Home / Romansa / Lelaki Penakluk Nona Muda / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Lelaki Penakluk Nona Muda: Chapter 191 - Chapter 200

210 Chapters

Bab 191

“Sudah, berangkat sana!” usir Zain, tersenyum jahil pada Yoshi. “Permisi, Om … Tante ….” Yoshi berdiri dari duduknya, membungkuk pamit pada orang tua Amisha.“Silakan!” sahut Harist ramah.“Aku rasa, aku setuju dengan usulmu sebelumnya, Honey,” kata Harist tiba-tiba, meraih dan menggenggam tangan istrinya.“Benarkah?” bola mata indah Claudya berbinar cerah.Harist mengangguk mantap.“Usul? Memangnya Mama mengusulkan apa, Pa?” tanya Amisha, ingin tahu.Dadanya mendadak berdebar-debar. Jangan sampai orang tuanya memintanya kembali pulang ke London.“Kami akan kembali ke sini, Sayang,” sahut Claudya, tersenyum lebar.Tampak sekali ia senang dengan rencana kepindahannya itu.“Apa?” Amisha terperangah, bagaikan tengah bermimpi mendengar niat orang tuanya.“Iya, Sayang. Dengan begitu papa bisa mengawasi kamu dengan tenang,” cetus Harist.“Ya Tuhan, Papa. Aku kan sudah besar.”“Kau tidak suka kami pindah lagi kemari?” Harist sedikit tersinggung dengan sanggahan Amisha.“Bukan begitu, Pa. Te
last updateLast Updated : 2024-07-12
Read more

Bab 192

Saat rombongan Zain tiba di rumah sakit, Cecilia sedang sibuk membereskan barang-barang pribadi ayahnya. Ia menghentikan aktivitasnya dan melangkah cepat menyongsong kehadiran Zain begitu mendengar suara pintu dibuka.“Wah, Mas … ramai sekali!” seru Cecilia ceria, memeluk hangat tubuh Amisha.“Bisa sakit juga kamu ternyata, Li?” seloroh Harist, menyalami Adelino dengan gaya khas mereka sebagai lelaki.“Aku juga manusia kali,” balas Adelino. “Aku lupa kalau tulang-tulang ini mulai ringkih.”Adelino mengerjap lucu pada Harist yang duduk di sebelah ranjangnya. Ia sendiri duduk bersandar di kepala ranjang sambil menunggu anak perempuannya selesai menyimpan barang-barangnya.“Hahaha … itu karena kau bersikeras tidak ingin memiliki seseorang untuk mengingatkanmu,” sindir Harist, tertawa lepas. Sementara kedua bola matanya melirik Claudya yang masih terlihat asyik bercengkerama dengan anak perempuan Adelino.“Itu karena memang tidak ada yang bisa menggantikan posisinya di hatiku,” jawab Adel
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 193

“Honey?” Mendengar tak ada respons dari suaminya, Claudya memanggil. “Dengar, tidak?”“Iya, tapi … apa tidak sebaiknya kita ke dealer saja dulu?” tawar Harist.Ia pikir, ia perlu membeli kendaraan pribadi. Tidak mungkin ia dan istrinya mengandalkan kendaraan milik Amisha atau Zain, jika mereka sudah benar-benar pindah.“Ya sudah! Terserah kau saja, tapi beli mobil yang biasa-biasa saja, ya?”“Kenapa memangnya? Uang kita lebih dari cukup untuk sekadar membeli sebuah mobil mewah.”“Iya. Aku tahu. Kita memang mampu untuk hidup bermewah-mewah, termasuk membeli mobil mewah. Tapi … tampil sederhana itu sebuah pilihan bijak, mengingat masih banyak orang di luar sana yang hidupnya tidak seberuntung kita. Bahkan, untuk sekadar makan sehari-hari saja mereka susah,” jelas Claudya panjang lebar.Claudya sedikit menurunkan kaca mobil dan mengulurkan selembar uang sepuluh ribuan kepada seorang remaja laki-laki, yang baru saja memberikan jasa membersihkan kaca mobilnya di perempatan lampu merah.“Ba
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 194

Sonny beserta Harist dan istrinya duduk di sebuah meja di bagian dalam kafe. Sengaja mereka memilih agak ke dalam agar tidak terganggu oleh orang-orang yang berlalu-lalang di sepanjang koridor mal itu.Sonny memesan secangkir cappuccino dingin. Harist lebih suka lemon tea, sementara Claudya memilih jus jeruk untuk menemani obrolan mereka.Sonny masih belum berani buka suara untuk memulai percakapan. Matanya masih terpaku pada gambar hati yang menari di permukaan buih putih kental di dalam cangkirnya. Ingin rasanya ia memaki si pembuat kopi itu. Kenapa harus gambar hati sih? Kenapa tidak gambar bunga, hewan, awan, atau yang lain? Terserah gambar apa saja, asalkan bukan gambar hati.Gambar hati cantik yang tercabik setelah diminum itu seolah merefleksikan kehancuran hatinya. Amat sakit dan perih. Ah! Mendadak Sonny menyesali pilihan minumannya. Mungkin akan lebih baik jika ia memesan black coffee saja tadi.“Bagaimana kabarmu selama ini, Nak? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Harist,
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 195

“Aku tidak mau cacat, Ma, Pa ….”“Tidak, Sayang. Kau akan sembuh. Kita akan terbang ke Singapura secepatnya untuk pengobatanmu.”Prima menggenggam erat tangan Sonny. Menyalurkan keyakinan dan kekuatan mental bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sonny hanya perlu yakin pada keajaiban Tuhan dan tidak menyerah untuk sembuh.Dua hari setelah tersadar dari komanya, Sonny benar-benar dibawa ke rumah sakit terbaik di Singapura untuk mendapatkan terapi fisik, agar tubuhnya bisa kembali bergerak normal seperti semula.Sonny mengakhiri ceritanya dengan desahan napas panjang. Tanpa sadar ia tak mampu lagi membendung tangisnya. Bahunya berguncang kala menuturkan pengalaman pahitnya. Cepat-cepat ia mengeluarkan sapu tangan dan menyeka air matanya yang jatuh menetes. Merasa malu jika tangisnya mengundang perhatian orang-orang yang berada di kafe itu.Claudya pun ikut terlarut dalam cerita Sonny. Ia dapat merasakan kesedihan mantan calon menantunya itu. Akan tetapi, tak ada lagi yang dapat diperbuat.
last updateLast Updated : 2024-07-15
Read more

Bab 196

“Lupakan Amisha! Dia hanya gadis pembawa sial untukmu.”Tahu-tahu Nyonya Prima sudah memasuki kamar Sonny tanpa mengetuk pintu. Berjalan menghampiri Sonny yang tengah berdiri di dekat jendela sambil memandangi foto cantik Amisha pada pigura yang dipegangnya. Sebelah tangannya bersembunyi dalam saku celana.Meskipun nada bicara mamanya begitu lembut, efeknya sangat kontras di hati Sonny. Nada lembut itu seperti tebasan pedang samurai menusuk hatinya.Entah kenapa hatinya merasakan sakit yang luar biasa. Bukan karena sang mama memintanya untuk melupakan wanita yang dicintainya, melainkan karena ia tak rela mamanya menuduh Amisha sebagai gadis pembawa sial dalam hidupnya.Roda kehidupan berputar bukanlah atas kemauan seorang individu. Begitu juga dengan nasib buruk yang menimpanya. Semua itu bukan salah Amisha. Gadis itu bahkan tidak pernah tahu usaha nekatnya yang gagal dan berujung pada kemalangan panjang.Andai seorang manusia dapat mengontrol jalan hidup orang lain sesuai keinginanny
last updateLast Updated : 2024-07-21
Read more

Bab 197

“Kalau papa sudah pulih seperti sediakala, aku akan turun dari rumah ini dan kembali ke apartemenku,” tekad Sonny. Ia butuh ketenangan untuk membalut luka hatinya.Alasan utama Sonny mau kembali ke rumah orang tuanya adalah kepulangan papanya dari Singapura, setelah menjalani perawatan intensif selama beberapa waktu. Ia tidak tega membiarkan mamanya yang mulai renta merawat sendiri papanya yang belum sehat sempurna. Terkadang papanya sangat cerewet dan sedikit kolokan saat sakit. Kasihan mamanya harus menahan sabar sepanjang hari atas perlakuan atau ucapan yang tidak mengenakkan dari papanya.Namun, sepertinya tinggal di rumah orang tuanya bukan pilihan yang bagus untuk mentalnya. Ia tidak hanya lelah raga melayani papanya, tetapi juga lelah hati menghadapi perkataan dan provokasi dari mamanya.Galau. Kata itu masih tak cukup tepat untuk menggambarkan keadaan dirinya saat ini. Mungkin kata putus asa lebih mengena. Ya, ia tengah berada di ambang putus asa akan sebuah rasa cinta. Sampai
last updateLast Updated : 2024-07-21
Read more

Bab 198

Mentari pagi mulai naik sepenggalan. Menebar kehangatan pada pucuk-pucuk pohon yang belum lama berlepas diri dari damainya pelukan sang dewi malam. Langit tampil dalam warna biru cerah, dengan tumpukan kumulus laksana undakan tangga, seolah mengundang penduduk bumi untuk menaikinya.Nyanyian burung yang bertengger di dahan masih terdengar riuh penuh bahagia. Tanda sukacita dan ungkapan rasa syukur pada Yang Kuasa, karena masih diberi kesempatan melihat mentari terbit kala pagi menyapa.Semilir angin membawa kesejukan ke segala arah. Mendamaikan jiwa-jiwa yang belum sepenuhnya menggenggam kembali semangat meniti hari. Sebagian bahkan masih bergulat dengan mimpi-mimpi tak pasti.Di taman belakang rumah Amisha, asap putih mulai mengudara. Samar-samar membaur dengan titik-titik embun yang menguap tinggi, diterpa cahaya matahari. Sesekali Gianna terbatuk ketika asap putih yang berasal dari alat panggang barbeque itu menyerang kerongkongannya.Tiga meter dari tempat Gianna berdiri, Inah sib
last updateLast Updated : 2024-07-21
Read more

Bab 199

“Sini! Gabung sama om!” ajak Harist, melirik kursi kosong di sisi kanannya.Sonny pun duduk di kursi itu, berhadapan dengan Gianna. Keduanya saling lirik kikuk. Sonny mengangguk ringan dan tersenyum kecil, sebagai tanda bertegur sapa. Gianna cuma diam. Matanya menatap tajam pada Sonny.“Oke. Saatnya kita menikmati sarapan!” seru Claudya riang.“Lo, Bi Inah ke mana?” Claudya baru menyadari Inah tidak bersama mereka.“Biar kupanggil, Ma!” kata Gianna, bergerak bangkit dari duduknya.Ia berjalan tergesa-gesa masuk ke rumah besar Amisha dengan perasaan tak menentu dan dada bergemuruh. Berulang kali ia mengelus dada seraya mengembuskan napas kencang.“Kenapa papa dan mama harus mengundang lelaki itu?” sesal Gianna, seakan tak setuju.Suasana hatinya yang semula baik mendadak berubah kelam. Ia tak lagi bersemangat untuk kembali menikmati barbeque pagi di taman itu. Jika ia boleh memilih, ingin rasanya ia mengurung diri di kamar. Meratapi kesedihannya yang hingga kini belum juga berlalu.Ia
last updateLast Updated : 2024-07-21
Read more

Bab 200

“Enak nih. Mama tidak menyangka kamu pandai masak, Gia!” puji Claudya setelah mencicipi daging barbeque olahan Gianna.“Biasa saja kali, Ma. Semua orang juga bisa kalau cuma masak yang beginian,” sahut Gianna merendah.“Tapi benar kok, Gia. Dari dulu masakan kamu selalu mengungguli masakanku.” Amisha ikut mendukung pendapat mamanya.“Ya, ya … terus saja puji aku. Awas kalau kamu sampai menjatuhkanku lagi!” Gianna memonyongkan bibir ke arah Amisha yang terhalang oleh tubuh Claudya.“Ish! Kalian ini! Masih saja seperti anak kecil!” ledek Harist.Sedari kecil, Amisha dan Gianna selalu saja begitu. Saling ledek, tetapi tak pernah ingin berpisah.“Kalau Misha memang masih kecil, Pa. Paling juga baru dua bulan,” sambung Gianna lagi.Tak urung ucapan Gianna membuat Amisha mendelik ke arahnya. Tak mau kalah, Gianna membalas pelototan Amisha dengan cibiran sebelum menyumpal kembali mulutnya dengan sesendok nasi dan sepotong daging di atasnya.Perkataan Gianna menumbuhkan senyuman geli pada set
last updateLast Updated : 2024-07-22
Read more
PREV
1
...
161718192021
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status