah melamun di luar, ndak baik." Bibik mengikutiku du

    Last Updated : 2024-07-31
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menghindar

    Seharusnya, aku tidak lari! Tapi, gugup membuatku malah memilih kembali masuk ke dalam kamar. Setelah ketahuan mencuri pandang aku jadi panik sendiri. "Assalamu'alaikum Mas Satya, tumben jam segini kok sudah siap? Apa ada jadwal operasi?" Suara Bik Sumi terdengar dari dalam kamarku. "Iya Bik," jawab Kak Satya singkat. "Tunggu sebentar ya, Bibi siapkan sarapannya." Aduh! Kalau begini, bagaimana aku bisa keluar tanpa menyapa Kak Satya? Bisa-bisa Bibi curiga. Tapi kalau aku menyapa dan mencium tangan Kak Satya, sudah pasti dia akan marah dan mengatakan aku cari kesempatan. Masa harus nunggu Kak Satya berangkat? Sampai jam berapa? Sedang, aku ada mata kuliah pagi lagi! Kubuka sedikit pintu kamar, memerhatikan sekeliling. Bibi tampak sibuk di dapur, menata makanan yang dibawanya dari rumah ibu mertua. Untuk sarapan, Bibi memang selalu membawa makanan yang sudah dia masak di rumah Mama Aisyah. Tapi, untuk makan malam, bibi akan memasaknya di sini. Tentu tanpa ca

    Last Updated : 2024-07-31

Latest chapter

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terjebak 2.

    "Wanita itu," desis Tari menatap kepergian Ayra dan Atika dengan tatapan kesal. "Aku merasa wanita itu sangat berbahaya. Di depan semua orang dia terlihat kalem dan lemah lembut. Tapi dari tatapan matanya aku merasa di sangat egois dan licik," terang Jihan. "Kamu benar, apa sebaiknya kita ikut? tanya Tari menoleh pada Jihan. "Ya, lebih baik begitu. Takutnya dia playing victim dan memperdaya semua orang dengan ucapannya," jawab Jihan. "Aku setuju." Tari mengangguk. Sebelum pergi Tari berpesan pada Aisyah untuk menunggu di restoran bersama Renata dan tiga orang pengawal. Setelahnya Tari dan Jihan bergegas menyusul gerombolannya orang-orang tadi yang ternyata sudah menaiki lif menuju lantai paling atas. "Ayo cepat." Tari menarik tangan Jihan masuk ke lift begitu benda beso itu terbuka. Saat keluar dari lift, Tari sempat melihat Ayra masuk kesebuah kamar. Dengan bergandengan tangan Tari dna Jihan berlari menyusul rombongan itu. "Kaisar?" pekik Monika saat Tari d

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Terperangkap.

    "Apa? Menghilang?" sahut Ayra denga suara lantang, "Jangan-jangan mereka kabur bersama," "Tidak mungkin." Suara Ibra keras dan tegas. Pria itu melangkah maju berdiri tegap di depan keluarganya. "Anindya, keponakanku tidak berbuat hal memalukan seperti itu." Sambungnya bak garda terdepan untuk melindungi semua orang-orang yang dianggapnya keluarga. "Lalu dimana dia sekarang?" sahut Atika yang biasanya diam kini tiba-tiba lantang berbicara di depan semua orang. "Tanyakan itu pada Gibran." Tari menunjuk Gibran. Gibran mengerutkan dahinya. "Bukankah kamu yang kuminta menjemputnya?" "Iya, benar. Tadi Tari menjemput di kamar yang sebutkan tapi kata temannya orang suruhanmu sudah membawanya," sahut Satya berusaha tenang, ada sang putri berada dalam gendongannya. Tari menarik tangan Renata maju. Menyuruh teman Anindya itu untuk berbicara. "Katakan," suruhnya. Renata menatap Gibran lalu berkata, "Iya, tadi sekitar dua jam yang lalu seorang wanita menjemput Anindya, katanya

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tiba-tiba menghilang

    Tak terasa seminggu sudah berlalu dan tibalah hari dimana acara akad nikah Ayra dan Kaisar akan digelar. Di sebuah hotel mewah milik keluarga besar Gibran. Kaisar dan keluarganya yang berasal dari Singapura sudah datang sejak sehari sebelumnya. Tak hanya keluarga Kaisar, kerabat dekat dan jauh keluarga Ayra juga sudah datang dan menginap di hotel. Berbeda dengan keluarganya, Gibran dan Anindya masih berada di rumah mereka. Gibran menolak saat diminta ikut menginap di hotel. "Aku akan datang pagi-pagi sekali. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau Anin, terserah sama dia," tolak Gibran saat makan malam di rumah orang tuanya dua hari sebelum hari H. Sama seperti suaminya. "Aku bareng Mas Gibran aja Ma. Suami istri kan datang dan pergi harus bareng Ma," ucap Anindya ikut menolak saat sang mertua memaksanya untuk ikut menginap di hotel. Namun Atika seperti tak mau menyerah, wanita itu terus membujuk Anindya dengan rayuan dan banyak kata-kata manis. "Ikut ya An

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memasang topeng gadis polos.

    Sudah jam sembilan pagi namun kendaraan milik Gibran masih terparkir di halaman rumah. Itu menandakan pria itu belum berangkat ke kantor. Padahal hari ini bukan hari libur tapi kenapa pria itu belum juga berangkat kerja. Berbeda dengan Gibran, hari ini Anindya tidak ada kelas karena kemarin baru selesai ujian. Dua jam sudah gadis berwajah manis itu duduk di sofa dekat jendela kamarnya. Matanya setia memandang ke arah halaman rumah yang ada di bawah. Tepatnya pada mobil hitam milik suaminya. "Kenapa belum berangkat juga?" keluhnya sedikit kesal. "Apa dia gak kerja hari ini? Kan masih hari jum'at." Monolognya pada diri sendiri. Bibirnya mengerucut karena kesal dan lapar. Semalam dia tidak menghabiskan makan malamnya karena buru-buru mengikuti Gibran dan Ayra. Sampai rumah moodnya jelek jadi tidak berminat untuk makan lagi. Jadilah sejak selesai solat shubuh perutnya meronta-ronta minta segera diisi. Gadis itu mendengus kasar, dielus-elus perut rampingnya yang kembali berbunyi.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Cinta? Apa mungkin bisa mencintai jika sering disakiti?

    "Tunggu!" Atika menahan lengan Gibran. "Papamu menelpon," katanya sambil menunjukkan ponselnya yang bergetar. Gibran menghentikan langkahnya. "Kenapa Papa nelpon?" Gibran mengerutkan dahinya. Mendengar itu Anindya memegangi lengan Guntur lalu menariknya kembali bersembunyi. "Papa pasti mencari kita, sebaiknya kita segera kembali." Ayra menyahut. "Halo Pa," Atika menerima panggilan suara dari ponsel suaminya. "Iya Pa. Ini Mama nyari Anindya Pa. Iya...iya... Mama balik sekarang Pa," jawab Atika sebelum mengakhiri panggilan. "Papa kalian marah-marah. Katanya, malu sama keluarga Kaisar karena semuanya pergi tinggal Papa dan Gia saja." "Kak Guntur kemana?" tanya Gibran. "Tadi dia pamit angkat telpon. Mungkin sekarang ada di luar," jawab Atika."Telpon dari siapa? Kenapa lama sekali?" tanya Gibran lagi, merasa curiga. "Sudah-sudah gak usah bicarakan anak itu, kita balik aja keburu Papamu tambah marah." Atika menarik tangan Ayra dan Gibran. Namun Gibran menolak. "Mama s

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ternyata dia juga,

    "-----Anindya hanya pion yang akan aku tumbalkan untuk melancarkan rencana kita." Degh...... Seperti badai yang menghantam di saat cuaca sedang cerah. Mendadak sinar di wajah Anindya meredup. Matanya dipenuhi kaca-kaca yang hanya dengan kedipan mata seketika menjadi hujan. 'Jadi kau menipuku?' batinnya dengan hati yang terasa sesak. Ternyata semua perlakuan manis ya beberapa hari ini hanya kepura-puraan saja. Tak sampai di situ, Gibran kembali memberi luka yang lebih dalam lagi. "Anindya wanita hanyalah wanita bodoh yang haus kasih sayang, sangat mudah dibohongi dengan kata-kata manis. Dia tidak pantas disandingkan denganmu. Jadi berhentilah cemburu padanya." Serasa hatinya dicabik-cabik Anindya memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa perih dan ngilu. Rasa sakit itu membuatnya lelehan bening merangsek keluar dari kedua bola mata indahnya. "Tapi sikapmu terlalu manis padanya dan itu membuatku kesal." Ayra mendekati Gibran. Tangannya merambat pelan meraba lengan, punda

  • Mempelai yang Tak Diharapkan    Ternyata penipu.

    "Hari pulang jam berapa?" tanya Gibran yang duduk dibalik kemudi. "Jam 12-an," jawab Anindya tanpa menoleh. Gadis itu sibuk menghafal catatan yang diberikan Bagas kemarin siang. "Hari ini kamu ada ujian?" tanya Gibran melirik gadis yang duduk di sebelahnya. Sejak kemarin malam Anindya sibuk dengan buku-buku pelajarannya. "Iya." Kembali, Anindya menjawab singkat. Gibran menghela nafas. Anindya yang dilihatnya dulu dan sekarang sudah berbeda jauh. Dulu Gibran sempat menolak saat pertama kali Ibra Rahardian menawarkan perjodohan dirinya dengan Anindya, putri bungsu Farhan Aditama. "Anindya Savira Aditama, putri kedua dari Farhan Aditama. Sikapnya sombong, suka dengan kemewahan dan memiliki banyak catatan buruk baik di sekolah juga di kampus. Pernah bermasalah dengan pembullyan dan hampir dikeluarkan dari kampus." Informasi yang Gibran dapatkan tentang adik Abisatya itu tidak ada yang baik. Tapi setelah hidup bersama Gibran baru tahu ternyata Anindya tidak seburuk itu.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Berbaikan dengan Mama

    "Jujur sama Mama, sebenarnya tadi kamu tiba-tiba menghilang karena kamu ingin kabur kan? Kamu sudah tidak tahan dengan sikap kasar Gibran kan?" Anindya menggelengkan kepalanya, "Nggak seperti itu Ma?" "Gak usah bohong sama Mama. Mama sudah tahu semuanya," kekeh Aisya pada pendiriannya. Anindya memandang Jihan yang juga memandangnya dengan tatapa sendu. Ada rasa bersalah tersirat dalam tatapan wanita cantik itu. Karena dirinya yang cemburu buta Anindya dipaksa menikahi Gibran. "Ini salah faham Ma, Mas Gibran tidak seperti yang kalian pikirkan. Dia memang kaku dan tegas tapi dia baik. Mas Gibran yang menolongku saat aku dibully di kampus. Bahkan dia menolak untuk damai," terang Anindya. Aisyah memcingkan matanya. Wanita yang telah melahirkan Anindya itu tidak serta merta mempercayai ucapan putrinya itu. Dia tahu betul seperti apa Anindya. Dia pandai berbohong. "Aku nggak bohong Ma," kekeh Anindya berusaha meyakinkan sang Mama. "Kalau Mama tidak percaya Mama bisa telp

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dendam Danisa.

    "Satu... dua... ti...." Anindya sontak menutup matanya, jantungnya berdegup kencang membayangkan rasa sakit yang akan dirasakannya saat cairan keras itu mengenai kulit mulusnya. 'Yaa Allah..... Hanya Enkaulah penolongku dan hanya pada-Mu aku bersandar.' Dalam hati Anindya terus merapalkan doa meminta pertolongan dari Tuhan. Namun sampai beberapa menit tidak ada yang terjadi, suasana mendadak hening. Hanya terdengar deru mesin mobil yang berjalan. Tangan yang memeganginya juga mengendur. Perlahan Anindya membuka matanya. Nampak dua orang disamping kanan kirinya menatapnya lekat. "Takut?" ucap Danisa yang di sambut decak tawa dua orang teman Danisa. "Sepertinya dia penasaran dengan rasa sakitnya?" sahut seseorang yang duduk dibalik kemudi. "Rasanya sangat panas dan menyakitkan. Kulitmu akan melepuh dan terasa perih. Rasa sakitnya masih terasa meski lukanya sudah kering. Kamu mau lihat?" Danisa memegangi maskernya seolah akan melepaskan kain penutup mukanya itu. "A-a

DMCA.com Protection Status