Home / Romansa / Jodoh Titipan untuk Delyna / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jodoh Titipan untuk Delyna: Chapter 11 - Chapter 20

34 Chapters

Ck! Manusia Ini!

Kak Niel menatapku tanpa berkedip ketika aku menceritakan beberapa drama yang belakangan ini kutonton."Kenapa, Kak?" aku menatap bingung ke arah Kak Niel. "Oh, apa wajahku belepotan?" dengan cepat aku menyeka bagian sekitar mulutku setelah meletakkan burger yang tadi kulahap sembari bercerita dengan Kak Niel.Kak Niel menggeleng pelan. "Aku senang kau sudah lebih baik, Delyna. Wajah ceriamu perlahan kembali," aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Kak Niel saat itu."Apa ada seseorang di b
last updateLast Updated : 2024-05-25
Read more

Kenapa Harus?

"Emang mau ntar dihukum karena ga masuk kelas? Aku sih ogah!"Kulihat Nobel tersenyum dengan sebelah bibir yang terangkat. Indah sekali.Sebenarnya tak salah jika lelaki ini mengaku bahwa dirinya mempesona, karena memang benar begitu kenyataannya. Aku yakin, 95% orang yang bertemu dengan dia pasti setuju dengan pernyataan itu."Ternyata kau terlalu mengikuti peraturan, Delyna."Kurasa sepertinya ada yang salah dengan otaknya kala mengatakan hal itu. Bukankah sebagai pelajar kita memang harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan sekolah? Apalagi jika peraturan itu dibuat untuk kebaikan.Aku tak mengubris ucapan Nobel. Aku tetap berjalan menuju ruang kelasku."Delyna!" kudengar suara Nobel yang setengah berteriak memanggil namaku.Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang. Kudapati dirinya tersenyum menatapku."Nanti kuantar pulang, ya?"Kukerutkan keningku. 'Apa pula manusia ini tiba-tiba ingin mengantarku p
last updateLast Updated : 2024-05-26
Read more

Kalah Telak

Alia menunjukkan deretan giginya dengan kikuk."Aku jadi curiga, apa jangan-jangan ada yang sedang kalian rencanakan di belakangku?" aku tetap menatap Alia dengan tatapan menyelidik.Alia membantah ucapanku dengan gerak tangan yang ia silangkan. "Tidak! Kau terlalu berpikiran buruk tentangku, kawan."Aku hanya berdecak mendengar pembelaannya.Tak ingin berdebat lebih lama lagi, aku dan Alia segera berjalan menuju gerbang sekolah. Sialnya, hari ini Alia dijemput lebih dulu oleh ayahnya, jadi aku harus berdiri sendirian di depan gerbang seperti ini."Ekhem!"Kudengar suara yang semakin dikenali indera pendengaranku menyapa dari belakang.'Nobel?' pekikku dalam hati."Buru-buru sekali. Kau sedang dikejar polisi?" aku gelagapan mendengar pertanyaan dari Nobel. "Aissh! Kau sebenarnya manusia yang terbuat dari apa, sih? Kenapa kau selalu muncul di depanku dengan tiba-tiba?" tak bisa kusembunyikan raut terkejut dan kesalk
last updateLast Updated : 2024-05-27
Read more

Hah, Lagi?

Aku buru-buru mengembalikan helm milik Nobel sesaat setelah aku turun dari sepeda motornya."Makasih." Aku dengan sengaja menatap dingin ke arah laki-laki yang berdiri di hadapanku ini.Kulihat Nobel menggelengkan kepalanya. "Mck! Senyum kek, ngobrol kek, apa kek, serius amat! Udah kayak jalan sama napi aja!" protes Nobel."Aku anaknya malas basa-basi, langsung balik aja ya?" aku dengan terang-terangan mengusir Nobel. "Astaga! Kau benar-benar tak tahu cara menghadapi tamu rupanya," ucap Nobel sambil berkacak pinggang. "Ya, kau tampaknya sangat paham dengan diriku. Jadi, tolong bantu aku untuk tetap menjadi diriku. Pulanglah, Bel! Aku malas menerima tamu, apalagi meladeninya!" aku tersenyum sinis. Baru saja Nobel ingin membalas ucapanku, tiba-tiba aku mendengar suara klop pintu, dan kudapati Bang Raymoon ke luar dari rumah. "Eh, Bro, kok bisa nyasar ke sini?" kudengar sapaan hangat dari Bang Raymoon kepada... Nobel. Bahkan keduanya berjabat tanga
last updateLast Updated : 2024-05-28
Read more

Untuk Apa?

"Bang, jenis yang ini kau temukan di mana, hah?! Sepertinya sangat berbeda dari teman-temanmu yang pernah kutemui." Tuturku pada Bang Raymoon sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Husst... ga sopan, dek. Lagian malam-malam gini kenapa malah mau main ke rumah Alia, sih? Emang urusannya ga bisa besok aja?"Bang Raymoon sedikit memicingkan matanya. "Terus kenapa pakai dandan segala? Emang urusan apa pakai dandan segala?" sambung Bang Raymoon. "Perlunya kan sekarang, bang. Masa perlu sekarang tapi ketemunya besok." Aku mencoba meluluhkan hati Bang Raymoon. "Ya tapi perlunya apa, dek?""Ya pokoknya ada, Bang. Tenang aja, ga ada aneh-aneh, kok," aku menjelaskan karena kutahu pasti ada ketakutan ke arah negatif dalam pikiran Bang Raymoon. "Ck! Kau hidup di bumi bagian mana, hah? Apakah kalian tidak mengenal aplikasi untuk bertukar pesan?""Bawel!"Aku meninggalkan kamar Bang Raymoon begitu saja. Kesal rasanya ketika orang lain lebih dominan menghakimiku."Gue susul, ya?"Raymo
last updateLast Updated : 2024-05-30
Read more

Hanya Titipan

Nobel melihat wajah lelah Delyna yang tengah menunggu taksi atau angkutan umum lainnya. Entah apa yang wanita itu pikirkan hingga mengambil keputusan seperti ini.'Cukup! Aku tak bisa membiarkannya luntang-lantung seperti ini saat sudah malam begini!' aku segera menyalakan mesin motorku dan melaju menghampiri Delyna.POV end. "Pulanglah bersamaku!" lagi-lagi kudengar dengan tiba-tiba suara laki-laki yang beberapa jam lalu sangat kuhindari.Sontak saja aku sedikit mundur dengan kehadirannya. "Kau ini apa-apaan, hah?! Kau... Kau kenapa bisa ada di sini? Aku kan sudah bilang kalau ---""Kau ini berisik sekali, ya! Kau mau menunggu sampai kapan? Hari sudah malam dan kurasa sebentar lagi hujan akan turun!" kudengar ada kekesalan pada setiap kata yang dilontarkan Nobel.Sebenarnya hatiku mengatakan agar mengikuti ucapan Nobel, namun sayangnya, egoku terlalu dominan untuk malam ini."Kau pulanglah lebih dulu. Aku akan menunggu sebentar lagi."Nobel turun dari sepeda motornya dan langsung m
last updateLast Updated : 2024-05-31
Read more

Bekal

"Astaga, Sabrin! Tatapanmu membuatku merasa seolah tengah melakukan tindak kejahatan, Sab!" aku memutar bola mataku malas. Sabrin tertawa mendengar ucapanku. "Sayangnya, orang yang kau cari belum datang, Del. Kurasa anak itu terlambat lagi. Ah, kau seperti tak tahu dia saja." Ucap Sabrin seraya berlalu dari hadapanku. Ah! Benar juga kata Sabrin. Nobel kan memang sering terlambat. Mungkin saat ini dia tengah sibuk dengan urusannya yang entah berada di bagian bumi mana.'Benar-benar tidak tahu aturan!' batinku. Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Kalau rajin, mungkin saat jam istirahat aku akan kembali ke kelasnya untuk mengantar titipan dari ibu. "Loh? Kok bekalnya dibawa lagi, Del? Nobel ga mau nerima?" Alia terlihat penasaran. Aku menggeleng pelan. "Dia belum datang. Tuh anak kayaknya emang doyan dihukum, deh. Heran." ucapku sebelum menyimpan bekal yang kubawa tadi ke dalam laci. Alia ber-oh ria. "Tapi nih ya Del, bandel bandel gitu dia tuh tetap jadi idaman cewek-
last updateLast Updated : 2024-06-01
Read more

Bodohnya Aku

"Loh? Kok? Wah, kacau sih tuh anak! Ibuku sudah repot memasak untuknya, tapi dia dengan mudahnya menolak masakan ibuku? Dan apa ini, wajahmu muram begini, pasti dia memperlakukanmu tidak baik, kan?"Alia menggeleng dengan cepat. "Bukan, bukan seperti itu Delyna!"Aku meletakkan jari telunjukku di depan bibirku; yang mengisyaratkan agar Alia diam. "Kau tenanglah di sini Alia. Sudah cukup kau membela laki-laki itu di depanku! Aku akan memberi laki-laki itu pelajaran agar dia bisa menghargai orang lain!" aku terbawa emosi tanpa mendengarkan penjelasan Alia."Bukan seperti itu Delyna! Astaga! Kau salah paham, hei!"Aku tak mengindahkan ucapan Alia. Aku segera bangkit dari tempat duduk dan berjalan dengan penuh emosi menuju kelas Nobel."Di mana Nobel?" aku bertanya kepada kedua teman dekat Nobel yang kebetulan masih duduk di luar kelas. Togi dan Marius saling melemparkan tatapan bingung."Lah? Ada angin apa nih Del sampai nyariin Nobel segala?" Togi malah ba
last updateLast Updated : 2024-06-02
Read more

Nobel Celaka

"Delyna... Sayang.... " suara wanita yang paling kusayang terdengar mengisi seisi rumah.Aku mendongak ke belakang; melihat mamaku yang sedang sibuk dengan kulkas dan segala isinya. "Iya, Ma, kenapa?""Ini?"Mama menunjukkan bekal yang tadinya ia minta untuk kuberi kepada Nobel, namun ujungnya malah kusimpan di kulkas. "Oh.""Loh, kok cuma oh doang? Bekalnya kenapa dibawa pulang lagi, Sayang?""Orangnya ga masuk sekolah, Ma." Ucapku dengan santai. Mama menghampiriku yang tengah duduk sembari menonton televisi.Kurasakan belaian tangan mama di kepalaku. "Ga masuk kenapa?"Aku mengidikkan bahuku. "Katanya sih sakit. Ga tau deh benar atau engga." Aku masih sibuk dengan tontonan di hadapanku. Mama menggelengkan kepalanya kala mendengar ucapanku. "Kamu ini loh, Nobel udah baik begitu sama kamu, masa kamu ngomongnya begitu."Aku menatap mama. "Ya kan Delyn memang ga tahu dia beneran sakit apa engga, Ma."Kudengar mama berdehem beberapa saat. "Kalau gitu, gimana kalau kamu main aja ke ru
last updateLast Updated : 2024-06-03
Read more

Menjenguk Nobel

Deg. Kak Niel. "Astaga! Kak Niel bikin kaget aja. Kak Niel, ngapain di sini? Siapa yang sakit, Kak?"Kulihat senyuman terukir di wajah Kak Niel. "Maaf ya Del sudah membuatmu kaget. Ini, aku habis menjenguk temanku. Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini? Tante dan Bang Raymoon di mana?" tatapan Kak Niel menelusur ke sekitar; berusaha mencari keberadaan mama dan Bang Raymoon. "Huum... ini... apa... aku ke sini sendirian, Kak. Mau jenguk teman juga, Kak." Aku tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal."Teman?" Kak Niel menaikkan sebelah alisnya."Nobel." Jawabku singkat. "Oh, anak baru itu, ya? Aku baru tahu kalau ternyata kau sedekat itu dengannya. Menjenguk dia. SENDIRIAN."Ada penekanan di akhir kalimat Kak Niel yang terdengar jelas di telingaku.Kugelengkan kepalaku dengan cepat. "Lebih tepatnya aku disuruh oleh mama dan Bang Raymoon untuk menjenguknya, Kak."Meski tak punya kewajiban untuk menjelaskan, tapi entah mengapa aku melakukannya. "Oh, j
last updateLast Updated : 2024-06-04
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status