Share

Dua Puluh Dua

last update Last Updated: 2025-01-04 13:40:08

Matahari mulai condong ke barat, sinarnya yang redup menyusup melalui celah tirai rumah kecil di sudut gang sempit. Danu duduk termenung di kursi kayu teras rumah kontrakan. Tangan kasarnya menggenggam gelas berisi teh yang sudah dingin, namun ia tidak berniat meminumnya. Pikirannya bercabang ke berbagai arah, semua terpusat pada satu hal; permintaan Gina.

Pagi tadi, Gina dengan nada datar namun tajam meminta kepastian. "Mas Danu, aku sudah putuskan. Aku akan pergi ke luar negeri dan Putri akan diasuh oleh orang tuaku juga kakakku " Suaranya tenang, tapi tatapannya dingin dan tajam seperti pisau.

"Ke luar negeri? Gina, uangnya dari mana?" Danu terperanjat saat itu, meski mencoba menyembunyikan kebingungannya.

Gina hanya mendesah. "Aku sudah dapat uangnya. Jangan tanya dari mana. Kalau kamu tidak mau ikut, aku juga tidak memaksa."

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Danu. Ia tahu hubungan mereka sudah lama retak, tetapi tidak menyangka Gina akan mengambil langkah sejauh ini. Ia mer
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Tiga

    Malam itu, udara terasa dingin, seakan menjadi cerminan hubungan dingin antara Danu dan Gina. Di teras rumah kontrakan sederhana mereka, Danu duduk termenung di atas kursi kayu yang sudah mulai lapuk. Angin malam menggesek dedaunan di pohon jambu yang menaungi halaman, menghasilkan suara gesekan yang lirih dan monoton. Danu memeluk lututnya, matanya menatap kosong ke pekarangan yang remang karena hanya diterangi satu bohlam tua yang menggantung di sudut teras.'Apa yang bisa aku lakukan biar Gina nggak jadi pergi ke luar negeri?' Pertanyaan itu menghantui pikiran Danu malam ini tanpa tahu apa jawabannya.Tidak ada solusi sama sekali karena keuangan Danu tidak memungkinkan. Uang pemberian Salma juga tidak ingin ia keluarkan. Danu kembali mendesah panjang. Hubungannya dengan Gina juga tidak baik-baik saja saat ini.Di dalam rumah, Gina sedang sibuk membereskan piring di dapur. Suara piring beradu dengan air di wastafel sesekali terdengar ke teras, mengisi keheningan. Tatapan sinis Gina

    Last Updated : 2025-01-04
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Empat

    Suasana malam di rumah Gina dan Danu semakin dingin, seiring pertengkaran yang memanas di antara mereka. Danu berdiri di tengah ruang tamu, wajahnya memerah, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Gina duduk di tikar dengan tatapan tajam yang menusuk. Ketegangan memancar dari setiap gestur tubuh mereka, membuat udara di dalam ruangan terasa sesak.Beruntung anak mereka sudah terlelap. Putri tidak harus menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Malang, balita berusia hampir tiga tahun itu punya keluarga yang tidak harmonis. Pemicu utama pertengkaran kedua orang tua Putri adalah masalah ekonomi. “Gina, sampai kapan kamu akan seperti ini?” Danu memulai lagi dengan nada tinggi. Suaranya menggema di ruangan yang sepi. “Aku sudah berusaha, tapi kamu terus saja menjauhiku! Apa aku tidak pantas diberi kesempatan kedua?”Gina mendongak perlahan, menatap Danu dengan sorot mata yang penuh luka. “Kesempatan kedua?” ia bertanya, suaranya dingin seperti es. “Danu, kamu pikir kesalahanmu bis

    Last Updated : 2025-01-04
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Lima

    "Ibu mengizinkan atau tidak, aku akan tetap ke rumah Salma. Mungkin setelah ini, aku akan lebih sering bersama Salma." Setelah mengatakan hal itu pada Yulianti, Guntara langsung menutup sambungan teleponnya. Percuma berdebat dengan wanita yang telah melahirkannya. Guntara sudah patuh, tetapi rasa cinta itu tidak bisa hilang. Ia mencintai Salma hingga saat ini.Malam itu begitu sunyi di kompleks tempat tinggal Salma. Lampu jalan yang temaram memancarkan cahaya kuning, menambah suasana melankolis di sepanjang trotoar yang sepi. Angin malam yang dingin berhembus pelan, membawa serta bau tanah basah setelah hujan sore tadi. Dari kejauhan, Guntara berjalan cepat setelah memarkir mobilnya jauh di luar gerbang kompleks. Ia menggenggam sebuah kantong plastik berisi makanan kesukaan Salma, aroma hangat nasi goreng seafood yang masih mengepul terasa menenangkan. Namun, wajah Guntara tampak serius, pikirannya penuh dengan apa yang akan ia bicarakan dengan Salma malam ini."Maaf, Pak, saya mau a

    Last Updated : 2025-01-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Enam

    Guntara tidak tahu banyak perihal alat penunda kehamilan yang terpasang pada tubuh Salma. Entahlah, siapa saja yang terlibat dalam masalah ini. Kenyataannya, Guntara tidak menemukan jawaban. Bolehkah curiga pada sang ibu?Suasana malam itu begitu sepi. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan kini hanya sesekali dilalui mobil atau motor. Lampu jalanan redup, dan udara dingin menyelimuti kota. Guntara menghentikan laju mobilnya di depan sebuah kedai kopi yang buka dua puluh empat jam. Sebuah papan nama neon yang berkedip-kedip mempertegas keberadaan tempat itu. Tanpa berpikir panjang, ia memarkir mobilnya dan masuk ke dalam kedai.Dentingan lonceng di pintu masuk berbunyi saat Guntara melangkah masuk. Kedai itu sepi, hanya ada seorang pria tua yang sedang membaca koran di sudut ruangan dan seorang barista muda yang berdiri di balik meja kasir. Aroma kopi yang kuat memenuhi udara, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan dinginnya malam di luar. Guntara memilih duduk di dekat

    Last Updated : 2025-01-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Tujuh

    'Tidak ada yang benar sembuh karena luka perceraian, Mas. Aku hanya berusaha bahagia saja untuk diriku sendiri.'Ucapan Salma sebelum Guntara pulang sangat mengusik. Mereka dalam keadaan tidak baik-baik saja selama ini. Guntara tidak bahagia dengan pernikahannya. Pun dengan Salma yang selalu berusaha menyembuhkan luka, tetapi gagal. Matahari mulai naik, mengusir sisa embun yang masih menempel di dedaunan. Suasana rumah Yulianti masih lengang, hanya suara burung gereja yang memecah keheningan. Guntara duduk di ruang tamu, dengan wajah kusut. Kopi hitam yang baru saja dibuat Aliyah di atas meja kecil hanya dihirup aromanya tanpa disentuh. Pikirannya bercabang, kusut seperti benang yang tak tahu ujungnya di mana."Mas, ada Ibu. Tidak enak jika kita saling diam." Aliyah masih mencoba berbicara ramah pada Guntara setelah mereka hanya diam."Lalu aku harus apa? Tertawa? Marah-marah? Atau mengamuk agar rumah ini ramai? Sudah aku katakan, menjauh saja dariku," usir Guntara dan sukses membuat

    Last Updated : 2025-01-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Delapan

    Aliyah merasa sangat frustrasi ketika bertengkar dengan Guntara. Ia tidak akan menang melawan sang suami. Ah, ya, memenangkan apa? Hati Guntara? Tidak akan.Selamanya, hati Guntara hanya untuk Salma. Fakta menyakitkan itu harus diterima Salma. Seperti apa pun berjuang meraih hati sang suami, tetap saja pemenangnya adalah Salma. Sakit? Entahlah, rasa sakit itu nyatanya tidak bisa membuat Aliyah menyerah. Sudah malam ketika Aliyah pulang ke rumah. Hujan rintik-rintik di luar menciptakan genangan kecil di halaman depan. Udara terasa dingin menusuk, tetapi bukan cuaca yang membuat Aliyah menggigil. Dadanya terasa sesak. Ia baru saja kembali dari perjalanan panjang setelah memergoki Salma bersama Danu di sebuah restoran kecil di pinggir kota.Aliyah berhenti di depan pintu rumahnya. Ia menatap pintu kayu cokelat itu lama, seolah membayangkan bagaimana Guntara akan bereaksi pada foto yang ia simpan di ponselnya. Rasa marah dan kecewa berkecamuk dalam dirinya, namun ada juga rasa takut. Apa

    Last Updated : 2025-01-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Puluh Sembilan

    'Apa Aliyah sudah gila? Dia berani mengatakan hal itu pada Guntara? Kalo dia bongkar semua, pasti akan membuat Guntara mengamuk!' Yulianti berbicara seorang diri setelah tidak sengaja mendengar obrolan anak dan menantunya. Bukan sekadar obrolan, mereka sedang bertengkar lebih tepatnya. Guntara memaksa Aliyah menerima kenyataan yang ada. Kenyataan yang menyakitkan. Masa lalu Guntara belum usia dengan Salma. 'Sebaiknya aku harus menemui wanita sialan itu di pabrik. Akan aku buat malu di depan banyak orang. Berani-beraninya mempengaruhi Guntara!' Amarah masih ada di dalam hati Yulianti saat hendak menemui Salma di pabrik. Yulianti melangkah cepat memasuki rumah besar yang terasa dingin meskipun matahari bersinar terik di luar. Wajahnya merah padam, ekspresinya mencerminkan amarah yang membara. Hatinya masih dipenuhi rasa malu dan kekesalan setelah kejadian di tempat kerja Salma tadi pagi. Dengan langkah berat dan suara sepatu yang menghentak lantai marmer, Yulianti mendapati Gunta

    Last Updated : 2025-01-07
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Tiga Puluh

    Di ruang tamu rumah keluarga Yulianti, suasana yang biasanya hangat berubah tegang. Guntara duduk dengan punggung tegak di sofa, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Matanya menatap sang ibu, Yulianti, yang berdiri dengan tangan gemetar di hadapannya. Keputusan yang baru saja ia sampaikan seolah menebas sisa-sisa kedamaian di rumah itu. "Aku akan menikahi Salma," ucap Guntara tanpa ragu, suaranya tenang namun penuh ketegasan.Guntara tidak akan peduli dengan apa pun. Keputusan yang dibuatnya sudah dipikirkan sejak semalam. Setelah mengambil hasil tes itu, ia langsung menuju ke ruangan kerja. Guntara merencanakan banyak hal. Yulianti terkejut. "Apa? Guntara! Apa yang kau pikirkan? Salma sudah membuat kita semua berantakan sekali, dan sekarang kau ingin mengulanginya?" Nada suara Yulianti meninggi, namun ada kepedihan di balik setiap katanya.Guntara menghela napas panjang, berusaha sabar. "Bu, aku sudah memutuskan. Aku tidak mandul, dan aku akan membuktikan itu. Salma adalah cara untuk me

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tujuh

    Udara malam menyelimuti rumah kontrakan Danu dengan keheningan yang mencekam. Cahaya lampu jalan yang temaram menyoroti halaman sempit di depan rumah. Angin berembus pelan, mengayun tirai jendela yang dibiarkan terbuka sedikit, memberikan celah bagi cahaya bulan untuk masuk. Aroma tanah basah sisa hujan sore tadi masih tercium samar-samar.'Aku dan Salma sama-sama saling menguntungkan. Aku jelas tidak salah. Gina jauh!' Danu masih membayangkan aktivitas mereka saat di hotel beberapa waktu yang lalu.Danu duduk di kursi kayu tua di sudut ruangan, tangan kirinya memegang gelas berisi kopi hitam yang masih mengepul. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya yang masih basah sedikit berantakan, meneteskan air ke kaus oblong yang dikenakannya. Pandangannya kosong, menatap ke luar jendela dengan mata sedikit sayu. Di dalam pikirannya, ada banyak hal yang berkecamuk—tentang Salma, tentang Gina, dan tentang kehidupannya yang semakin rumit.Ada Salma di rumah ini. Setelah kejadian itu, baru sekara

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Enam

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Salma selalu tersenyum. Ia masih mengingat bagaimana permainan Danu semalam. Sangat memuaskan dan Salma hampir kewalahan. Mendadak Salma membandingkan permainan ranjang Guntara dan Danu, lantas senyumnya langsung memudar. Salma baru saja tiba di rumahnya, sebuah rumah minimalis dengan pagar putih sederhana. Malam sudah larut, udara dingin menyelimuti lingkungan sekitar. Langit tampak gelap tanpa bintang, hanya rembulan yang bersinar redup di balik awan tipis. Rasa lelah masih menggelayut di tubuhnya, setelah seharian berada di luar rumah. Namun, belum sempat ia menghela napas lega, langkahnya terhenti.Di teras rumahnya, seorang pria berdiri tegap dengan tatapan tajam yang menusuk ke arah Salma. Guntara.'Ngapain dia di sana!' Salma menggerutu di dalam hati saat melihat Guntara duduk di salah satu kursi yang ada di terasnya.Salma kesal saat melihat sang mantan suami. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Salma tidak melihat mobilnya terparkir

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Lima

    Danu duduk di karpet rumah kontrakan dengan wajah kusut. Asap rokok yang mengepul di ujung jarinya perlahan membaur dengan udara dingin yang masuk dari jendela. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan kilauan lampu kota di malam hari. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak basah di trotoar dan jalan raya yang memantulkan cahaya lampu kendaraan yang melintas. Ternyata tidak semudah itu!Di depannya, Salma berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya penuh dengan ketegangan. Perempuan itu baru saja mentransfer sejumlah besar uang ke rekening Danu, dan kini menuntut kepastian. Ya, Danu meminta kompensasi atas apa yang diminta oleh Salma. Mereka baru saja beradu argumen dengan Guntara."Apa tidak ada pilihan lain?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Danu tanpa basa-basi sama sekali. "Kita sudah sepakat, Danu," ucapnya dingin. "Aku sudah melunasi hutang-hutangmu. Sekarang giliranmu melakukan bagianmu."Danu menghela napas panjang, membuang sisa rokoknya ke asb

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   54

    "Ck! Udah nggak ada uang lagi. Sepuluh ribu saja sisa uang celengan milik Gina!" Danu melempar celengan dari bahan kaleng yang dulu dibeli oleh sang istri.Gina memang punya kebiasaan memasukkan uang sisa belanja atau sengaja menyisihkan uang dalam celengan yang bisa dibuka. Celengan itu tidak dibawa oleh Gina, entah lupa atau sengaja. Uang dalam celengan itu digunakan Danu untuk bertahan hidup. Namun, perlahan, tetapi pasti uang itu habis. Sementara itu, sudah lebih dari satu bulan, tetapi Danu masih belum memberikan jawaban pasti. Salma mulai kehilangan kesabaran. Setiap kali mereka bertemu, tatapan matanya penuh harap, tetapi Danu hanya terdiam atau mengalihkan pembicaraan. Danu memang sengaja mengulur waktu hingga Gina mengirimkan uang. Namun, harapannya itu sia-sia, Gina tidak mengirim uang itu.Di dalam rumah kontrakan minimalisnya, Salma duduk di tepi jendela, memandangi langit malam yang pekat. Lampu-lampu kota berpendar di kejauhan, tetapi pikirannya berkecamuk. Ia sudah mer

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tiga

    Sudah hampir sebulan Gina berada di Jerman. Kota Berlin yang dingin dengan langit kelabu menjadi saksi bisu perjuangannya untuk memulai hidup baru. Meski pekerjaannya sebagai pelayan restoran terbilang berat, Gina tetap menjalani hari-harinya dengan tabah. Waktu senggangnya sering ia habiskan di kamar kecil apartemennya untuk video call dengan Putri, anak semata wayangnya yang kini diasuh oleh Reza dan istrinya. Gina sering kali harus menahan tangis karena menahan kerinduan pada buah hati."Bunda, aku di sini baik-baik saja. Aku juga sering diajak Om Reza ke taman kalo sore. Kami sambil makan."Kata-kata yang keluar dari mulut Putri dengan logat cadelnya membuat Gina harus menahan tangis. Ia merindukan sang anak. Hal terberat bagi Gina adalah meninggalkan Putri. Ada rasa bersalah yang luar biasa saat meninggalkan sang anak. Namun, itu harus dilakukan demi masa depan mereka berdua.Saat video call berlangsung, Putri tampak ceria seperti biasa. Anak kecil itu bercerita tentang mainan ba

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Dua

    Langit sore yang suram menambah kelam suasana di salah satu ruangan rumah sakit. Di dalam ruang tunggu VIP, kedua orang tua Aliyah duduk dengan wajah tegang dan penuh amarah. Pak Ridwan, ayah Aliyah, melipat tangan di depan dada, matanya menatap tajam ke arah Yulianti yang duduk di seberang mereka. Sementara itu, Bu Rina, ibu Aliyah, menahan napas dengan dada yang berdegup kencang, mencoba mengontrol emosinya yang sudah hampir meledak.Suasana sangat mencekam, horor. Sebagai seorang ayah, Ridwan jelas tidak bisa menerima apa yang menimpa sang putri. Aliyah adalah anak semata wayang mereka. Mereka menyesal baru tahu jika kehidupan rumah tangga anak mereka tidak baik-baik saja. "Bu Yulianti," suara Pak Ridwan terdengar dingin. "Saya rasa percuma kita terus menunggu. Guntara sudah jelas tidak akan datang. Anda tahu sendiri dia sedang sibuk mengejar perempuan lain, bukan?"Yulianti terdiam. Wajahnya pucat, dan matanya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Tangannya meremas tisu yang h

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Satu

    Malam semakin larut ketika Guntara akhirnya tiba di parkiran rumah sakit. Ia mematikan mesin mobilnya dan duduk diam sejenak di balik kemudi. Di luar, lampu-lampu jalanan menerangi aspal yang basah akibat hujan ringan sebelumnya. Udara di dalam mobil terasa pengap, seolah menekan dadanya, namun bukan karena kurangnya ventilasi—melainkan karena beban pikiran yang menghantui."Pada akhirnya semua akan terbongkar dengan sendirinya. Aku muak dengan mereka semua. Mereka diam-diam jahat!" Guntara berbicara seorang diri sambil meremas rambut dengan kasar. Guntara sudah terlalu kecewa dengang sang ibu, Yulianti. Sangat kejam karena telah jahat pada Salma. Mereka sebenarnya tidak ada masalah. Kali ini Guntara merasa sangat menyesal dan perasaan bersalah pada Salma sangat menghantui hidupnya.Guntara menarik napas panjang. Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit malam ini. Rasanya ada yang harus ia selesaikan, sesuatu yang tidak bisa menunggu. Aliyah pasti masih ada di

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh

    Suasana senja mulai merayap saat Guntara memarkir mobilnya di depan rumah. Wajahnya terlihat tegang, dengan rahang yang sesekali mengatup erat, menahan kemarahan yang masih membara. Pertemuannya dengan Salma di rumah itu tadi menjadi pemicu. Kata-kata Salma terus terngiang di kepalanya, menambah sesak di dadanya.Guntara bahkan tidak bisa menjawab ucapan Salma. Sang mantan istri sangat menolak ide gila. Menceraikan Aliyah akan ditempuh Guntara agar Salma mau rujuk. Namun, kenyataan berkata lain, Salma menolak mentah-mentah ide itu.'Apa dia juga nggak mikir kalo Danu masih sah secara hukum dan agama sebagai istri Gina? Bahkan Gina rela menjadi tulang punggung.' Danu hanya bisa berbicara dalam hati saja dengan penuh emosi. Namun, pemandangan yang menyambutnya di depan rumah membuat langkahnya terhenti. Yulianti, sang ibu, berdiri di dekat pagar dengan tangan terlipat di depan dada. Wajahnya terlihat kesal, tetapi sorot matanya sangatlah tajam, seperti sedang mempersiapkan konfrontasi.

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Sembilan

    Pagi itu, Salma duduk di ruang tamu rumahnya yang sederhana. Sebuah jendela kecil di sisi ruangan memancarkan cahaya matahari yang hangat, tetapi tak cukup mengusir rasa dingin yang merayapi hatinya. Ia menatap cangkir teh di depannya yang sudah dingin sejak tadi. Pikirannya kalut, terutama setelah mendengar dari Danu bahwa Guntara mengetahui rencana mereka menikah secara agama. Salma tahu ini akan menjadi awal dari kekacauan yang baru.'Dia itu nggak bosan-bosannya bikin aku susah. Nggak mikir apa, udah punya istri. Dan parahnya istrinya lagi dirawat di rumah sakit!' Salma marah di dalam hati karena ulah sang mantan suami. Danu belum datang pagi itu, seperti biasa akan terlambat lagi. Salma menghela napas panjang, mencoba meredam rasa frustrasinya. Ia tahu Danu bukan sosok sempurna—pengangguran yang hanya mengandalkan kiriman dari Gina, istrinya yang bekerja di luar negeri. Entah kapan Gina akan mengiriminya uang, belum bisa dipastikan. Namun, Salma tetap bertahan. Bukan karena cin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status