All Chapters of Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

Dua Puluh Satu

Danu terkesiap mendengar ucapan Sarni. Ia mengembuskan napas kasar lalu segera masuk ke dalam rumah. Danu mengusap wajah dengan kasar saat ini. Pikiran Danu mulai kacau saat ini.'Apa mereka sebenarnya sudah tahu? Ah, ya, pantas saja banyak pemuda yang saat ini berada di sekitar rumah Salma,' batin Danu yang saat ini sedikit merasa ketakutan. Pagi datang dengan cepat, Gina pulang bersama dengan Putri. Rumah kontrakan tidak terkunci dan gerobak milik Danu masih berada di halaman. Gina meletakkan semua barang yang dibawa dari rumah Arumi. Akan tetapi, ia menyembunyikan ponsel yang diberi oleh Dokter cantik itu. "Kamu udah pulang, Gin? Aku udah masak buat kamu. Kalo kamu mau istirahat dulu, silakan. Biar Putri sama aku. Aku sengaja nggak jualan hari ini," kata Danu seolah tidak terjadi apa-apa."Nggak usah. Aku udah istirahat di rumah Mbak Arumi," kata Gina dengan ketus lalu mengambil sayur dan lauk untuk dipanaskan. Danu hanya bisa menggaruk kepala yang tak gatal. Ketika sang istri m
last updateLast Updated : 2024-09-02
Read more

Dua Puluh Dua

Matahari mulai condong ke barat, sinarnya yang redup menyusup melalui celah tirai rumah kecil di sudut gang sempit. Danu duduk termenung di kursi kayu teras rumah kontrakan. Tangan kasarnya menggenggam gelas berisi teh yang sudah dingin, namun ia tidak berniat meminumnya. Pikirannya bercabang ke berbagai arah, semua terpusat pada satu hal; permintaan Gina.Pagi tadi, Gina dengan nada datar namun tajam meminta kepastian. "Mas Danu, aku sudah putuskan. Aku akan pergi ke luar negeri dan Putri akan diasuh oleh orang tuaku juga kakakku " Suaranya tenang, tapi tatapannya dingin dan tajam seperti pisau."Ke luar negeri? Gina, uangnya dari mana?" Danu terperanjat saat itu, meski mencoba menyembunyikan kebingungannya.Gina hanya mendesah. "Aku sudah dapat uangnya. Jangan tanya dari mana. Kalau kamu tidak mau ikut, aku juga tidak memaksa."Kata-kata itu terus terngiang di kepala Danu. Ia tahu hubungan mereka sudah lama retak, tetapi tidak menyangka Gina akan mengambil langkah sejauh ini. Ia mer
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Dua Puluh Tiga

Malam itu, udara terasa dingin, seakan menjadi cerminan hubungan dingin antara Danu dan Gina. Di teras rumah kontrakan sederhana mereka, Danu duduk termenung di atas kursi kayu yang sudah mulai lapuk. Angin malam menggesek dedaunan di pohon jambu yang menaungi halaman, menghasilkan suara gesekan yang lirih dan monoton. Danu memeluk lututnya, matanya menatap kosong ke pekarangan yang remang karena hanya diterangi satu bohlam tua yang menggantung di sudut teras.'Apa yang bisa aku lakukan biar Gina nggak jadi pergi ke luar negeri?' Pertanyaan itu menghantui pikiran Danu malam ini tanpa tahu apa jawabannya.Tidak ada solusi sama sekali karena keuangan Danu tidak memungkinkan. Uang pemberian Salma juga tidak ingin ia keluarkan. Danu kembali mendesah panjang. Hubungannya dengan Gina juga tidak baik-baik saja saat ini.Di dalam rumah, Gina sedang sibuk membereskan piring di dapur. Suara piring beradu dengan air di wastafel sesekali terdengar ke teras, mengisi keheningan. Tatapan sinis Gina
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Dua Puluh Empat

Suasana malam di rumah Gina dan Danu semakin dingin, seiring pertengkaran yang memanas di antara mereka. Danu berdiri di tengah ruang tamu, wajahnya memerah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Gina duduk di tikar dengan tatapan tajam yang menusuk. Ketegangan memancar dari setiap gestur tubuh mereka, membuat udara di dalam ruangan terasa sesak.Beruntung anak mereka sudah terlelap. Putri tidak harus menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Malang, balita berusia hampir tiga tahun itu punya keluarga yang tidak harmonis. Pemicu utama pertengkaran kedua orang tua Putri adalah masalah ekonomi. “Gina, sampai kapan kamu akan seperti ini?” Danu memulai lagi dengan nada tinggi. Suaranya menggema di ruangan yang sepi. “Aku sudah berusaha, tapi kamu terus saja menjauhiku! Apa aku tidak pantas diberi kesempatan kedua?”Gina mendongak perlahan, menatap Danu dengan sorot mata yang penuh luka. “Kesempatan kedua?” ia bertanya, suaranya dingin seperti es. “Danu, kamu pikir kesalahanmu bis
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Dua Puluh Lima

"Ibu mengizinkan atau tidak, aku akan tetap ke rumah Salma. Mungkin setelah ini, aku akan lebih sering bersama Salma." Setelah mengatakan hal itu pada Yulianti, Guntara langsung menutup sambungan teleponnya. Percuma berdebat dengan wanita yang telah melahirkannya. Guntara sudah patuh, tetapi rasa cinta itu tidak bisa hilang. Ia mencintai Salma hingga saat ini.Malam itu begitu sunyi di kompleks tempat tinggal Salma. Lampu jalan yang temaram memancarkan cahaya kuning, menambah suasana melankolis di sepanjang trotoar yang sepi. Angin malam yang dingin berhembus pelan, membawa serta bau tanah basah setelah hujan sore tadi. Dari kejauhan, Guntara berjalan cepat setelah memarkir mobilnya jauh di luar gerbang kompleks. Ia menggenggam sebuah kantong plastik berisi makanan kesukaan Salma, aroma hangat nasi goreng seafood yang masih mengepul terasa menenangkan. Namun, wajah Guntara tampak serius, pikirannya penuh dengan apa yang akan ia bicarakan dengan Salma malam ini."Maaf, Pak, saya mau a
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Dua Puluh Enam

Guntara tidak tahu banyak perihal alat penunda kehamilan yang terpasang pada tubuh Salma. Entahlah, siapa saja yang terlibat dalam masalah ini. Kenyataannya, Guntara tidak menemukan jawaban. Bolehkah curiga pada sang ibu?Suasana malam itu begitu sepi. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan kini hanya sesekali dilalui mobil atau motor. Lampu jalanan redup, dan udara dingin menyelimuti kota. Guntara menghentikan laju mobilnya di depan sebuah kedai kopi yang buka dua puluh empat jam. Sebuah papan nama neon yang berkedip-kedip mempertegas keberadaan tempat itu. Tanpa berpikir panjang, ia memarkir mobilnya dan masuk ke dalam kedai.Dentingan lonceng di pintu masuk berbunyi saat Guntara melangkah masuk. Kedai itu sepi, hanya ada seorang pria tua yang sedang membaca koran di sudut ruangan dan seorang barista muda yang berdiri di balik meja kasir. Aroma kopi yang kuat memenuhi udara, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan dinginnya malam di luar. Guntara memilih duduk di dekat
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Dua Puluh Tujuh

'Tidak ada yang benar sembuh karena luka perceraian, Mas. Aku hanya berusaha bahagia saja untuk diriku sendiri.'Ucapan Salma sebelum Guntara pulang sangat mengusik. Mereka dalam keadaan tidak baik-baik saja selama ini. Guntara tidak bahagia dengan pernikahannya. Pun dengan Salma yang selalu berusaha menyembuhkan luka, tetapi gagal. Matahari mulai naik, mengusir sisa embun yang masih menempel di dedaunan. Suasana rumah Yulianti masih lengang, hanya suara burung gereja yang memecah keheningan. Guntara duduk di ruang tamu, dengan wajah kusut. Kopi hitam yang baru saja dibuat Aliyah di atas meja kecil hanya dihirup aromanya tanpa disentuh. Pikirannya bercabang, kusut seperti benang yang tak tahu ujungnya di mana."Mas, ada Ibu. Tidak enak jika kita saling diam." Aliyah masih mencoba berbicara ramah pada Guntara setelah mereka hanya diam."Lalu aku harus apa? Tertawa? Marah-marah? Atau mengamuk agar rumah ini ramai? Sudah aku katakan, menjauh saja dariku," usir Guntara dan sukses membuat
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Dua Puluh Delapan

Aliyah merasa sangat frustrasi ketika bertengkar dengan Guntara. Ia tidak akan menang melawan sang suami. Ah, ya, memenangkan apa? Hati Guntara? Tidak akan.Selamanya, hati Guntara hanya untuk Salma. Fakta menyakitkan itu harus diterima Salma. Seperti apa pun berjuang meraih hati sang suami, tetap saja pemenangnya adalah Salma. Sakit? Entahlah, rasa sakit itu nyatanya tidak bisa membuat Aliyah menyerah. Sudah malam ketika Aliyah pulang ke rumah. Hujan rintik-rintik di luar menciptakan genangan kecil di halaman depan. Udara terasa dingin menusuk, tetapi bukan cuaca yang membuat Aliyah menggigil. Dadanya terasa sesak. Ia baru saja kembali dari perjalanan panjang setelah memergoki Salma bersama Danu di sebuah restoran kecil di pinggir kota.Aliyah berhenti di depan pintu rumahnya. Ia menatap pintu kayu cokelat itu lama, seolah membayangkan bagaimana Guntara akan bereaksi pada foto yang ia simpan di ponselnya. Rasa marah dan kecewa berkecamuk dalam dirinya, namun ada juga rasa takut. Apa
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Dua Puluh Sembilan

'Apa Aliyah sudah gila? Dia berani mengatakan hal itu pada Guntara? Kalo dia bongkar semua, pasti akan membuat Guntara mengamuk!' Yulianti berbicara seorang diri setelah tidak sengaja mendengar obrolan anak dan menantunya. Bukan sekadar obrolan, mereka sedang bertengkar lebih tepatnya. Guntara memaksa Aliyah menerima kenyataan yang ada. Kenyataan yang menyakitkan. Masa lalu Guntara belum usia dengan Salma. 'Sebaiknya aku harus menemui wanita sialan itu di pabrik. Akan aku buat malu di depan banyak orang. Berani-beraninya mempengaruhi Guntara!' Amarah masih ada di dalam hati Yulianti saat hendak menemui Salma di pabrik. Yulianti melangkah cepat memasuki rumah besar yang terasa dingin meskipun matahari bersinar terik di luar. Wajahnya merah padam, ekspresinya mencerminkan amarah yang membara. Hatinya masih dipenuhi rasa malu dan kekesalan setelah kejadian di tempat kerja Salma tadi pagi. Dengan langkah berat dan suara sepatu yang menghentak lantai marmer, Yulianti mendapati Gunta
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Tiga Puluh

Di ruang tamu rumah keluarga Yulianti, suasana yang biasanya hangat berubah tegang. Guntara duduk dengan punggung tegak di sofa, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Matanya menatap sang ibu, Yulianti, yang berdiri dengan tangan gemetar di hadapannya. Keputusan yang baru saja ia sampaikan seolah menebas sisa-sisa kedamaian di rumah itu. "Aku akan menikahi Salma," ucap Guntara tanpa ragu, suaranya tenang namun penuh ketegasan.Guntara tidak akan peduli dengan apa pun. Keputusan yang dibuatnya sudah dipikirkan sejak semalam. Setelah mengambil hasil tes itu, ia langsung menuju ke ruangan kerja. Guntara merencanakan banyak hal. Yulianti terkejut. "Apa? Guntara! Apa yang kau pikirkan? Salma sudah membuat kita semua berantakan sekali, dan sekarang kau ingin mengulanginya?" Nada suara Yulianti meninggi, namun ada kepedihan di balik setiap katanya.Guntara menghela napas panjang, berusaha sabar. "Bu, aku sudah memutuskan. Aku tidak mandul, dan aku akan membuktikan itu. Salma adalah cara untuk me
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status