Share

Bekal

Penulis: lnpgirl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Astaga, Sabrin! Tatapanmu membuatku merasa seolah tengah melakukan tindak kejahatan, Sab!" aku memutar bola mataku malas.

Sabrin tertawa mendengar ucapanku. "Sayangnya, orang yang kau cari belum datang, Del. Kurasa anak itu terlambat lagi. Ah, kau seperti tak tahu dia saja." Ucap Sabrin seraya berlalu dari hadapanku.

Ah! Benar juga kata Sabrin. Nobel kan memang sering terlambat. Mungkin saat ini dia tengah sibuk dengan urusannya yang entah berada di bagian bumi mana.

'Benar-benar tidak tahu aturan!' batinku.

Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Kalau rajin, mungkin saat jam istirahat aku akan kembali ke kelasnya untuk mengantar titipan dari ibu.

"Loh? Kok bekalnya dibawa lagi, Del? Nobel ga mau nerima?" Alia terlihat penasaran.

Aku menggeleng pelan. "Dia belum datang. Tuh anak kayaknya emang doyan dihukum, deh. Heran." ucapku sebelum menyimpan bekal yang kubawa tadi ke dalam laci.

Alia ber-oh ria. "Tapi nih ya Del, bandel bandel gitu dia tuh tetap jadi idaman cewek-
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Bodohnya Aku

    "Loh? Kok? Wah, kacau sih tuh anak! Ibuku sudah repot memasak untuknya, tapi dia dengan mudahnya menolak masakan ibuku? Dan apa ini, wajahmu muram begini, pasti dia memperlakukanmu tidak baik, kan?"Alia menggeleng dengan cepat. "Bukan, bukan seperti itu Delyna!"Aku meletakkan jari telunjukku di depan bibirku; yang mengisyaratkan agar Alia diam. "Kau tenanglah di sini Alia. Sudah cukup kau membela laki-laki itu di depanku! Aku akan memberi laki-laki itu pelajaran agar dia bisa menghargai orang lain!" aku terbawa emosi tanpa mendengarkan penjelasan Alia."Bukan seperti itu Delyna! Astaga! Kau salah paham, hei!"Aku tak mengindahkan ucapan Alia. Aku segera bangkit dari tempat duduk dan berjalan dengan penuh emosi menuju kelas Nobel."Di mana Nobel?" aku bertanya kepada kedua teman dekat Nobel yang kebetulan masih duduk di luar kelas. Togi dan Marius saling melemparkan tatapan bingung."Lah? Ada angin apa nih Del sampai nyariin Nobel segala?" Togi malah ba

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Nobel Celaka

    "Delyna... Sayang.... " suara wanita yang paling kusayang terdengar mengisi seisi rumah.Aku mendongak ke belakang; melihat mamaku yang sedang sibuk dengan kulkas dan segala isinya. "Iya, Ma, kenapa?""Ini?"Mama menunjukkan bekal yang tadinya ia minta untuk kuberi kepada Nobel, namun ujungnya malah kusimpan di kulkas. "Oh.""Loh, kok cuma oh doang? Bekalnya kenapa dibawa pulang lagi, Sayang?""Orangnya ga masuk sekolah, Ma." Ucapku dengan santai. Mama menghampiriku yang tengah duduk sembari menonton televisi.Kurasakan belaian tangan mama di kepalaku. "Ga masuk kenapa?"Aku mengidikkan bahuku. "Katanya sih sakit. Ga tau deh benar atau engga." Aku masih sibuk dengan tontonan di hadapanku. Mama menggelengkan kepalanya kala mendengar ucapanku. "Kamu ini loh, Nobel udah baik begitu sama kamu, masa kamu ngomongnya begitu."Aku menatap mama. "Ya kan Delyn memang ga tahu dia beneran sakit apa engga, Ma."Kudengar mama berdehem beberapa saat. "Kalau gitu, gimana kalau kamu main aja ke ru

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Menjenguk Nobel

    Deg. Kak Niel. "Astaga! Kak Niel bikin kaget aja. Kak Niel, ngapain di sini? Siapa yang sakit, Kak?"Kulihat senyuman terukir di wajah Kak Niel. "Maaf ya Del sudah membuatmu kaget. Ini, aku habis menjenguk temanku. Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini? Tante dan Bang Raymoon di mana?" tatapan Kak Niel menelusur ke sekitar; berusaha mencari keberadaan mama dan Bang Raymoon. "Huum... ini... apa... aku ke sini sendirian, Kak. Mau jenguk teman juga, Kak." Aku tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal."Teman?" Kak Niel menaikkan sebelah alisnya."Nobel." Jawabku singkat. "Oh, anak baru itu, ya? Aku baru tahu kalau ternyata kau sedekat itu dengannya. Menjenguk dia. SENDIRIAN."Ada penekanan di akhir kalimat Kak Niel yang terdengar jelas di telingaku.Kugelengkan kepalaku dengan cepat. "Lebih tepatnya aku disuruh oleh mama dan Bang Raymoon untuk menjenguknya, Kak."Meski tak punya kewajiban untuk menjelaskan, tapi entah mengapa aku melakukannya. "Oh, j

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Kurasa Tidak

    Aku berdecak sebal. Hampir saja aku melayangkan parsel itu pada Nobel. "Sebaiknya kau lebih serius kali ini!" ucapku memperingati. Terkekeh pelan, Nobel bergumam, "Hummm... sebenarnya tadi aku sudah makan buah, tapi kurasa aku ingin mencoba buah yang darimu."Nobel tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya ke arah buah yang kubawa tadi.Aku memilih buah apel untuk dimakan oleh Nobel. Kusodorkan buah apel tersebut pada laki-laki yang sedang dalam posisi setengah berbaring ini.Ia hanya menatap aku dan buah yang masih setia kusodorkan padanya secara bergantian. "Ini, ambillah!" ucapku kala melihat tak ada pergerakan yang Nobel lakukan. Bukannya menyambut, aku malah mendengar helaan napas yang sedikit kasar dari mulut Nobel. "Ck! Ternyata tingkat kepedulian dan kepekaanmu sungguh minim, Delyna."Aku mengerutkan keningku karena tak cukup mampu memahami maksud dari ucapan Nobel. Apa lagi isi otak manusia ini?!"Tanganku tak cukup bertenaga untuk memotong, atau bahkan sekedar mema

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Kembali Sekolah

    Aku mengerjapkan mataku. "Hah? Gimana? Gimana?"Aku tak mengerti, namun entah mengapa sering kali ucapan manis yang ke luar dari wajah dingin itu membuatku gagal paham."Pulanglah. Kau pasti ingin segera pergi ke-"Aku dengan cepat menghentikan ucapan Nobel dengan menutup mulut laki-laki itu dengan jari telunjukku. Jangan sampai mulutnya yang ringan memberi tahu rahasiaku pada Kak Niel. Aku menoleh ke arah Kak Niel yang tengah mengerutkan keningnya melihat interaksi antara aku dan Nobel. "Oh iya... ini... aku emang mau ke rumah. Ga perlu dijelasinlah, Kak Niel juga udah tahu, 'kan, Kak?"Kak Niel hanya mengangguk dengan wajah bingungnya. Kini kulayangkan tatapan tajam ke arah Nobel, sebelum akhirnya aku meraih sedikit ujung baju di lengan kiri Kak Niel saat hendak ke luar dari ruangan abu-abu itu. "Ayo, Kak!""Ck! Kenapa bocah itu harus ada di sisi Delyna? Mengganggu sekali!" Nobel menggurutu memandangi kepergian Delyna yang diikuti oleh Niel. *Tepat pukul 07:00 WIB, Kak Niel su

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Mereka Menyukaimu

    "Apa sekarang dia sudah berubah menjadi guru privatemu?"Kalimat itu menjadi sesuatu yang pertama kali Nobel ucapkan padaku. Menyebalkan!"Bisakah kau basa-basi lebih dulu? Setidaknya ucapkan salam lebih dulu." Aku merotasikan bola mataku dengan malas."Kau bahkan tak menjawab pertanyaanku." Ucapnya masih dengan nada dingin. Aku tahu betul apa dan siapa yang dimaksud Nobel."Jangan mengurusi sesuatu yang bukan hakmu!" ketusku tanpa menatap Nobel.Dari sudut mataku, aku bisa melihat Nobel yang masih menatapku dengan tatapan dingin. Astaga! Apa-apaan manusia ini?!Merasa hawa semakin mencekam, Alia tiba-tiba menepuk lengan Nobel pelan. "Hei, bagaimana keadaanmu, Nobel? Ah, rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya? Aku dengar beberapa hari ini kau dirawat di rumah sakit, ya?"Nobel mengalihkan pandangannya dariku. Seketika itu juga aku menghela napas lega. Untung saja.Pagi ini Alia sudah menyelamatkan jantungku dua kali. Mungkin aku harus berterima kasih padanya setelah ini.

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Jadi Customer

    Pria di hadapanku ini melonggarkan dasinya dengan amarah yang berusaha ia tahan. "Saya harap lain kali kamu bisa lebih profesional, ya, Delyna? Saya tidak mau ambil pusing dengan apa pun yang menjadi masalah pribadi kamu! Yang saya tahu, kamu digaji di sini untuk bekerja, paham?"Aku hanya bisa tertunduk lemah kala mendengar ucapan Pak Gunawan, seorang manajer di restoran tempat aku bekerja saat ini. Apa yang beliau katakan memang benar. Rasanya aku terlalu egois karena telah mencampur aduk masalah pekerjaan dengan masalah pribadiku."Baik, Pak. Setelah ini saya akan berusaha bekerja dengan sebaik mungkin.""Itu memang sudah seharusnya!" ketus Pak Gunawan sebelum ia berlalu meninggalkanku. Aku mengusap wajahku dengan gusar. "Del, ini kan pilihan kamu. Jadi, kamu harus bisa bertanggung jawab dengan pilihanmu ini. Kamu harus bisa nyelesaiin ini dengan baik." Aku berbicara pada diriku sendiri sebagai bentuk penguatan diri. "Mbak!"Aku menoleh ke sumber suara. Kulihat di sana ada sekum

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Keributan

    ***Aku tak mau berlama-lama menyaksikan kedua insan manusia yang tengah berbincang itu. Segera aku berlalu dari hadapan mereka usai pesanan mereka kuletakkan di atas meja. "Mbak...!"Baru saja aku sedikit lega karena bisa bernapas sejenak dari banyaknya pelanggan malam ini. Tapi, sepertinya ada saja yang membuatku harus kembali mengukir senyum palsu dengan sesegera mungkin. "Iya, ada apa, Mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan ramah.Yang kudapat adalah raut arogan dari lawan bicaraku saat ini. "Nih!" laki-laki itu menunjuk segelas minuman yang ada di atas mejanya. Tentu saja aku belum dapat mengerti apa yang menjadi permasalahan manusia itu hanya dengan satu kata yang ia lontarkan. Aku mengerutkan keningku seolah meminta penjelasan yang lebih dari laki-laki bertubuh besar itu. "Tadi saya kan pesannya less sugar, tapi kenapa yang datang begini? Nih, mbak coba sendiri saja! Ini restoran emang mau bikin pelanggannya pada diabetes apa gimana, sih? Atau emang dasar para peke

Bab terbaru

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Jemput?

    Bang Raymoon terlihat menghela napas kasar sebelum mengeluarkan suara. "Kenapa lagi sih, Bro?" sekarang giliran Nobel yang ditanyai; tepat setelah pria itu menghentikan langkahnya di sebelahku. "Tahu nih adek lo. Masa cuma karena gue ke dapur dia langsung ngomel-ngomel? Padahal kan yang nyuruh gue ngambil minum itu lo.""Engga, ga gitu, Bang." Ucapku, lalu beralih menatap Nobel. "Eh, Jamet, kalau cerita tuh jangan setengah-setengah gitu dong! Pengen banget ya dapat pembelaan dari Bang Ray?" ucapku kesal. "Delyna, kok manggil jamet-jamet gitu, sih? Walaupun kamu sama Nobel itu 1 angkatan, tapi dia itu lebih tua dari kamu, Dek. Minta maaf sekarang." Ucap Bang Raymoon menegur.Oh, lebih tua, ya?Aku menghela napas dalam-dalam. "Delyna minta maaf, ya, OM?" ucapku dengan penekanan pada panggilanku padanya. "Lah? Kok malah om, sih?" Nobel tampak mengerutkan keningnya. "Kan LEBIH TUA." Ucapku langsung dengan penekanan pada 2 kata terakhir. "Ya ga gitu juga dek manggilnya." Lagi-lagi Ban

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Naik darah

    Suara teriakan itu bersamaan dengan lonjakan kaget sesaat setelah orang itu mendapati diriku membuka pintu. Aku segera memukul lengannya. "Berisik, jamet! Ini manusia. Delyna ini, Delyna!" ucapku kesal. Mama dan Bang Raymoon menyusulku ke luar dengan langkah yang tergesa -yang kutahu pasti karena suara berisik dari salah satu penghuni bumi yang baru kutemui ini-. Keduanya bingung melihat ekspresi wajahku dan Nobel. "Dia, Ma. Dia yang teriak, bukan Delyna." Ucapku sambil menunjuk Nobel. Yang kutunjuk justru berjalan menghampiri mama dan dengan tidak terduganya dia malah mengulurkan tangan dan menyalam mama. Ya bukannya apa-apa ya, aku hanya kaget saja. Di situasi seperti ini, kenapa dia masih kepikiran dengan sopan santun yang seperti itu? Ah benar-benar tidak bisa kuselami. "Nobel minta maaf ya tante udah ganggu waktu tante dan bikin tante panik gini. Habisnya tadi Nobel kaget banget tiba-tiba dibukain pintu sama Delyna dengan kondisi mukanya yang begitu, Tante." Ucap Nobel den

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Tamu

    Ia menyunggingkan bibirnya. "Sekarang aku belum tahu akan aku gunakan untuk apa kesempatan yang kau beri, tapi nanti akan aku pikirkan." Setelah mengatakan itu, kulihat Alia mengutak-atik layar ponselnya. Untuk apa, aku pun tidak tahu. "Ini." Ucapnya tiba-tiba. Semakin bingung saja aku dibuat anak ini. "Apa ini?" tanyaku saat melihat aplikasi recorder yang ia suguhkan padaku melalui ponselnya. "Sekarang, kau rekam saja suaramu." "Untuk apa? Kau tahu kan aku bukan penyanyi?" "Siapa pula yang memintamu untuk bernyanyi? Ini sebagai jaminan bahwa kau benar-benar akan melakukan apa yang aku mau setelah kau mendapat info tentang sahabatku." Kunaikkan sebelah alisnya. "Apa kau berencana untuk mengurasku?" "Kalau aku jahat, aku mungkin akan melakukannya." "Lalu mengapa harus dengan cara begini? Apa kau tidak percaya padaku?" Alia tampak membuang napas kasar. "Nobel, aku bukannya tidak percaya padamu-" Belum sempat Alia menyelesaikan ucapannya, kuulurkan tanganku menjentik tepat di

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Informasi

    Di toko ice cream, terlihat di dalamnya dominan dipenuhi oleh gadis-gadis seusia Alia. Adapun laki-laki, kebanyakan bernasib sama denganku; hanya memenuhi keinginan gadis yang tengah bersama mereka."Alia, kenapa lama sekali? Ini hanya perkara ice cream, Alia." Ucapku dengan suara yang setengah berbisik. Kulihat Alia tak menanggapi ucapanku. Gadis itu justru asik memilih ice cream seraya berbincang tipis-tipis dengan gadis lain di sebelahnya. "Alia, ayo, cepatlah! Ini sudah jam berapa." Ucapku menuntut."Nobel, tolong sabar sebentar. Aku harus memastikan bahwa ice cream yang kupilih benar-benar tak membuatku kecewa nantinya. Aku harus memikirkannya dengan baik. Jadi kuharap, kau bersabarlah!""Ck! Dia berucap seperti itu seakan ia tengah memilih pasangan hidup, padahal ia hanya tengah berkutat dengan varian ice cream. Dasar wanita!"Aku mengomel pelan seraya berjalan kembali ke kursi tunggu. Dan kini, pria yang menunggu di tempat itu semakin bertambah saja. Apa perkara varian ice c

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Toko ice cream

    Ah! Mengapa dia selalu menyebalkan seperti ini?!Ucapannya membuat kerjaanku bertambah. Setelah ini, Alia pasti akan mencecarku dengan rentetan pertanyaan. "Dasar laki-laki aneh!" kesalku dengan geram. ***[Delyna, abang sudah di depan. Apa belnya masih lama?]Kubaca pesan dari kontak bernama 'Bang Ray yang diikuti emoticon bulan' melalui notifikasi ponselku.Kulihat jam tanganku sekejap. Masih ada kurang lebih 15 menit lagi menuju bel pulang sekolah. 'Apa Bang Raymoon tidak ke kampus hari ini?' pikirku sebelum membalas pesannya. Baru saja aku menyimpan kembali ponselku, Alia tiba-tiba menyikut lenganku. "Ntar mau ke toko ice cream dulu ga, Del? Dengar-dengar toko ice cream di simpang lampu merah depan baru aja ngeluarin varian baru dan lagi ngadain promo juga." Alia terlihat excited mengajakku. Aku berpikir sejenak. Tidak mungkin aku mengiyakan ajakan Alia, sedangkan Bang Raymoon sudah menungguku di depan. "Aduh... gimana ya, Lia, masalahnya Bang Ray sudah di depan. Udah nunggu

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Hijau

    WOI!!! ARRRGHHH! APA-APAAN?!Senyuman lebar yang ditampilkan Nobel seolah memang sengaja untuk membuatku kesal. Dan senyuman itu ia tunjukkan bersamaan dengan lototan tajam yang kuberi dan pekikan terkejut dari Alia. Alia yang sedari tadi bertahan hanya sebagai penonton pada akhirnya angkat bicara. "What? Hei, sebentar sebentar, apa aku tidak salah dengar, nih? Kalian berdua sejak kapan resmi begini?"Aku menggelengkan kepalaku sembari memajukan kedua tanganku membentuk silang. "Ya ampun, Delyna Alicia, kenapa bisa berita bahagia seperti ini tak kau beritahu padaku? Apa aku tidak sepenting itu bagimu?"Mulai lagi drama manusia satu ini, pikirku.Belum selesai, Alia kembali berucap. "Padahal kalau aku tahu tentang ini, aku pasti tak akan mendukung Kak Niel untuk mendekatimu seperti tadi."Panjang lebar Alia berucap membuatku benar-benar ingin menenggelamkan anak itu ke kolam ikan sekolah.APA TIDAK BISA SEHARI SAJA MULUTNYA ITU DI-REM? SANGAT MEREPOTKANKU!Kulihat wajah jahil Nobel de

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Tiba-tiba

    "Oh ini, Del, tadi aku singgah buat beliin cemilan." "Buat apa, Kak? Kan udah ada kantin." Aku dengan mulutku yang ringan berbicara seperti tak ada beban hingga membuat Alia yang mendengar jawabanku langsung mencondongkan dirinya ke arahku."Del, bisa ga sih kalau ada orang yang ngasih sesuatu walaupun cuma modus, kau cukup terima pemberiannya dan ucapkan terima kasih saja?"Aku mengerutkan keningku, namun tetap mengikuti ucapan Alia. "Terima kasih, Kak. Nanti akan kumakan bersama Alia."Ia tersenyum mengangguk. "Kalau begitu, aku kembali ke kelas dulu, ya, Del? Semoga kau menyukai pemberianku. Dan semoga harimu menyenangkan.""Hei, apa tidak ada ucapan untukku, Kak?" Alia sedikit berteriak karena yang diajak bicara sudah berjingkrak kegirangan menuju kelasnya. Meski semakin jauh, Kak Niel tetap menyahuti ucapan Alia. "Kali ini tidak, Alia."Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku melihat aksi Kak Niel dan Alia.Kurasa mereka lebih cocok jika bersanding bersama.Alia menaikkan dagun

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Pacar?

    "Nobel, tungguin, Bel!" aku sedikit berteriak setelah mendapatkan kesadaran penuh.Nobel dengan santainya tetap berjalan tanpa mempedulikan aku yang telah memanggil namanya berulang kali. "Ih! Sengaja, ya?" ucapku setelah berhasil meraih ujung jaket abu-abu yang tengah dikenakan Nobel. "Yang nyuruh bengong kayak tadi siapa, ha?"Aku merotasikan bola mataku dengan malas. "Makasih." Ucapku dengan sedikit tertahan. "Hah? Apa apa? Ga kedengaran, Del." Ucap Nobel seraya mencondongkan telinganya padaku."Ck! Ga usah kayak gitu, resek banget!""Ya emang ga kedengaran, Delyna. Suara jangkrik lebih gede noh ketimbang suara kau."Aku menghela napas dalam-dalam. "M-A-K-A-S-I-H ya, Nobel." Aku dengan sengaja mengeja kata 'makasih' dengan suara yang lebih lantang dibanding kata lainnya. Nobel terkekeh geli melihat senyum terpaksa yang kutampilkan."Gitu dong. Lagian bilang makasih doang apa susahnya, sih, Del? Heran banget.""Pengen banget ya diapresiasi begitu?"Nobel tak serta merta langsung

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Perubahan

    Kulihat sekilas Pak Gunawan menatap Nobel dengan kening yang mengerut. Kurasa Nobel telah masuk ke ranah yang salah. Aku akan sangat merasa bersalah kalau sampai Nobel terkena imbas dari kejadian ini. "Maaf, Mas, ada apa ini ya ribut-ribut? Ada yang bisa saya bantu?"Pria yang kini berhadapan dengan Pak Gunawan terlihat melemparkan senyuman meremehkan. "Anda manajer di restoran ini?" tanyanya dengan wajah angkuh kebanggaannya. Pak Gunawan mengangguk seraya tersenyum tipis. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?""Sebaiknya Anda tanya saja pada karyawan Anda dan orang ini!" pria itu menunjuk Nobel dengan kasar. "Nyesal saya datang ke sini!" ucapnya lalu melenggang begitu saja dari hadapan kami.Dari wajahnya, masih sangat jelas terlihat amarah yang melekat pada dirinya. Menurutku, justru yang membuatnya semarah itu bukanlah karena kesalahan pesanan yang ia terima, tapi karena dia merasa tak mendapat pembelaan. Terutama saat Nobel menegurnya tadi. Kami menatap langkah besar pria itu yang se

DMCA.com Protection Status